PERKARA
Mantan Bupati Kapuas Bersama Istri Didakwa Menerima Gratifikasi, Suap, dan Memeras

Palangka Raya – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Bupati Kabupaten Kapuas, Ben Brahim S Bahat bersama istri, Ary Egahni dengan dakwaan kombinasi.
Hal tersebut tertuang dalam dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Rabu sore, 16 Agustus 2023.
Sidang perkara tipikor dengan terdakwa mantan Bupati Kapuas bersama istri dipimpin Ketua PN Palangka Raya Agung Sulistiyono selaku ketua majelis didampingi Erhammuddin dan Darjono Abadi selaku hakim anggota.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Maret 2023 dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kelas IA Palangka Raya pada 10 Agustus lalu.
Ben Brahim menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kapuas selama dua periode yakni 2013-2018 dan 2018-2023. Selama masa jabatannya, Ben Brahim bersama istri Ary Egahni menerima gratifikasi berbentuk uang dari sejumlah perusahaan untuk kepentingan pribadi.
Dalam dakwaan yang dibacakan bergantian oleh JPU KPK, Arif Rahman dan Sandy Septi menyebut kedua terdakwa menerima uang sebesar Rp 5,410 miliar dari 4 perusahaan.
Dari jumlah tersebut, kedua terdakwa menerima uang sebesar Rp 4,380 miliar perusahaan kontraktor PT Rapika Jaya Persada Nusantara dan PT Karya Hemat Persada Nusantara. Kedua perusahaan ini diketahui mengerjakan beberapa paket pekerjaan dari Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPR-PKP) Kabupaten Kapuas.
Selain itu, keduanya juga menerima uang sebesar Rp 1,030 miliar dari dua perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Kabupaten Kapuas yakni PT Globalindo Agro Lestari (GAL) dan PT Dwi Warna Karya yang keduanya adalah perusahaan investasi asing Genting Group Malaysia.
Karena penerimaan gratifikasi dari 4 perusahaan tersebut tidak dilaporkan ke KPK, kata JPU, maka penerimaan tersebut harus dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan Ben Brahim selaku Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023.
“Perbuatan terdakwa 1 Ben Brahim bersama-sama dengan terdakwa 2 Ary Egahni sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 12 B Juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor,” ucap JPU pada pembacaan dakwaan.
Selain menerima gratifikasi dari sejumlah perusahaan, kedua terdakwa juga menerima pemberian sejumlah uang dan barang dari pegawai negeri dan penyelenggara negara di lingkungan Kabupaten Kapuas.
Selama periode jabatannya, Ben Brahim bersama istri menerima uang dan barang dari pegawai negeri dan penyelenggaran negara di Kabupaten Kapuas sebesar Rp 6.111.985.000 yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Adapun rincian dari total uang tersebut yakni penerimaan dari Agus Cahyono selaku direktur PDAM Kapuas 2019-2021 sebesar Rp 2.847.385.000; dari Teras selaku Kepala Bidang Bina Marga DPUPR-PKP Kapuas periode 2017-2019 sebesar Rp 1.649.600.000.
Selain itu, dari Suyatno Muriat selaku Kadis Pendidikan Kapuas periode 2018-2022 sebesar Rp 1.465.000.000; serta dari Septedi selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kapuas periode 2020-2023 sebesar Rp 150.000.000.
“Bahwa permintaan uang oleh terdakwa 1 Ben Brahim bersama-sama dengan terdakwa 2 Ary Egahni yang seluruhnya berjumlah Rp 6.111.985.000 kepada para pegawai negeri atau penyelenggara negara di lingkungan kabupaten Kapuas dilakukan seolah-olah mereka mempunyai utang kepada terdakwa 1 Ben Brahim dan terdakwa 2 Ary Egahni. Padahal permintaan tersebut bukan karena adanya utang kepada para terdakwa,” kata JPU.
“Perbuatan terdakwa 1 Ben Brahim bersama-sama terdakwa 2 Ary Egahni sebagai diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12F Juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” pungkas JPU.
Untuk diketahui, Ben Brahim menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kapuas selama periode 2013 – 2023. Sementara sang istri Ary Egahni adalah anggota DPR RI Komisi III periode 2019 – 2024.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Maret 2023 dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kelas IA Palangka Raya pada 10 Agustus lalu.

PERKARA
RSUD Mattaher Respons Soal Laporan Polisi, Katanya Sudah Sesuai Prosedur Tangani Pasien

DETAIL.ID, Jambi – Setelah dilaporkan ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik dan penjualan alkes, pihak RSUD Mattaher akhirnya angkat bicara. Wakil Direktur Pelayanan RSUD Raden Mattaher, Anton Triyartanto mengaku bahwa kasus yang menyeret dr Deri Mulyadi dkk, sudah lama diproses.
Pembahasan bahkan melibatkan Komite Medik RSUD Mattaher, Komite Etik IDI Jambi, Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), hingga Ombudsman. Hasilnya disebut RSUD Mattaher sudah sesuai prosedur dalam penanganan pasien.
“Ini sudah dibahas sebelumnya, antara RSUD Mattaher, Ombusman dan dari pihak Penasehat Hukum pasien. Bahwa RSUD Raden Mattaher sudah melaksanakan sesuai prosedur,” ujar Anton pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Mattaher tersebut mengungkap bahwa dr Deri selaku pihak yang terseret dalam laporan polisi pasien baru-baru ini, merupakan dokter mitra (PNS) dari Universitas Jambi yang mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum proses Pilkada 2024 lalu. Jadi, kata Anton, bukan diberhentikan oleh RSUD Mattaher.
Soal dugaan permintaan sejumlah uang demi alat bantu sendi sebagaimana terungkap dalam laporan polisi Kualam. Wadiryan Mattaher menegaskan bahwa RSUD tidak pernah memungut biaya kepada pasien BPJS kelas 3. Semua biaya layanan digratiskan.
“Terkait dugaan penarikan biaya, RSUD Mattaher tidak pernah memungut biaya tambahan terhadap pasien BPJS kelas 3. Cuma kalau keterangan pasien seperti itu, perlu pembuktian lagi dia bayar sama siapa? Yang jelas rumah sakit tidak pernah ada penarikan biaya dari pasien BPJS kelas 3, kita haramkan itu,” katanya.
Sementara dalam kronologi sebagaimana dilaporkan ke Polda Jambi, Kualam mengaku dimintai sejumlah uang terkait biaya kekurangan alat bantu sendi yang sudah dipasang di lutut Kualam, lewat orang suruhan dr Deri. Setelah mendapat telepon, pihak keluarga saat itu kemudian memberikan uang permintaan tersebut. Sekalipun Kualam masih terbaring lemah, tak bisa menggerakkan kakinya.
Anton Triharyono juga mengklarifikasi terkait kondisi Kualam yang tak kunjung membaik pasca operasi lulut, pihak RSUD kemudian sudah mengarahkan untuk rujuk ke RSUD Tipe A di Palembang. Namun entah bagaimana ceritanya, harapan Kualam untuk sembuh malah berakhir pupus di RS Mitra, yang notabenenya masih rumah sakit Tipe C.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Jadi Lumpuh! Pasien Polisikan Dokter RSUD Mattaher Atas Dugaan Malpraktik dan Penjualan Alkes

DETAIL.ID, Jambi – Kualam, seorang warga Kasang Pundak, Kumpeh Ulu didampingi tim kuasa hukumnya melaporkan dokter spesialis Ortopedi RSUD Raden Mattaher sekaligus RS Mitra yakni dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik serta penjualan alat kesehatan yang tidak sesuai standar.pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Kualam merasakan nyeri pada lututnya dan berobat ke RSUD Raden Mattaher pada 9 Oktober 2023 lalu. Kala itu dr Deri disebut menyampaikan bahwa Kualam harus menjalani operasi lutut dan kemudian dipasangi alat pengganti sendi yang dibeli dari China.
Namun biaya operasi disebut-sebut oleh dr Deri tidak ditanggung oleh BPJS. Sehingga korban harus membayar senilai Rp 35 juta. Korban yang memikirkan kesehatannya menyetujui dan operasi lantas dilakukan oleh dr Deri beserta 5 orang rekannya di kamar bedah RSUD Raden Mattaher pada 3 November 2023. Namun sayangnya operasi lutut dan pemasangan alat pengganti sendi tersebut rupanya tak bikin korban sembuh.
“Sejak operasi dilakukan luka pada bekas operasi tidak kunjung sembuh dan keluar darah, tiap kontrol hanya diberi penghilang nyeri. Karena terus mengeluarkan darah dan bernanah, korban meminta untuk diperiksa takut infeksi. Kondisi korban makin parah pada 23 Juli 2024, sehingga dirawat di UGD selama 2 Minggu,” kata Bahari, kuasa hukum Kualam pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Karena kondisi korban makin parah, alat pengganti sendi yang diklaim dr Deri berkualitas bagus dan berasal dari China terasbut kemudian dioperasi kembali oleh asisten dr Deri, yakni dr Zaki Asad. Dan setelah barang tersebut diangkat, lutut korban akhirnya kering.
Saat itu dr Deri disebut masih menyampaikan harapan bagi korban untuk bisa sembuh, namun harus pindah ke RS Mitra dengan alasan alat lebih lengkap. Dan juga pengurusannya hanya dikenakan biaya senilai Rp 5 juta dengan alat lain ganti sendi yang kualitasnya lebih baik.
“Karena percaya dengan ucapan dokter tersebut dan harapan besarnya untuk sehat kembali, korban kemudian menyetujui lagi,” ujarnya.
Namun alangkah kecewanya korban, ketika bertemu kembali dengan dr Deri di RS Mitra. Korban kembali dihadapkan pada pilihan berat.
“(Terlapor) dia mengatakan pada klien kita, agar kaki kirinya dimatikan atau dibuat lurus saja, biaya ditanggung BPJS tetapi kalau mau dioperasi dengan alat kemarin (alat bantu sendi serupa) boleh juga. Sehingga klien kita bukan cuma sakit di lutut lagi, tapi stres juga,” katanya.
Pasca operasi di RSUD Raden Mattaher, korban pun mengalami kelumpuhan hingga kini. Lewat kuasa hukumnya, Kualam beberapa kali melayangkan somasi meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak RSUD Mattaher atas tindakan Dr Deri Mulyadi. Namun tak ada respons hingga saat ini.
Malahan pihak rumah sakit diduga lepas tangan, dengan memberhentikan sang dokter. Sehingga tak lagi berpraktik di RSUD Mattaher. Kualam pun muak, lewat kuasa hukumnya kini ia resmi melaporkan dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi, atas dugaan malpraktik hingga penjualan alkes yang tak sesuai standar.
Hingga berita ini terbit, awak media masih berupaya menghimpun informasi lebih lanjut pada pihak-pihak terkait.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Sidang Kasus Korupsi Kredit PT PAL: Bengawan Kamto Akui Serahkan Pengurusan Kredit ke Viktor Gunawan

DETAIL.ID, Jambi – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi kredit investasi dan modal kerja PT Prosympac Agro Lestari (PT PAL) bersama Bank BNI dengan terdakwa Wendy Haryanto kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Rabu, 15 Oktober 2025. Dalam sidang ini, jaksa menghadirkan 4 orang saksi yang dinilai memiliki peran penting dalam proses pengajuan dan penggunaan kredit perusahaan tersebut.
Empat saksi yang dihadirkan masing-masing adalah Firdaus dari BPN Kabupaten Muarojambi, Rais Gunawan selaku Branch Business Manager BNI Palembang, serta Bengawan Kamto dan Viktor Gunawan dari pihak PT PAL.
Sidang dimulai dengan pemeriksaan saksi Firdaus, namun berlangsung singkat lantaran ia baru bertugas di BPN Muarojambi sejak 2023 dan tidak terlibat langsung dalam proses awal kredit.
Selanjutnya, giliran Bengawan Kamto dan Viktor Gunawan yang memberikan kesaksian. Bengawan mengaku membeli PT PAL pada tahun 2018 dengan harga akhir Rp 126,5 miliar, setelah melalui proses tawar-menawar dari harga awal Rp 150 miliar.
“Pembayarannya dilakukan bertahap, awalnya Rp 50 miliar, kemudian Rp 5 miliar, Rp 15 miliar, total akhir Rp 126,5 miliar,”ujar Bengawan di hadapan majelis hakim.
Dia juga menjelaskan, pengurusan kredit ke Bank BNI diserahkan sepenuhnya kepada Viktor Gunawan yang saat itu sudah disiapkan menjadi Direktur PT PAL. Dana pencairan dari bank pun, kata Bengawan, langsung masuk ke rekening perusahaan, bukan ke rekening pribadinya.
“Rp 105 miliar saya percayakan kepada Viktor. Kredit modal kerja seharusnya digunakan untuk operasional dan hal-hal terkait pembangunan,” katanya.
Bengawan juga mengungkapkan, terdapat 6 kali pembayaran utang PT PAL ke BNI dengan total Rp 112 miliar. Namun masih tersisa sekitar Rp 14 miliar yang belum terbayar. “Saya tidak tahu ke mana Rp 14 miliar itu,” katanya menjawab pertanyaan jaksa.
Sementara itu, saksi Viktor Gunawan membenarkan dirinya menjabat sebagai direktur PT PAL sejak 2018, sebagai pengurus baru menggantikan Wendy Haryanto. Ia juga mengakui proses pengajuan kredit ke BNI dilakukan melalui komunikasi telepon, bukan surat resmi.
Viktor mengaku mengenal Wendy melalui pertemuan yang difasilitasi di kantor Jaya Indah Motor, meski ia tidak mengingat pasti berapa kali pertemuan tersebut terjadi. Ia juga membenarkan adanya kredit lain dari Bank CIMB Niaga, namun tidak mengetahui detail jumlah maupun teknisnya.
Reporter: Juan Ambarita