DETAIL.ID, Jakarta – Persoalan mahalnya harga tiket pesat di Indonesia ternyata masih terus berlanjut, walau libur terkait hari raya keagamaan baru saja usai.
Setelah beberapa waktu lalu memanggil manajemen 7 maskapai, walau hanya enam maskapai yang hadir, kini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan melakukan gebrakan lebih lanjut.
Kepada para wartawan melalui sebuah keterangan resmi pada Rabu, 17 April 2024, Gopprera Panggabean selaku anggota Komisioner KPPU mengatakan pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah memerkirakan selama periode lebaran 2024 akan ada 4,4 juta penumpang pesawat atau naik 12 persen dibandingkan periode lebaran 2023 lalu.
Menurut Gopprera Panggabean, kenaikan permintaan seharusnya direspon positif oleh maskapai penerbangan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.
“Seperti penambahan rute penerbangan, peningkatan frekuensi penerbangan, penjualan subclass harga tiket yang lebih beragam akibat penambahan kursi yang dijual dan bukan sebaliknya,” kata Gopprera.
Kata dia, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), tarif angkutan udara atau harga tiket pesawat pada Maret 2024 mengalami deflasi sebesar 0,97 persen.
Gopprera berharap maskapai penerbangan tetap mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya secara optimal serta mencapai tingkat produksi yang paling efisien atau biaya rata-rata per unit yang paling rendah.
Dengan demikian, kata dia, berdampak tarif angkutan udara tidak menjadi penyumbang inflasi pada bulan April 2024 dan jumlah rute penerbangan serta frekuensi terus meningkat.
Dijelaskan oleh Gopprera, saat ini KPPU terus memonitor perkembangan harga tiket pesawat, ketersediaan kursi pesawat, alokasi slot time penerbangan dan realisasi penerbangan dari maskapai penerbangan.
“Monitoring dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait kebijakan subclass harga jual tiket yang diterapkan oleh masing-masing maskapai penerbangan kepada konsumen, rencana operasional penerbangan serta realisasinya” ucapnya.
“Termasuk untuk membandingkan perilaku maskapai dengan maskapai penerbangan lainnya dalam merespon kenaikan jumlah penumpang selama periode lebaran 2024 dibandingkan periode lebaran 2023, baik subclass harga tiket yang dijual maupun jumlah penumpang yang diangkut,” ujar Gopprera lebih lanjut.
Berdasarkan salah satu amar Putusan Komisi No. 15/KPPU-I/2019 yang telah berkekuatan hukum tetap, tujuh maskapai penerbangan, yakni PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT. Batik Air, PT. Lion Mentari dan PT. Wings Abadi diberi sebuah perintah.
Yakni untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU sebelum mengambil setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen dan masyarakat selama dua tahun sejak putusan.
Sejauh ini, kata dia, beberapa maskapai penerbangan masih ada yang belum menyampaikan data dan informasi yang diminta oleh KPPU.
Oleh karena itu, ia menambahkan, dalam rangka mendapatkan informasi yang komprehensif dan mengantisipasi maskapai penerbangan yang tidak kooperatif dalam menyampaikan data dan informasi yang diminta, KPPU akan memanggil travel agen baik travel agent konvensional maupun online travel (OTA).
Pemeriksaan silang atas informasi yang diperoleh dari beberapa pihak perlu dilakukan sehingga data-data yang digunakan sebagai dasar untuk menilai apakah tujuh maskapai penerbangan tersebut telah melaksanakan Putusan Komisi No. 15/KPPU-I/2019.
Setelah menerima seluruh dokumen dari maskapai dan pihak terkait lainnya, nantinya Komisi dengan prinsip kehati-hatian akan melakukan penilaian penyebab terjadinya kenaikan tarif tiket penerbangan akhir-akhir ini.
“Kenaikan harga tiket dapat disebabkan adanya kenaikan permintaan (demand), kenaikan harga avtur, perubahan nilai tukar rupiah dan atau harga komponen biaya lainnya,” ujarnya.
“Situasi ini mengakibatkan perubahan total biaya operasional maskapai penerbangan atau dikarenakan adanya dugaan perilaku anti persaingan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan,” tutur Gopprera.
Indikasi perilaku persaingan usaha tidak sehat, misalnya, ketika ditemukan adanya pergerakan harga yang sama (price parallelism) yang disebabkan oleh faktor lain di luar faktor ekonomi yang tidak bisa dijustifikasi.
“Sehingga dapat diduga terdapat perilaku saling menyesuaikan (concerted action) yang didasarkan pada kesepakatan,” ucap Gopprera Panggabean.
“Jika terdapat indikasi, KPPU dapat menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pelanggaran yang ada,” ujar Gopprera.
Reporter: Heno
Discussion about this post