PERKARA
Digugat Cerai Pas Masih Sayang-Sayangnya, Suami Tega Culik dan Perkosa Istri

DETAIL.ID, Jawa Tengah – SNW (22) menjadi korban penculikan oleh suaminya sendiri. Tak hanya diculik, korban juga disekap selama 3 hari dan diperkosa.
Aksi penculikan terjadi saat Kamis 23 Desember 2021, pagi. Saat itu para tersangka sudah menunggu korban di depan Pengadilan Negeri Agama Blora untuk membuntutinya.
Ketika korban tiba di Jalan Blora-Randublatung tepatnya di wilayah sekitar Desa Semanggi, para pelaku pun melancarkan aksinya. Mereka memanfaatkan kondisi kawasan hutan jati yang lebat dan sepi.
“Para pelaku langsung menyalip mobil korban dan saat itu mobil tersangka langsung menghadang di depan mobil korban,” ujar AKP Setiyanto, Kasat Reskrim Polres Blora mengutip detik.com, 2 Januari 2021.
Para pelaku kemudian turun dari mobil sambil membawa senjata tajam dan menghampiri korban. Tersangka pun menyetrum korban dengan alat setrum yang sudah disiapkan.
“Otak dari penculikan ini adalah MUS (27) yang merupakan suami dari korban,” kata Setiyanto.
Setiyanto menyebut, ada 6 orang tersangka dalam kasus penculikan ini. Termasuk suami korban. Tiga yang sudah ditangkap yakni MUS, MOS (33) dan S (43), sedangkan sisanya masih buron.
“Awalnya tersangka MUS meminta bantuan MOS untuk mencarikan orang yang mau dibayar untuk menculik korban SNW dengan iming-iming upah,” katanya.
Setelah itu, tersangka MOS mengajak tersangka S untuk mencari tiga orang lagi. Setelah mendapatkan orang yang mau melakukan tugas tersebut, kemudian tersangka MUS mengajak berkumpul para tersangka lain untuk merencanakan penculikan tersebut.
“Uang imbalan langsung dibayarkan suami kepada para penculik. Uang imbalan penculikan itu sebesar Rp 50 juta,” lanjutnya.
Motif Penculikan
Setiyanto mengungkap, MUS dan istrinya SNW saat ini sedang proses cerai di Pengadilan Agama (PA). Namun, MUS disebut enggan diceraikan istrinya.
“Motifnya masih sayang dan cinta karena enggan diceraikan. Jadi suami ogah ditinggal pas lagi sayang-sayangnya,” kata Setiyanto.
Sementara itu, korban mengaku selama ini dirinya hanya dijadikan sapi perah oleh suaminya sendiri.
“Saya dan MUS itu bekerja di satu perusahaan yang sama. Perusahaan kami bergerak di bidang penjualan obat-obatan herbal. Saya hanya menjadi sapi perah,” kata SNW saat ditemui detikcom, Kamis 30 Desember 2021.
SNW mengatakan, dalam pekerjaan itu, Memet berposisi sebagai manajer dan dirinya sebagai admin di perusahaan.
Namun, selama bekerja bersama suaminya itu, dirinya tidak pernah mendapatkan hak-haknya dalam bekerja. Bahkan di dalam lingkup pekerjaan, MUS tidak mengakui SNW sebagai istrinya.
Korban pun menyebut bahwa kerap kali menerima perlakuan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Kalau ada pekerja yang tahu status kita sebagai suami istri. Wah siap-siap kena tampar dan pukul. Kadang bikin kopi saja kalau tidak cocok saya langsung ditampar,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, selama menikah sejak 2018 lalu, MUS disebut kerap bermain wanita dan berjudi. Bahkan tanpa sungkan dia memperkenalkan selingkuhan itu ke SNW.
“Pernah juga main wanita dengan sales saya sendiri. Yang paling menyakitkan tiap kali berselingkuh, dia justru menceritakan kejadian tersebut langsung ke saya. Buat apa? Terus saya harus bagaimana? Jika saya hitung, selama menikah sudah ada lebih dari 10 wanita yang pernah berselingkuh dengannya,” terangnya.
Karena tidak kuat dengan perlakuan MUS, akhirnya SNW memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. SNW pun mengajukan gugatan cerai.
PERKARA
Jaksa Nyatakan Banding Atas Vonis Yanto

DETAIL.ID, Jambi – Polemik penolakan putusan majelis hakim terhadap terdakwa Riski Aprianto alias Yanto oknum ASN dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi terus bergulir.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi pun akhirnya menyatakan banding terhadap putusan yang dijatuhkan kepada Yanto, dengan kurungan 2 tahun penjara.
“Jaksa Penuntut Umum Kejari Jambi sudah menyatakan banding, perkara Yanto ASN. Tanggal 8 Juli 2025,” kata Kasi Penkum Kejati Jambi Noly Wijaya pada Selasa, 8 Juli 2025.
Sebelumnya, Yanto divonis 2 tahun penjara, didenda Rp 15 juta, jika tidak dibayar selama 30 hari akan diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan tahanan.
Putusan itu, dibacakan Ketua Majelis Hakim, Suwarjo dalam sidang putusan, di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Kamis, 3 Juni 2025.
Adapun putusan ini, jauh lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dimana Yanto, dituntut 7 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsidair 1 tahun penjara.
Begitupun dengan orang tua korban, Imelda yang teriak histeris usai mengikuti persidangan. Di pekarangan kantor PN Jambi orang tua korban menduga ada permainan atas putusan tersebut.
“Dak puas aku (putusan hakim), 2 tahun katanya. Bermain berarti hakim tuh. Pikirkan kalau anaknyo yang dikayak gitu kan, biso dak dia ngasih hukuman segitu!. Dak terimo. Banding aku,” ujar Imelda, berteriak histeris.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Yosi, menyatakan pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Menurutnya, fakta persidangan tak cukup membuktikan dakwaan jaksa terhadap kliennya.
“Kami menghormati putusan hakim, tapi tetap akan pikir-pikir. Menurut kami, klien kami seharusnya dibebaskan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Yosi.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Orang Tua Korban Pencabulan Masih Tak Terima dengan Vonis Rendah Yanto, Imelda Juga Ungkap Soal Tawaran Duit

DETAIL.ID, Jambi – Imelda masih tak habis pikir dengan vonis ringan 2 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim pada Yanto alias Risky Aprianto. Orangtua korban pencabulan tersebut bahkan menilai jika Yanto memutarbalikkan fakta sepanjang persidangan.
Dalam pertimbangan hal yang meringankan, sebagaimana Hakim Suwarjo menyebut terdakwa berperilaku sopan dan mengakui perbuatannya di muka persidangan. Juga dibantah oleh Imelda, menurut Imelda Yanto bahkan tidak pernah meminta maaf secara langsung pada keluarganya.
Padahal imbas aksi pencabulan yang dilakukan Yanto terhadap putranya yakni A (14), anak Imelda itu kini mengalami trauma berkepanjangan. Korban yang masih duduk di bangku SMP itu juga disebut kerap mengalami bullying ikhwal peristiwa yang dialaminya.
“Masih (trauma) sampai sekarang. Emosinya tuh kalau dia marah tuh, enggak stabil,” kata Imelda, Sabtu 5 Juli 2025.
Imelda juga mengungkap bahwa semenjak kasus pelecehan sesama jenis yang menimpa anaknya tersebut mulai mencuat di media massa, sampai ditangani polisi hingga bergulir di pengadilan. Rumahnya silih berganti didatangi orang tak dikenal.
Mereka berupaya meloby negoisasi agar kedua pihak bisa berdamai. Dalam negoisasi bahkan Imelda bilang keluarganya pernah dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Namun semua tawaran duit gede tersebut diabaikan oleh Imelda bersama keluarga. Mereka takut, perkara serupa bakal kembali berulang kepada anak-anak yang lain. Terlebih pelaku Yanto sendiri disebut tak pernah meminta maaf secara langsung.
“Ado sampai 1 (Rp 1 M), ibu mau berapa Rp 500, Rp 1 M. Itu dikirim lewat WA, saya screnshoot saya kirim ke JPU. Wah banyak yang datang, saya yang ketakutan jadinya. Sampai jam setengah 12 malam datang,” ujarnya.
Sementara itu Ketua LPAI Provinsi Jambi Amsyarnedi Asnawi menyayangkan vonis ringan 2 tahun kepada Yanto. Dia juga bertanya-tanya, kenapa pasal yang dikenakan dalam perkara Yanto bukan Pasal Perlindungan Anak, melainkan Pasal Tindak Pidana Pencegahan Kekerasan Seksual (TPKS).
Padahal menurut Eed sapaan akrabnya, segala unsur telah terpenuhi dalam riwayat perkara. “Seharusnya kalau (pakai) UU Perlindungan Anak jelas itu menyatakan 5 tahun minimal. Kalau pun hakim punya hati nurani, ya minimal 5 tahun pelaku dihukum,” ujar Eed.
Ketua LPAI Provinsi Jambi tersebut pun menegaskan bahwa pihaknya bakal mendorong JPU buat banding. Selain itu ia juga berencana untuk bersurat kepada LPAI pusat. Semua demi mengupayakan agar kasus serupa tak lagi berulang.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Tanggapi Vonis Yanto, LPAI: Miris Terhadap Putusan Hakim yang Tidak Berpihak pada Anak

DETAIL.ID, Jambi – Vonis 2 tahun terhadap Yanto alias Risky Apriyanto, oknum ASN pelaku pencabulan anak di bawah umur langsung mendapat sorotan tajam dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Jambi.
Ketua LPAI Provinsi Jambi, Amsyarnedi Asnawi merasa miris dengan putusan pengadilan yang dalam perkara yang dinilai tidak berpihak terhadap anak, dimana Majelis Hakim yang mengadili perkara memilih menjatuhkan pidana dengan menitikberatkan pada pelecehan seksual dibanding perlindungan anak.
“Ini kasus sodomi yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur tentunya seharusnya hakim harus berpedoman pada UU Perlindungan Anak Nomor 35/2014 yang mana prinsipnya anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan korban seksual,” kata Amsyarnedi menanggapi putusan pada Kamis, 3 Juli 2025.
Lebih lanjut Ketua LPAI Jambi itu bilang, bahwa jika hakim mengacu pada UU PA, terdakwa bisa diputus serendah-rendahnya 5 tahun pidana penjara atau maksimal 15 tahun.
Dia pun menilai bahwa keluarga korban sudah selayaknya banding atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut.
“Harus banding dan LPAI mengharapkan di pengadilan banding, hakim akan memutuskan hukuman maksimal,” ujarnya.
Sementara ibu korban yakni Imelda, usai sidang dengan penuh emosi tak terima atas vonis rendah yang diberikan hakim pada terdakwa. Dengan lantang dia menuding hakim telah bermain dalam perkara anaknya.
“Dak puas aku, 2 tahun katanya. Aku dak puas nian. Masa percobaan pula 2 tahun tuh. Bermain berarti hakim tu. Pikirkan macam mano kalau anaknya yang dikayak gitukan. Biso dak dia ngasih hukuman segitu. Dak terimo, banding aku,” ujar Imelda.
Reporter: Juan Ambarita