OPINI
Menimbang Cawapres 2019

DARI SEKIAN nama yang muncul ke publik, ada empat nama yang potensial jadi calon presiden 2019; Jokowi, Prabowo, Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo. Hanya Prabowo yang sudah deklarasi. Itu pun belum final. Lah kok?
Pertama, belum cukup dukungan. Gerindra hanya punya 73 kursi di DPR. Kurang 39 kursi. PKS? Belum menyatakan dukungan. Kecuali jika syarat cawapres diterima. Prabowo dan Gerindra belum mengiyakan. Masih hitung-hitung. Katanya, terlalu prematur. Cari alasan! Apakah ini berarti koalisi akan pecah? Jangan buru-buru menyimpulkan. Dalam politik, komunikasi antar partai sangat dinamis. Tidak hitam putih. Tidak juga mutlak-mutlakkan. Bisa cair di kedai kopi sambil makan pisang goreng.
Kedua, tetap akan dievaluasi elektabilitasnya. Bisa naik dan cukup suara untuk melawan Jokowi, Prabowo akan terus maju. Itu yang diharapkan dan sedang diikhtiarkan oleh Gerindra. Enggak cukup suara, partai akan bersikap rasional. Mundur dan mengganti calon. Semuanya masih terbuka.
Prabowo juga tak ingin bersikap konyol. Tidakkah jika Prabowo tetap maju akan mengangkat suara Gerindra? Seratus persen betul. Tapi, apakah itu satu-satunya cara? Apalagi jika Prabowo harus dijadikan martir di usia senjanya. Pengorbanan terlalu besar.
Masih ada alternatif lain. Misal, cari calon potensial dan jadikan calon itu sebagai kader Gerindra. Anies Baswedan misalnya. Toh yang maju tetap kader Gerindra. Dan Prabowo tetap terjaga marwahnya sebagai King Maker, sebagaimana banyak pakar politik menyarankan.
Tidak hanya Prabowo, Jokowi juga belum final. Tidakkah sudah ada deklarasi PDIP, Golkar, NasDem, Hanura dan PPP untuk mengusung Jokowi? Betul sekali. Apakah tidak mungkin ada perubahan? Sangat mungkin. Terutama jika PDIP dan Golkar tak ketemu kesepakatan negosiasinya dengan Jokowi.
Kabarnya, PDIP minta cawapres. Setidaknya PDIP diberi hak menentukan cawapres Jokowi. Jika tak dipenuhi, boleh jadi PDIP akan usung calon lain. PDIP bisa memasangkan Gatot dengan Budi Gunawan, misalnya. TNI-Polri. Sangat ideal.
Tidakkah dua tokoh ini berseberangan? Kepentingan politik bisa mempersatukan dua tokoh yang berseberangan. Tapi, SBY dan Megawati adalah dua politisi yang susah bersua? Tunggu momentum politik untuk menyatukan.
Jika PDIP cabut dukungan terhadap Jokowi, maka Golkar berpeluang sangat leluasa menekan dan menyandera Jokowi. Emang berani? Sekarang tidak. Karena, masih banyak yang harus diamankan. Situasi akan berbeda saat menjelang pilpres. Hukum “suplai dan kebutuhan” berlaku. Siapa yang kuat, dia yang bisa menekan. Golkar dikenal lincah, licin dan berpengalaman soal ini.
Lalu, siapa tokoh yang potensial jadi cawapres? Otak langsung tertuju pada Muhaimin Iskandar. Ketua PKB yang sejak awal “branding” dirinya secara masif sebagai cawapres.
Siapa pun capresnya, asal kalkulasi, nego dan harganya cocok, Muhaimin bisa jadi cawapresnya. 47 kursi di DPR dan basis kaum Nahdliyin bisa jadi modal cukup untuk jadi cawapres. Kabarnya, sudah main ancam. Kalau enggak diambil Jokowi, akan keluar dari koalisi. Ternyata, mulai punya nyali. Atau, hanya sebagai strategi mengintai kekuatan politik di luar Jokowi.
PKS juga menyiapkan sembilan calon. Di antaranya ada Ahmad Heryawan. Gubernur dua periode di Jawa Barat. Wilayah dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia. Dapat 265 penghargaan. Ada juga Anis Matta, tokoh muda yang brilian, lincah dan luas jaringannya. Mantan presiden PKS ini masih punya pengaruh kuat di kalangan kader-kader muda PKS. Selain dua nama itu, ada Mardani Ali Sera. Seorang doktor muda jebolan UI ini tegas dan berani menyuarakan prinsip-prinsip politiknya.
Mereka siap diwakafkan PKS untuk menjadi cawapres. Cawapresnya Jokowi? Sepertinya Jokowi gagal merayu PKS. Hastag #2019 Ganti Presiden yang digaungkan oleh Mardani Ali Sera adalah bukti PKS tidak mau bergabung dengan Jokowi. Setidaknya hingga hari ini.
Selain tokoh PKB dan PKS, ada Zulkifli Hasan dari PAN. 49 kursi bisa jadi modal untuk mendorong lahirnya koalisi baru. Meski tetap terbuka tangan untuk bergabung dengan Jokowi. Ada juga AHY, putra mahkota SBY yang sedang di-branding untuk menjadi tokoh masa depan. 61 kursi di DPR memberi peluang SBY untuk menginisiasi lahirnya poros ketiga bersama PAN dan PKB yang sedang sibuk mencari pasangan koalisi.
Jika formasi Jawa-Luar Jawa diberlakukan, sebagaimana pilpres sebelumnya, ada nama Jusuf Kalla. Politisi spesialis Wapres ini direkomendasikan CSIS untuk mendampingi Jokowi. Asal Sulawesi, pengusaha, dan tokoh yang merepresentasikan Islam kelas menengah. Kabarnya, JK, panggilan akrab Jusuf Kalla, menolak. Ingin pensiun dari dunia politik.
Selain JK, ada Tuan Guru Bajang (TGB). Namanya sempat mencuat. Dua kali menjadi gubernur NTB. Penghafal Alquran ini berhasil menarik perhatian publik. Hanya saja, TGB kader Demokrat. Ada bayang-bayang AHY, putra mahkota yang sedang naik daun. Apakah TGB akan nyeberang ke Jokowi? Tak ada yang mustahil dalam politik.
Di luar JK dan TGB ada Adhyaksa Dault. Mantan ketua KNPI dan menteri olahraga ini punya basis massa yang layak diperhitungkan. Putra Sulawesi ini sekarang menjabat sebagai ketua Kwarnas. Jumlah anggota Pramuka saat ini lebih dari 21 juta. Umumnya anak usia muda. Generasi milenial. Adhyaksa bisa jadi salah satu alternatif untuk cawapres jika formasinya Jawa-Non Jawa.
Semua bakal calon presiden 2019 sedang melakukan; pertama, penjajakan dan komunikasi dengan para tokoh yang potensial menjadi cawapres. Kedua, mengalkulasi suara berbasis survei. Siapa tokoh yang jika dipasangkan akan mampu menaikkan suara, maka akan jadi prioritas. Tentu, tidak akan mengabaikan deal-deal pragmatis partai koalisi dan pertimbangan logistik.
Siapa pun tokoh yang paling potensial dan berpeluang mendampingi para capres, hampir pasti diputuskan injury time. Kenapa? Untuk memastikan tiket partai dan potensi kemenangan. Masih cukup waktu bagi para tokoh tersebut melayakkan elektabilitasnya, agar layak dipinang jadi cawapres.
*)Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa


SETIAP tahun, suasana Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu dirayakan dengan gegap gempita di berbagai daerah. Namun, ada ironi besar di balik semua itu. Semangat merayakan hari lahir Rasulullah sering kali hanya berhenti pada simbol, tidak menembus ke substansi.
Rasulullah SAW bukanlah figur yang gemar pada kemewahan perayaan. Beliau diutus membawa risalah kebenaran, menegakkan amanah, kejujuran, dan keadilan. Yang beliau wariskan bukanlah seremonial kosong, melainkan teladan akhlak mulia yang seharusnya menjadi pedoman para pemimpin umat, termasuk pemimpin daerah kita.
Padahal, inti dari peringatan Maulid bukanlah sekadar mendengar ceramah atau memajang baliho besar gambar Kepala Daerah di masjid. Inti Maulid adalah meneguhkan kembali teladan Rasulullah:
1. Amanah dalam kepemimpinan;
Rasulullah menunjukkan bahwa jabatan adalah titipan, bukan alat memperkaya diri atau keluarga. Kepala daerah hari ini mestinya meneladani itu, memastikan setiap rupiah APBD digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperbesar rekening pribadi.
2. Kejujuran dalam setiap kebijakan;
Rasulullah tidak pernah berbohong meski dalam perkara kecil. Pemimpin seharusnya berani berkata jujur pada rakyat: tentang kondisi keuangan daerah, tentang keterbatasan, bahkan tentang kegagalan. Bukan malah menutup-nutupi dengan angka manipulatif demi pencitraan.
3. Kesederhanaan hidup;
Rasulullah hidup sederhana, bahkan ketika memiliki peluang untuk kaya raya. Sedangkan para kepala daerah kita sering kali larut dalam gaya hidup mewah: mobil dinas berderet, perjalanan dinas berulang, pesta perayaan digelar besar-besaran, sementara rakyat kecil masih kesulitan biaya pendidikan dan kesehatan.
Jika para kepala daerah benar-benar ingin menjadikan Maulid sebagai momen penting, seharusnya mereka tidak hanya sibuk di atas panggung, tapi juga menjadikan amanah dan kejujuran sebagai kompas kepemimpinan sehari-hari. Tidak ada artinya mengeluarkan kata-kata manis tentang Rasulullah jika kebijakan yang diambil justru menyengsarakan rakyat.
Rasulullah pernah bersabda bahwa sebaik-baik pemimpin adalah yang paling dicintai rakyat karena keadilannya, dan seburuk-buruk pemimpin adalah yang dibenci rakyat karena kezalimannya.
Pertanyaannya: apakah kepala daerah hari ini sudah berada di jalan yang benar? Ataukah mereka hanya menumpang nama Rasulullah untuk memperindah citra di depan rakyat?
Maulid seharusnya menjadi alarm moral: jangan sibuk dengan perayaan tapi lalai dari keteladanan.
Jadikanlah Rasulullah sebagai teladan dalam kejujuran, jadilah pemimpin yang Al-Amin bukan yang Al-Korup. Sebab, yang paling dibutuhkan rakyat bukanlah panggung megah dan sambutan panjang, melainkan pemimpin yang benar-benar meneladani sifat Al-Amin, Amanah, Jujur, dan Adil.
*Pengamat sosial dan politik, tinggal di Jambi

FENOMENA Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti), bukanlah terjadi baru-baru ini saja. Sejak transmigrasi masuk, sudah banyak bekas galian PETI di sepanjang lokasi yang dijadikan perkebunan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Renah Pamenang, Pamenang Selatan misalnya, bekas galian para warga yang mencari butiran emas bisa disaksikan secara kasat mata. Hanya saja cara mereka awalnya hanya mengunakan dulang atau alat tradisional yang digunakan untuk memisahkan butiran pasir dan buliran emas, cara mereka menggalinya pun mengunakan alat sederhana seperti linggis.
Namun memasuki tahun 2010, aktivitas PETI berubah total, dari yang awalnya tradisional, berubah mengunakan mesin dan merambah mengunakan alat berat sampai sekarang.
Tapi diakui atau tidak, di Provinsi Jambi, aktivitas peti khususnya di Jambi Wilayah Barat, seperti Tebo, Muara Bungo, Merangin, dan Sarolangun aktivitas PETI terus terjadi, namun pola-pola yang dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan emas dilakukan dengan tiga cara, seperti dompeng darat, lanting, dan menggunakan box
Dompeng darat, biasanya oknum masyarakat mencari emas menggunakan alat berat dengan cara mengali tanah dengan kedalam tertentu, dibantu dua mesin penyedot air dan mesin penyedot batu dan mampu menampung sampai delapan tenaga kerja, dengan kelebihannya setelah ditambang bisa direklamasi ulang dan bisa ditanami kembali.
Berbeda dengan dompeng lanting, biasanya masyarakat mengunakan rakit buatan yang dilakukan di dalam sungai, dengan cara menyedot batu dan pasir di dalam sungai dengan dua mesin yang biasanya dilakukan oleh tiga tenaga kerja, Terkadang pasir yang disedot dimasukan kembali ke sungai sehingga membuat aliran sungai menjadi dangkal.
Lain halnya PETI menggunakan alat berat yang bekerja, mengambil pasir dan batu menggunakan baket alat berat kemudian dimasukan dalam alat box, dan biasanya ada dua sampai tiga pekerja yang melakukan pekerjaan secara terus menerus di bantaran aliran sungai sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah dan susah untuk direklamasi ulang.
Tentu ada hal yang menarik dari tiga katagori PETI yang sering dilakukan oleh warga, Bagaimana pengunaan merkuri atau logam berat. Dari pantauan penulis, masyarakat yang beraktivitas PETI rata-rata mengunakan logam berat untuk memisahkan emas dari pasir hitam dengan cara memasukan ke dalam ember, kemudian diaduk di satu tempat agar logam berat tidak terbuang lalu di peras mengunakan kain tipis untuk memisahkan emas dan logam berat, atau bagi masyarakat pendompeng mengenalnya dengan istilah “ngepok”, setelah terpisah air tak tadi dimasukan ke dalam botol untuk bisa dipergunakan lagi.
Lalu kemana para pemain petugas menjual hasilnya? Banyak di sejumlah tempat yang biasa menampung hasil PETI, ada pemilik modal yang bekerja sama dengan cara main “DO”, dengan sistem pembelian yang berbeda dengan harga toko emas, dan ada juga yang langsung menjual lepas ke penadah emas dengan harga yang lebih tinggi di banding pemilik “DO”. Tak perlu harus menelisik toko emas mana yang menjadi langganan pelaku PETI menjual hasilnya dan “aman dari pengamatan petugas” dan sudah jadi pengetahuan umum masyarakat Merangin.
Dari sisi ekonomi, bagi sebagian masyarakat, kerja di Penambangan Emas Tanpa Izin tentu sangat menjanjikan, sebab banyak masyarakat yang tertolong dari pinjaman pinjol, tagihan angsuran bank, angsuran kredit motor dan biaya anak sekolah, belum lagi bagi oknum NGO, oknum organisasi profesi, institusi tertentu, yang sering mendapatkan rezeki dari para pemilik mesin dompeng, walaupun hanya sekedar berbasa-basi dengan pemilik PETI.
Lalu bagaimana PETI yang sudah terjadi puluhan tahun tetap berlangsung sampai saat ini? Meskipun sudah banyak pekerja PETI yang tertangkap dan dipenjara, apakah ada efek jera?
Bagi sebagian kecil pekerja pasti dapat efek jera, sebab hanya pekerja saja yang jadi tumbal dan jarang pemilik dan pemodal PETI yang tertangkap. Namun fakta di lapangan bisa dilihat hari ini dirazia aparat keamanan berhenti bekerja, besok pasti sudah bekerja lagi demi tuntutan kebutuhan perut.
Terkadang ada juga faktor x yang berpengaruh, agar saat razia terkesan ada hasil, di lokasi tertentu para pemilik alat berat dan dompeng bisa berkoordinasi dengan baik dengan para oknum, maka sudah pasti akan selamat, tetapi jika di satu wilayah para pemain alat berat dan pemilik dompeng di anggap “pelit”, dan sering masuk pemberitaan bisa dipastikan bakal ada yang kena, dan ini fakta yang terus menerus terjadi.
Mari kita lihat bagaimana peran penting PETI yang dicaci tetapi membawa rezeki. PETI tidaklah akan berjalan sampai hari ini jika bahan bakar distop dari hulunya, tetapi ada fakta lainnya yang tidak bisa dipisahkan, ibarat PETI adalah gula manis, tentu banyak jenis semut yang mendekati untuk mendapatkan rasa manisnya.
Siapa yang berani menjual bahan bakar PETI seperti solar subsidi dalam jumlah besar jika bukan ada oknum aparat keamanan yang bermain? Pemandangan antrian solar subsidi pasti mengular di sejumlah SPBU di Merangin yang menyediakan bio solar, banyak cara dilakukan dengan mengisi berkali kali dengan nomor barcode yang berbeda beda, lalu hasil antrian solar sudah pasti sudah ada pembeli yang dijual ke lokasi PETI. Lalu kenapa PETI bisa sebagian aman saat dirazia dan sudah bocor duluan saat didatangi ke lokasi, sudah bisa diduga ada oknum aparat keamanan yang pasti ikut mendapatkan bagian dari kegiatan ilegal tersebut, dan bahasa sederhananya adalah mendapatkan “bulanan” per alat berat di setiap wilayah di Merangin pasti berbeda beda nominalnya.
Lalu ada peran Pemerintah Daerah yang tidak mau kehilangan cara, dengan menerbitkan surat edaran Kepala Daerah yang ditujukan kepada perangkat pemerintahan kecamatan hingga level desa untuk tidak terlibat PETI, apalagi Kades merupakan pemangku adat di desanya.
Situasi ini tentunya mudah disampaikan tapi sulit dikerjakan. sebagian besar masyarakat di Merangin sudah puluhan tahun banyak yang bekerja dan menggantungkan hidup di sektor “per-PETI-an” , dan saat pemerintah menghimbau tidak melakukan aktivitas PETI tetapi sayangnya edaran tersebut tidak disertai solusi konkrit yang bisa dikerjakan masyarakat agar bisa beralih ke pekerjaan lainnya selain kerja PETI.
Jikalau mau dan serius dalam memberantas PETI, Pemerintah Daerah wajib membentuk Tim Terpadu untuk melakukan kerja sama dan secara serius mencarikan solusi agar masyarakat bisa mendapatkan pilihan pekerjaan selain PETI, dan berani tegas untuk menindak semua oknum aparat keamanan yang berani menjual BBM kepada para pelaku PETI, tidak menerima uang bulanan, dan sama-sama mengawal kebijakan soal wilayah pertambangan rakyat, bagaimana izin pertambangan rakyat bisa didapatkan, sehingga tidak ada lagi cara-cara ilegal untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup masyarakat banyak.
Seperti kaga pepatah, jika air keruh di hilir tengoklah dari hulunya.
Salam santun.
*Penulis adalah wartawan DETAIL.ID yang tinggal di Kabupaten Merangin.
OPINI
Pembangunan Stockpile Batu Bara dan Penolakan Warga: Ujian Serius Bagi Pemerintah
Oleh: Eko Saputra S. Lumban Gaol, SH*

PEMBANGUNAN stockpile batu bara di Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, telah memicu gelombang penolakan besar. Warga menilai proyek ini bukan sekadar persoalan teknis perizinan, tetapi ancaman langsung terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak hidup mereka.
Provinsi Jambi selama ini menjadi salah satu lumbung batu bara nasional. Namun, di balik sumbangan devisa, masyarakat justru menanggung dampak: jalan rusak akibat truk over tonase, kemacetan kronis, polusi udara yang memicu penyakit, dan meningkatnya kecelakaan lalu lintas yang berujung korban jiwa. Terakhir, pembangunan stockpile batu bara di tengah pemukiman padat semakin memperparah beban masyarakat.
Pemerintah Harus Memihak Rakyat
PT Sinar Anugerah Sukses (SAS), pemilik IUP ±1.273 hektare di Sarolangun, mengklaim memiliki izin sah untuk membangun stockpile sekaligus pelabuhan pengangkutan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan minimnya keterbukaan:
- Tidak ada sosialisasi yang layak bagi warga terdampak.
- Lokasi di jantung pemukiman yang rawan banjir, macet, dan polusi.
- Dugaan pelanggaran tata ruang dan peruntukan lahan.
Penolakan pun meluas, para aktivis lingkungan, mahasiswa, pemuda, hingga warga sekitar menegaskan ketidaksetujuan mereka. Bagi masyarakat, proyek ini bukan peluang ekonomi, melainkan ancaman hidup.
Klaim PT SAS soal kepatuhan izin tak bisa menjadi tameng. Pemerintah dari pusat hingga kota dituntut berhenti bersikap pasif. Jika izin memang diberikan, prosesnya perlu diaudit terbuka. Bila memang menyalahi RTRW atau mengancam keselamatan warga, pencabutan izin atau relokasi harus menjadi langkah tegas.
Just Transition Bukan Sekadar Konsep
Transisi energi yang adil (Just Transition) adalah pendekatan yang menekankan perlunya transisi energi yang adil, inklusif dan adil untuk semua pihak. Di Aur Kenali, Just Transition menjadi satu hal yang prinsip, tidak ada pembangunan yang mengorbankan kesehatan, keselamatan, dan ruang hidup warga yang mengatasnamakan investasi dan keuntungan segelintir perusahaan.
Penolakan warga Aur Kenali adalah peringatan keras bahwa investasi tak boleh menindas hak masyarakat, tapi seyogyanya mendorong transisi energi dan ekonomi yang adil, dengan memastikan tidak ada yang tertinggal.
Pemerintah wajib hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar pemberi izin. Tanpa keberpihakan tegas, pembangunan stockpile batu bara hanya akan meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam.
*Warga RT 014/002 Desa Mendalo Darat, mahasiswa Pascasarjana Universitas Jambi dan Ketua DPC FSB NIKEUBA Muarojambi