LINGKUNGAN
Proyek Box Culvert Jalan Lintas Tebo Kilometer 4 Diduga Tak Punya Dokumen Lingkungan
DETAIL.ID, Tebo – Pekerjaan Box Culvert yang berlokasi di Jalan Lintas Tebo – Bungo Kilometer 4 diduga tidak memiliki dokumen lingkungan. Pasalnya pekerjaan yang dianggarkan dari dana APBD Provinsi ini mempengaruhi terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
Saat media ini turun langsung ke lokasi pekerjaan pada Minggu, 5 September 2021 terlihat jelas dampak negatif yang ditimbulkan akibat pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut. Di antaranya terjadinya gangguan kemacetan kendaraan yang melintas, debu yang bertebaran di sekitar lokasi sehingga menyebabkan kualitas udara menurun.
Ketua Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH), Hary Irawan sangat menyayangkan kualitas pekerjaan tersebut. Ia mengatakan mestinya kontraktor pelaksana harus memperhatikan dampak yang timbul akibat proyek tersebut.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]
“Jujur saja, saya pun salah satu orang yang sering melintas di jalan itu. Bukan hanya macet, akan tetapi debu yang bertebaran menyebabkan menurunnya kualitas udara yang bersih, sehingga membuat sangat tidak nyaman,” kata Hary Irawan pada Minggu, 5 September 2021.
Apalagi, kata Hary Irawan, pekerjaan Box Culvert ini dilakukan bukan hanya di siang hari namun sampai malam pun mereka masih bekerja. Menurutnya, tentu hal ini juga berpengaruh terhadap meningkatnya tingkat kebisingan sehingga ia menduga para warga yang tinggal di sekitar lokasi kegiatan proyek ini pun merasa terganggu.
Jika merujuk ke pada PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Permen LHK RI Nomor 04 tahun 2021 tentang Jenis Rencana Kegiatan/atau Usaha Wajib AMDAL , UKL UPL, dan SPPL, seharusnya setiap pekerjaan yang berisiko akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan wajib memiliki dokumen lingkungan.
“Saya menduga, proyek tersebut belum mempunyai dokumen lingkungan, jika pun sudah ada, artinya pihak kontraktor pelaksana tidak menjalankan tanggung jawab pengelolaan lingkungan akibat dari kegiatan proyek tersebut,” ujar Hary.
Diakui Hary, dalam waktu dekat melalui kelembagaan, dirinya akan menyurati instansi terkait untuk menanyakan apakah proyek pekerjaan ini sudah mempunyai dokumen lingkungan hidup.
Selain itu juga, kata Hary, dirinya juga akan menyurati Dinas LH dan Perhubungan Kabupaten Tebo untuk meminta bantuan melakukan uji parameter udara di lokasi proyek dan sekitar proyek. Apabila nanti dari hasil uji parameter kualitas udara melebihi ambang batas, tentunya ini sudah menjadi pelanggaran Hak Atas Lingkungan Hidup.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]
Terakhir dikatakan Hary, hal ini sangat dianggap penting, mengingat akibat dari kegiatan proyek tersebut sudah berdampak terhadap lingkungan hidup, apalagi setiap
orang mempunyai hak untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat sesuai dengan pasal 65 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
LINGKUNGAN
Izin Belum Lengkap, DLH Hentikan Sementara Operasional Stockpile Batu Bara PT GSB
DETAIL.ID, Jambi – Aktivitas stockpile batu bara PT Gelora Sukses Bersama (GSB) di Tenam, Batanghari ditutup sementara oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi. Penutupan sementara disebut ikhwal perizinan yang belum lengkap oleh PT GSB.
Menurut Kabid Penaatan DLH Provinsi Jambi, Budi Hermanto, awalnya pihaknya mendapati laporan masyatakat soal keberadaan stockpile yang belum dilengkapi oleh perizinan lingkungan tersebut. Tim PPNS PPLH lantas turun ke stockpile PT GSB dan melakukan penutupan pada Rabu, 17 Desember 2025.
Menurutnya sanksi penutupan sementara sejalan dengan amanat UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2022 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Ada informasi, pengaduanlah. Setelah kita verifikasi ke lapangan ternyata memang ada stockpile. Kita turun ke situ PPNS PPLH, ternyata mereka belum bisa menunjukkan dokumen, intinya dokumen persetujuan lingkungan dan dokumen pengelolaan air limbah,” ujar Budi pada Jumat, 19 Desember 2025.
Budi juga mengkhawatirkan bahwa aktifitas stockpile PT GSB bakal berujung pada pencemaran lingkungan sekitar. Hal tersebut kemudian berujung pada penutupan sementara stockpile PT GSB.
Artinya, kata Budi, perusahaan perlu menyelesaikan dulu segala perizinan lingkungan untuk kemudian bisa kembali beroperasi secara legal.
“Kalau cepat mereka menyelesaiakan perizinannya, ya cepat (operasional diizinkan). Cuman ini akan tetap dilakukan sanksi penindakan administratif,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Bocor! Minyak dari Gudang BBM Ilegal PT Kerinci Toba Abadi Cemari Lingkungan Sekitar
DETAIL.ID, Jambi – Gudang BBM ilegal di Kota Jambi lagi-lagi menuai sorotan. Kali BBM meluber dari gudang BBM PT Kerinci Toba Abadi (KTA) yang terletak di kawasan Rt 10, Pal Merah pada Senin, 15 Desember 2025 sekira pukul 00.00 WIB.
Entah bagaimana ceritanya BBM yang bersumber dari gudang ilegal tersebut mengalir ke saluran drainase sekitar, beruntung tidak terjadi kebakaran. Pantauan awak media di lokasi pada Senin siang, 15 Desember 2025, bau solar menyengat di sekitaran gudang.
Tim kepolisian tampak sudah memasangi garis polisi di sekitar gudang. Sementara kondisi gudang tampak sepi, tanpa aktivitas.
Soal insiden di gudang BBM Ilegal PT KTA tersebut, Kasat Reskrim Polresta Jambi Kompol Hendra Manurung dikonfirmasi lewat pesan WhatsApp belum ada respons.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi, Mahruzar mengaku bahwa pihaknya telah mengambil sampel dari BBM yang meluber tersebut.
“Tadi pagi kita bersama pihak Polresta sudah ambil sampel, cuma kalau untuk hasilnya belum keluar,” ujar Mahruzar.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Sarat Masalah Pengelolaan Ekosistem Gambut
DETAIL.ID, Jambi – Sejumlah persoalan dalam kebijakan dan implementasi pengelolaan ekosistem gambut di Provinsi Jambi kembali mengemuka. Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (Warsi) Rudi Syaff, mengungkap eksploitasi besar-besaran terhadap ekosistem gambut berdampak sangat signifikan tergadap perubahan iklim.
Secara sederhana dia menguraikan bahwa kenaikan suhu global berbanding lurus dengan kenaikan permukaan air laut. Gambut di daerah sekitar pesisir pun lebih cepat kering, dan ketika terbakar melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar. Sementara 2023 lalu, Indonesia menyatakan komitmen untuk menahan tingkat emisi diangka 29% secara mandiri.
“Kalau kita mau mempertahankan emisinya. Artinya mempertahankan hutannya dan mempertahankan muka air. Supaya gambut tidak kering dan emisi lepas. Bagaimama mempertahankan gambut, itu yang sangat penting,” kata Rudi Syaf, dalam dialog media Integrated Management of Peatland Lanscape in Indonesia (IMPLI), Kamis 23 Oktober 2025.
50 Persen Gambut Sudah Disulap
KKI Warsi mencatat, terdapat setidaknya 617 ribu hektar Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) di Provinsi Jambi. Namun 50% diantaranya sudah dikonversi menjadi perkebunan sawit maupun Hutan Tanaman Industri (HTI).
Padahal Undang Undang sudah melarang agar lahan gambut dengan kedalaman 3 Meter lebih tidak boleh dikelola untuk perkebunan alias berstatus hutan lindung gambut. Namun dilapangan, kriteria tersebut nyatanya dilabrak oleh pihak-pihak tak bertanggungjwab.
“Karna dia gambut dalam, Undang Undang bilang gambut diatas 3 meter itu (statusnya) lindung. Tapi prakteknya sudah berubah jadi kebun. Ada inkonsistensi kebijakan. Padahal berfungsi sangat penting bagi kehidupan,” ujarnya.
Padahal menurut Direktur KKI Warsi tersebut, lahan gambut Jambi dengan potensi kandungan karbon yang sangat tinggi sejatinya punya nilai ekonomi tinggi bagi Jambi maupun Indonesia jika dimanfaatkan dengan baik sebagaimana skema perdagangan karbon.
Oleh karena itu, ia pun mendorong peran aktif negara hingga penguatan peran masyatakat dalam menjaga dan merestorasi kawasan gambut. Menjaga gambut, kata Rudi, itu menjaga kehidupan, kunci keberhasilan kolaborasi, kebijakan yang berpihak hingga ekonomi lestari.
Penanganan Karhutla Belum Berfokus Pencegahan
Sementara itu Rektor Universitas Jambi Prof. Dr. Helmi yang juga merupakan pakar hukum lingkungan mengungkap persoalan krusial dalam paradigma penanggulangan karhutla yang belum sepenuhnya berfokus pada pencegahan. Prof Helmi, bahkan menilai terdapat politik anggaran yang ‘represif’ dalam hal karhutla.
“Ketika suatu kawasan ditetapkan masuk bencana, baru anggaran penanggulangan dicairkan. Karna (menggunakan) paradigma api dan asap, maka anggaran juga bukan angaran (untuk) mencegah atau mengatasi penyebab,” ujar Helmi.
Rektor Universitas Jambi tersebut berpandangan bahwa setidaknya terdapat beberapa penyebab yang sangat mendasar, mulai dari tata kelola lahan hingga sistem perizinan. Dia kembali mengungkit soal ketentuan perundang-undangan yang mengklasifikasikan gambut dengan kedalaman 3 meter lebih tidak boleh diusahakan lantaran masuk kawasan lindung. Namun pada prakteknya rawan pelanggaran dan minim penertiban.
“Trus apa yang harus dilakukan? Bagaimana kemudian memantau ini secara berkepanjangan? Cabut izinnya jika terjadi karhutla,” katanya.
Berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku, karhutla yang terjadi dalam areal konsesi atau HTI suatu badan usaha, sangsinya jelas yakni berupa pencabutan izin usaha atau administratif.
Namun pada prakteknya, kasus-kasus karhutla masih bergulir panjang pada proses pembuktian di persidangan. Padahal UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah menegaskan soal Strict Liability (Tanggungjawab Mutlak).
Dimana pada prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), perusahaan atau pihak pemegang izin usaha dapat dimintai tanggung jawab hukum atas terjadinya kebakaran di arealnya, tanpa perlu dibuktikan adanya unsur kesalahan atau kelalaian.
“Jadi tidak pas menurut saya, tanggungjawab mutlak itu jelas sangsinya administratif, langsung saja dicabut izinnya,” katanya.
Ditengah tantangan pemulihan, konsistensi kebijakan, tekanan konversi, dan minimnya insentif. Restorasi gambut lewat pengelolaan berkelanjutan FOLU Net Sink atau pemanfaatan hutan dan lahan dengan netral dinilai menjadi kunci. Hal itu demi menjaga kelestarian ekosistem gambut, hingga menekan laju naiknya suhu dan muka air laut.
Reporter: Juan Ambarita

