Connect with us
Advertisement

PERKARA

Dedi Susanto Alias Tek Hui Didakwa Pasal Berlapis

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Bandar narkoba jaringan Helen yakni Dedi Susanto alias Tek Hui dan Mafi Abidin alias Ameng menjalani sidang perdana di PN Jambi pada Selasa, 15 April 2025.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dedi Susanto alias Tek Hui disebut telah melakukan modus sedemikian rupa dalam mengelola keuangan yang dia peroleh dari bisnis narkoba jaringan Helen selama ini.

Penuntut umum juga mengungkap bahwa terdakwa sudah pernah terlibat dalam tindak pidana narkotika pada tahun 1998 dan pada tahun 2012. Bahkan di tahun 2012, terdakwa dinyatakan terbukti bersalah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jambi Nomor 127/Pid.B/Pn.JBI tertanggal 2 April 2012.

“Bahwa pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2024, terdakwa mengedarkan narkotika jenis sabu-sabu di daerah Jambi dibantu oleh Cindy (DPO) dan Mafi Abidin sekaligus untuk mengambil uang hasil penjualan,” kata JPU.

Hingga beberapa rekan sindikatnya meninggal dunia, pada tahun 2023 terdakwa memesan narkotika kepada adik kandungnya yakni Helen.

Masih dalam dalam dakwaan yang dibacakan penuntut umum, Mafi Abidin alias Ameng berperan untuk mendistribusikan barang haram tersebut ke lapak-lapak yang ada di Pulau Pandan, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi.

Setelah Mafi menyerahkan sabu-sabu kepada Erwin dan Cindy – pengelola lapak narkoba di Pulau Pandan, dia lantas mengambil uang hasil penjualan narkoba tersebut dan diantarkan ke rumah Tek Huy di kawasan Jelutung, Kota Jambi.

Selain itu terdapat juga transaksi non tunai yang terungkap dalam dakwaan, dimana dalam kurun waktu dari 12 November 2022 sampai dengan 26 Mei 2023 terdakwa menempatkan uang sekitar Rp 920.250.000 yang diterima dari napi narkotika di Lapas Kelas II Jambi.

“Yang mana terdakwa mendapat keuntungan sebesar Rp 12.500.000 setiap minggunya dengan pengiriman per minggu 20 gram sampai 50 gram. Sedangkan terdakwa mengedarkan narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 6 kilogram sampai 7 kilogram setiap bulannya,” katanya.

Selanjutnya hasil penjualan narkoba dari tahun 2023 – 2024, terdakwa menempatkan pada rekening atas nama orang lain atas nama Silvia Oktaviani, senilai Rp 2.230.600.000 dari rekening saksi Andri Purnama yang merupakan napi narkotika di Lapas Kelas II Jambi.

Beberapa dari hasil penjualan narkoba tersebut lantas dipergunakan oleh Tek Hui untuk membeli sejumlah aset berupa kendaraan hingga tanah seluas 2.850 meter persegi di daerah Kumpeh Ulu, Muarojambi.

Selain itu di rumahnya di daerah Jelutung, Kota Jambi juga ditemukan uang tunai dengan total sejumlah Rp 331.870.000 yang patut diduga berasal dari tindak pidana narkotika.

Adapun perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 137 huruf a UU Nomor 35 tahun 2009 junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Subsider Pasal 137 huruf b UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Atau ke-2 Primair diancam pidana Pasal 3 junto Pasal 10 UU No 8 tahun 2010, subsidair Pasal 4 junto Pasal 10 UU No 8 tahun 2010, lebih subsidair Pasal 5 ayat 1 tentang pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Reporter: Juan Ambarita

Advertisement Advertisement

PERKARA

RSUD Mattaher Respons Soal Laporan Polisi, Katanya Sudah Sesuai Prosedur Tangani Pasien

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Setelah dilaporkan ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik dan penjualan alkes, pihak RSUD Mattaher akhirnya angkat bicara. Wakil Direktur Pelayanan RSUD Raden Mattaher, Anton Triyartanto mengaku bahwa kasus yang menyeret dr Deri Mulyadi dkk, sudah lama diproses.

Pembahasan bahkan melibatkan Komite Medik RSUD Mattaher, Komite Etik IDI Jambi, Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), hingga Ombudsman. Hasilnya disebut RSUD Mattaher sudah sesuai prosedur dalam penanganan pasien.

“Ini sudah dibahas sebelumnya, antara RSUD Mattaher, Ombusman dan dari pihak Penasehat Hukum pasien. Bahwa RSUD Raden Mattaher sudah melaksanakan sesuai prosedur,” ujar Anton pada Jumat, 17 Oktober 2025.

Wakil Direktur Pelayanan RSUD Mattaher tersebut mengungkap bahwa dr Deri selaku pihak yang terseret dalam laporan polisi pasien baru-baru ini, merupakan dokter mitra (PNS) dari Universitas Jambi yang mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum proses Pilkada 2024 lalu. Jadi, kata Anton, bukan diberhentikan oleh RSUD Mattaher.

Soal dugaan permintaan sejumlah uang demi alat bantu sendi sebagaimana terungkap dalam laporan polisi Kualam. Wadiryan Mattaher menegaskan bahwa RSUD tidak pernah memungut biaya kepada pasien BPJS kelas 3. Semua biaya layanan digratiskan.

“Terkait dugaan penarikan biaya, RSUD Mattaher tidak pernah memungut biaya tambahan terhadap pasien BPJS kelas 3. Cuma kalau keterangan pasien seperti itu, perlu pembuktian lagi dia bayar sama siapa? Yang jelas rumah sakit tidak pernah ada penarikan biaya dari pasien BPJS kelas 3, kita haramkan itu,” katanya.

Sementara dalam kronologi sebagaimana dilaporkan ke Polda Jambi, Kualam mengaku dimintai sejumlah uang terkait biaya kekurangan alat bantu sendi yang sudah dipasang di lutut Kualam, lewat orang suruhan dr Deri. Setelah mendapat telepon, pihak keluarga saat itu kemudian memberikan uang permintaan tersebut. Sekalipun Kualam masih terbaring lemah, tak bisa menggerakkan kakinya.

Anton Triharyono juga mengklarifikasi terkait kondisi Kualam yang tak kunjung membaik pasca operasi lulut, pihak RSUD kemudian sudah mengarahkan untuk rujuk ke RSUD Tipe A di Palembang. Namun entah bagaimana ceritanya, harapan Kualam untuk sembuh malah berakhir pupus di RS Mitra, yang notabenenya masih rumah sakit Tipe C.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Jadi Lumpuh! Pasien Polisikan Dokter RSUD Mattaher Atas Dugaan Malpraktik dan Penjualan Alkes

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Kualam, seorang warga Kasang Pundak, Kumpeh Ulu didampingi tim kuasa hukumnya melaporkan dokter spesialis Ortopedi RSUD Raden Mattaher sekaligus RS Mitra yakni dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik serta penjualan alat kesehatan yang tidak sesuai standar.pada Jumat, 17 Oktober 2025.

Kualam merasakan nyeri pada lututnya dan berobat ke RSUD Raden Mattaher pada 9 Oktober 2023 lalu. Kala itu dr Deri disebut menyampaikan bahwa Kualam harus menjalani operasi lutut dan kemudian dipasangi alat pengganti sendi yang dibeli dari China.

Namun biaya operasi disebut-sebut oleh dr Deri tidak ditanggung oleh BPJS. Sehingga korban harus membayar senilai Rp 35 juta. Korban yang memikirkan kesehatannya menyetujui dan operasi lantas dilakukan oleh dr Deri beserta 5 orang rekannya di kamar bedah RSUD Raden Mattaher pada 3 November 2023. Namun sayangnya operasi lutut dan pemasangan alat pengganti sendi tersebut rupanya tak bikin korban sembuh.

“Sejak operasi dilakukan luka pada bekas operasi tidak kunjung sembuh dan keluar darah, tiap kontrol hanya diberi penghilang nyeri. Karena terus mengeluarkan darah dan bernanah, korban meminta untuk diperiksa takut infeksi. Kondisi korban makin parah pada 23 Juli 2024, sehingga dirawat di UGD selama 2 Minggu,” kata Bahari, kuasa hukum Kualam pada Jumat, 17 Oktober 2025.

Karena kondisi korban makin parah, alat pengganti sendi yang diklaim dr Deri berkualitas bagus dan berasal dari China terasbut kemudian dioperasi kembali oleh asisten dr Deri, yakni dr Zaki Asad. Dan setelah barang tersebut diangkat, lutut korban akhirnya kering.

Saat itu dr Deri disebut masih menyampaikan harapan bagi korban untuk bisa sembuh, namun harus pindah ke RS Mitra dengan alasan alat lebih lengkap. Dan juga pengurusannya hanya dikenakan biaya senilai Rp 5 juta dengan alat lain ganti sendi yang kualitasnya lebih baik.

“Karena percaya dengan ucapan dokter tersebut dan harapan besarnya untuk sehat kembali, korban kemudian menyetujui lagi,” ujarnya.

Namun alangkah kecewanya korban, ketika bertemu kembali dengan dr Deri di RS Mitra. Korban kembali dihadapkan pada pilihan berat.

“(Terlapor) dia mengatakan pada klien kita, agar kaki kirinya dimatikan atau dibuat lurus saja, biaya ditanggung BPJS tetapi kalau mau dioperasi dengan alat kemarin (alat bantu sendi serupa) boleh juga. Sehingga klien kita bukan cuma sakit di lutut lagi, tapi stres juga,” katanya.

Pasca operasi di RSUD Raden Mattaher, korban pun mengalami kelumpuhan hingga kini. Lewat kuasa hukumnya, Kualam beberapa kali melayangkan somasi meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak RSUD Mattaher atas tindakan Dr Deri Mulyadi. Namun tak ada respons hingga saat ini.

Malahan pihak rumah sakit diduga lepas tangan, dengan memberhentikan sang dokter. Sehingga tak lagi berpraktik di RSUD Mattaher. Kualam pun muak, lewat kuasa hukumnya kini ia resmi melaporkan dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi, atas dugaan malpraktik hingga penjualan alkes yang tak sesuai standar.

Hingga berita ini terbit, awak media masih berupaya menghimpun informasi lebih lanjut pada pihak-pihak terkait.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Sidang Kasus Korupsi Kredit PT PAL: Bengawan Kamto Akui Serahkan Pengurusan Kredit ke Viktor Gunawan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi kredit investasi dan modal kerja PT Prosympac Agro Lestari (PT PAL) bersama Bank BNI dengan terdakwa Wendy Haryanto kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Rabu, 15 Oktober 2025. Dalam sidang ini, jaksa menghadirkan 4 orang saksi yang dinilai memiliki peran penting dalam proses pengajuan dan penggunaan kredit perusahaan tersebut.

Empat saksi yang dihadirkan masing-masing adalah Firdaus dari BPN Kabupaten Muarojambi, Rais Gunawan selaku Branch Business Manager BNI Palembang, serta Bengawan Kamto dan Viktor Gunawan dari pihak PT PAL.

Sidang dimulai dengan pemeriksaan saksi Firdaus, namun berlangsung singkat lantaran ia baru bertugas di BPN Muarojambi sejak 2023 dan tidak terlibat langsung dalam proses awal kredit.

Selanjutnya, giliran Bengawan Kamto dan Viktor Gunawan yang memberikan kesaksian. Bengawan mengaku membeli PT PAL pada tahun 2018 dengan harga akhir Rp 126,5 miliar, setelah melalui proses tawar-menawar dari harga awal Rp 150 miliar.

“Pembayarannya dilakukan bertahap, awalnya Rp 50 miliar, kemudian Rp 5 miliar, Rp 15 miliar, total akhir Rp 126,5 miliar,”ujar Bengawan di hadapan majelis hakim.

Dia juga menjelaskan, pengurusan kredit ke Bank BNI diserahkan sepenuhnya kepada Viktor Gunawan yang saat itu sudah disiapkan menjadi Direktur PT PAL. Dana pencairan dari bank pun, kata Bengawan, langsung masuk ke rekening perusahaan, bukan ke rekening pribadinya.

“Rp 105 miliar saya percayakan kepada Viktor. Kredit modal kerja seharusnya digunakan untuk operasional dan hal-hal terkait pembangunan,” katanya.

Bengawan juga mengungkapkan, terdapat 6 kali pembayaran utang PT PAL ke BNI dengan total Rp 112 miliar. Namun masih tersisa sekitar Rp 14 miliar yang belum terbayar. “Saya tidak tahu ke mana Rp 14 miliar itu,” katanya menjawab pertanyaan jaksa.

Sementara itu, saksi Viktor Gunawan membenarkan dirinya menjabat sebagai direktur PT PAL sejak 2018, sebagai pengurus baru menggantikan Wendy Haryanto. Ia juga mengakui proses pengajuan kredit ke BNI dilakukan melalui komunikasi telepon, bukan surat resmi.

Viktor mengaku mengenal Wendy melalui pertemuan yang difasilitasi di kantor Jaya Indah Motor, meski ia tidak mengingat pasti berapa kali pertemuan tersebut terjadi. Ia juga membenarkan adanya kredit lain dari Bank CIMB Niaga, namun tidak mengetahui detail jumlah maupun teknisnya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs