PERKARA
Program “POLISI MENCAIR” Kapolres Batanghari Disambut Antusias Masyarakat

DETAIL.ID, Batanghari – Kapolres Batanghari AKBP Dwi Mulyanto memiliki tiga jurus jitu pendekatan mencegah kejahatan. Tiga jurus jitu yang terbalut dalam program “POLISI MENCAIR” rupanya mendapat antusias masyarakat.
Jurus jitu pertama adalah pendekatan secara sosial berupa mencari akar masalah. Jurus jitu kedua adalah pendekatan secara situasional berupa dimana ada kejahatan disitu ada polisi. Jurus jitu ketiga adalah pendekatan secara kemasyarakatan yang dilakukan Bhabinkamtibmas dan Intelijen.
“Tujuannya agar masyarakat menjadi polisi bagi dirinya sendiri dan membuat pintar masyarakat. Begini tidak boleh, begitu tidak boleh. Sehingga dia bisa menjaga dirinya tidak melakukan itu dan dia bisa menjaga orang lain,” kata mantan Kapolres Kerinci ini kepada detail, Jumat (3/4/2020) diruang kerjanya.
Dwi berujar konsep “POLISI MENCAIR” ini lebih kepada pencegahan kejahatan dengan pendekatan secara sosial dan kemasyarakatan. Pencegahan mencari akar masalah sangat efektif dilakukan karena mendengar langsung keluhan dari masyarakat. Mulai masalah ideologi, politik, ekonomi sosial, budaya dan keamanan.
“Politik misalnya, ada anggota PPK yang tidak mengetahui apa-apa cuma karena keluarganya anggota KPU. Ini bisa menjadi masalah kedepannya. Karena ketika dia tidak profesional dalam menangani tugas, dia akan distir dengan yang menjadikan dia PPK. Disuruh apapun dia mau, bahkan bisa dijadikan jaringan untuk melakukan kejahatan komplotan untuk memanipulasi data,” ucap perwira melati dua ini.
Untuk dapat mencari informasi yang sebenar-benarnya, kata Dwi, polis harus egaliter. Ia selalu menyampaikan kepada masyarakat setiap pelaksanaan program “POLISI MENCAIR” bahwa kehadirannya bukan sebagai Kapolres.
“Saya datang sebagai masyarakat, kebetulan saya mejadi polisi dan saat ini saya menjabat Kapolres. Artinya apa, saya dan bapak tidak ada jarak. Bapak jangan takut menyampaikan sesuatu, sampaikan saja,” ujarnya.
Jika suatu permasalahan bisa ditangani oleh Kapolsek, Dwi akan minta Kapolsek bergerak cepat. Ia telah memberikan bekal setiap anggota dengan laporan informasi. Jadi semua keluhan masyarakat ditulis dan dikumpulkan ke Intel. Selanjutnya Intel nanti menyaring informasi apa yang didapat.
“Apabila permasalahan masyarakat tidak bisa diselesaikan polisi, maka saya selaku Kapolres nanti akan bekerjasama dengan pemerintah daerah. Apalagi itu menyangkut kebijakan pemerintah daerah,” katanya.
Dwi mencotohkan angka putus sekolah pada satu desa cukup tinggi. Kondisi ini menjadi salah satu pemicu kejahatan semakin merajalela. Berbekal informasi ini dia selaku Kapolres Batanghari akan cek ke Polsek setempat. Ternyata beberapa kali pelaku kejahatan yang ditangkap polisi orang-orang putus sekolah dan tidak mempunyai pekerjaan.
“Inilah kesempatan kami bekerjasama dengan pemerintah daerah. Disini ada nggak Balai Latihan Kerja (BLK) dengan Dinas Sosial? Kita data berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar dimasukkan ke BLK. Kita lihat dulu potensi yang bisa dimasukkan oleh tenaga kerja disini. Misalnya, ada banyak bengkel, misalnya ada banyak perusahaan yang membutuhkan satpam, misalnya ada banyak perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja di pabrik,” ucapnya.
Setelah mereka pintar dan mendapat sertifikat, kata Dwi, Pemda Batanghari bisa membantu menyalurkan. Perusahaan di panggil. Tentunya sebelum dilatih, Pemda mempunyai data ternyata di perusahaan A, B dan C itu membutuhkan apa.
“Tapi kalau kita tidak mencari informasi dari masyarakat, kita tidak tahu kita penyebab kejahatan. Setelah mendapatkan dan disalurkan, tentunya dia akan bekerja ditempat itu. Kan aman daerahnya. Dia jangankan berpikir mau mecuri, habis pulang kerja sudah capek,” katanya.
Permasalahan lapangan pekerjaan akan disampaikan Dwi melalui rapat bersama Forkompinda atau ketika dia bertemu Bupati Batanghari. Bisa juga disampaikan melalui Kominda (Komoniti Intelijen Daerah) kemudian rekomendasi disampaikan kepada Bupati.
“Kemudian Bupati akan mengajak rapat Forkompinda untuk membahas itu. Sebab agka kejahatan pencurian dan kejahatan lainnya meningkat menjelang lebaran yaitu pada saat puasa dan menjelang puasa,” ucapnya.
Kabupaten Batanghari sangat berpotensi sekali mengurangi angka kejahatan karena banyak perusahaan. Perusahaan bisa mempekerjakan masyarakat lokal dengan keahlian masing-masing.
“Kalau mau di data (perusahaan) itu gampang,” ujarnya.
Program “POLISI MENCAIR” berlangsung sejak pekan lalu. Dwi mengklaim situasi ini tepat dilakukan pasca wabah COVID-19 karena masyarakat di rumah akibat situasi mencekam. Masyarakat lebih mudah dijumpai karena mereka selalu berada dalam rumah.
“Tapi memang untuk melakukan sesuatu kita harus tahu teorinya agar praktik di lapangan terarah. Ibarat kita mau perang, kita harus tahu sifat lawan kita,” katanya.
Dwi berkata Program “POLISI MENCAIR” telah diakukan selama 2,7 tahun sewaktu dia menjabat Kapolres Kerinci. Setiap kunjungi ke rumah-rumah masyarakat dia selalu membawa oleh-oleh. Tujuannya agar masyarakat yang dikunjungi merasa tidak direpotkan oleh kehadiran Kapolres.
“Kemarin saya lakukan POLISI MENCAIR di Kecamatan Pemayung. Mereka bahkan menyampaikan selama ini belum pernah rumahnya didatangi Kapolres. Namun bagi kami tidak ada istimewanya kami. Karena kami memang harus melayani mereka, bukan kami mau dilayani,” ucapnya.
Program “POLISI MENCAIR” terfokus di tempat kerawanan agar polisi bisa segera menyelesaikan kerawanan itu dengan menggali informasi dari masyarakat. Bagi masyarakat yang rumahnya telah dikunjungi tentu akan menjadi kebanggaan terhadap Polri.

PERKARA
Sidang Praperadilan Aktivis Tani Thawaf Aly Digelar di PN Jambi, Kuasa Hukum Sebut Penangkapan Tak Sah

DETAIL.ID, Jambi – Sidang praperadilan aktivis tani Thawaf Aly terhadap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Senin pagi, 20 Oktober 2025.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim Halim Tunggal Deny Firdaus, tim kuasa hukum Thawaf Aly yakni Ahmad Azhari, Agus Efandri, Syamsurizal, dan Ringkot Nedy Harahap dari Pantasirua & Yatsirubisatya Law Firm menilai penetapan, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly oleh penyidik Subdit III Jatanras Polda Jambi tidak sah oleh karena itu harusnya batal demi hukum.
Mereka menilai tindakan penyidik melanggar Pasal 77 huruf a KUHAP karena dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa bukti permulaan yang cukup. Kuasa hukum juga menilai dasar kepemilikan lahan yang digunakan penyidik, yakni sporadik tahun 2013, tidak relevan dengan lokasi perkara.
Dalam petitumnya, mereka meminta majelis hakim menyatakan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly tidak sah serta memerintahkan Polda Jambi untuk segera membebaskannya.
“Penetapan hingga penahanan terhadap klien kami dilakukan sebelum pemeriksaan selesai, tanpa dasar hukum yang sah, dan melanggar hak asasi manusia,” ujar Ahmad Azhari.
Kasus ini bermula dari dugaan pencurian buah sawit di lahan pelepasan kawasan hutan yang belum dibebani hak apa pun di Desa Merbau, Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Thawaf Aly ditangkap pada 29 September 2025 atas tuduhan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP.
Kuasa hukum menilai kasus tersebut sarat rekayasa dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap petani, karena akar persoalannya adalah sengketa lahan antara petani Merbau dan pengusaha sawit asal Medan, Sucipto Yudodiharjo.
“Ini skenario konflik lahan antara korporasi dan rakyat kecil. Penangkapan terhadap Thawaf Aly sangat tidak berdasar dan sarat kepentingan,” ujar Azhari.
Rekan setimnya, Agus Efandri menilai penegakan hukum terhadap mafia tanah seperti Sucipto sangat lemah, sementara petani kecil justru menjadi korban.
“Mafia tanah seperti Sucipto bebas, sementara petani seperti Thawaf Aly langsung ditangkap. Ini bentuk ketimpangan hukum yang harus dilawan,” ujarnya.
Perkara hukum yang kini mebjerat aktivis petani Thawaf Aly juga menjadi sorotan dari kalangan aktivis mahasiswa, Vikri selaku Menko Gerakan BEM Universitas Jambi, menyatakan mahasiswa akan terus mengawal proses hukum tersebut.
“Kami akan melakukan eskalasi perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengkriminalisasi petani. Ini bukan sekadar kasus hukum, tapi soal keberpihakan negara kepada rakyat,” katanya.
Sementara pihak termohon, melalui kuasa hukumnya, mengklaim bahwa penetapan Thawaf Aly sebagai tersangka telah dilakukan sesuai prosedur hukum dan berdasarkan alat bukti yang sah.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang sesuai serta dapat dibuktikan dalam tahap pembuktian selanjutnya,” ujar kuasa hukum termohon di hadapan majelis hakim.
Polda Jambi juga membantah adanya pelanggaran prosedur dalam proses penangkapan dan penahanan, serta menyatakan seluruh tindakan penyidik didukung bukti permulaan yang cukup.
Atas segala klaim tersebut, pihak pemohon masih akan mengungkap sejumlah fakta lebih lanjut dalam persidangan yang masih bakal terus bergulir di PN Jambi.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
RSUD Mattaher Respons Soal Laporan Polisi, Katanya Sudah Sesuai Prosedur Tangani Pasien

DETAIL.ID, Jambi – Setelah dilaporkan ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik dan penjualan alkes, pihak RSUD Mattaher akhirnya angkat bicara. Wakil Direktur Pelayanan RSUD Raden Mattaher, Anton Triyartanto mengaku bahwa kasus yang menyeret dr Deri Mulyadi dkk, sudah lama diproses.
Pembahasan bahkan melibatkan Komite Medik RSUD Mattaher, Komite Etik IDI Jambi, Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), hingga Ombudsman. Hasilnya disebut RSUD Mattaher sudah sesuai prosedur dalam penanganan pasien.
“Ini sudah dibahas sebelumnya, antara RSUD Mattaher, Ombusman dan dari pihak Penasehat Hukum pasien. Bahwa RSUD Raden Mattaher sudah melaksanakan sesuai prosedur,” ujar Anton pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Mattaher tersebut mengungkap bahwa dr Deri selaku pihak yang terseret dalam laporan polisi pasien baru-baru ini, merupakan dokter mitra (PNS) dari Universitas Jambi yang mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum proses Pilkada 2024 lalu. Jadi, kata Anton, bukan diberhentikan oleh RSUD Mattaher.
Soal dugaan permintaan sejumlah uang demi alat bantu sendi sebagaimana terungkap dalam laporan polisi Kualam. Wadiryan Mattaher menegaskan bahwa RSUD tidak pernah memungut biaya kepada pasien BPJS kelas 3. Semua biaya layanan digratiskan.
“Terkait dugaan penarikan biaya, RSUD Mattaher tidak pernah memungut biaya tambahan terhadap pasien BPJS kelas 3. Cuma kalau keterangan pasien seperti itu, perlu pembuktian lagi dia bayar sama siapa? Yang jelas rumah sakit tidak pernah ada penarikan biaya dari pasien BPJS kelas 3, kita haramkan itu,” katanya.
Sementara dalam kronologi sebagaimana dilaporkan ke Polda Jambi, Kualam mengaku dimintai sejumlah uang terkait biaya kekurangan alat bantu sendi yang sudah dipasang di lutut Kualam, lewat orang suruhan dr Deri. Setelah mendapat telepon, pihak keluarga saat itu kemudian memberikan uang permintaan tersebut. Sekalipun Kualam masih terbaring lemah, tak bisa menggerakkan kakinya.
Anton Triharyono juga mengklarifikasi terkait kondisi Kualam yang tak kunjung membaik pasca operasi lulut, pihak RSUD kemudian sudah mengarahkan untuk rujuk ke RSUD Tipe A di Palembang. Namun entah bagaimana ceritanya, harapan Kualam untuk sembuh malah berakhir pupus di RS Mitra, yang notabenenya masih rumah sakit Tipe C.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Jadi Lumpuh! Pasien Polisikan Dokter RSUD Mattaher Atas Dugaan Malpraktik dan Penjualan Alkes

DETAIL.ID, Jambi – Kualam, seorang warga Kasang Pundak, Kumpeh Ulu didampingi tim kuasa hukumnya melaporkan dokter spesialis Ortopedi RSUD Raden Mattaher sekaligus RS Mitra yakni dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik serta penjualan alat kesehatan yang tidak sesuai standar.pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Kualam merasakan nyeri pada lututnya dan berobat ke RSUD Raden Mattaher pada 9 Oktober 2023 lalu. Kala itu dr Deri disebut menyampaikan bahwa Kualam harus menjalani operasi lutut dan kemudian dipasangi alat pengganti sendi yang dibeli dari China.
Namun biaya operasi disebut-sebut oleh dr Deri tidak ditanggung oleh BPJS. Sehingga korban harus membayar senilai Rp 35 juta. Korban yang memikirkan kesehatannya menyetujui dan operasi lantas dilakukan oleh dr Deri beserta 5 orang rekannya di kamar bedah RSUD Raden Mattaher pada 3 November 2023. Namun sayangnya operasi lutut dan pemasangan alat pengganti sendi tersebut rupanya tak bikin korban sembuh.
“Sejak operasi dilakukan luka pada bekas operasi tidak kunjung sembuh dan keluar darah, tiap kontrol hanya diberi penghilang nyeri. Karena terus mengeluarkan darah dan bernanah, korban meminta untuk diperiksa takut infeksi. Kondisi korban makin parah pada 23 Juli 2024, sehingga dirawat di UGD selama 2 Minggu,” kata Bahari, kuasa hukum Kualam pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Karena kondisi korban makin parah, alat pengganti sendi yang diklaim dr Deri berkualitas bagus dan berasal dari China terasbut kemudian dioperasi kembali oleh asisten dr Deri, yakni dr Zaki Asad. Dan setelah barang tersebut diangkat, lutut korban akhirnya kering.
Saat itu dr Deri disebut masih menyampaikan harapan bagi korban untuk bisa sembuh, namun harus pindah ke RS Mitra dengan alasan alat lebih lengkap. Dan juga pengurusannya hanya dikenakan biaya senilai Rp 5 juta dengan alat lain ganti sendi yang kualitasnya lebih baik.
“Karena percaya dengan ucapan dokter tersebut dan harapan besarnya untuk sehat kembali, korban kemudian menyetujui lagi,” ujarnya.
Namun alangkah kecewanya korban, ketika bertemu kembali dengan dr Deri di RS Mitra. Korban kembali dihadapkan pada pilihan berat.
“(Terlapor) dia mengatakan pada klien kita, agar kaki kirinya dimatikan atau dibuat lurus saja, biaya ditanggung BPJS tetapi kalau mau dioperasi dengan alat kemarin (alat bantu sendi serupa) boleh juga. Sehingga klien kita bukan cuma sakit di lutut lagi, tapi stres juga,” katanya.
Pasca operasi di RSUD Raden Mattaher, korban pun mengalami kelumpuhan hingga kini. Lewat kuasa hukumnya, Kualam beberapa kali melayangkan somasi meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak RSUD Mattaher atas tindakan Dr Deri Mulyadi. Namun tak ada respons hingga saat ini.
Malahan pihak rumah sakit diduga lepas tangan, dengan memberhentikan sang dokter. Sehingga tak lagi berpraktik di RSUD Mattaher. Kualam pun muak, lewat kuasa hukumnya kini ia resmi melaporkan dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi, atas dugaan malpraktik hingga penjualan alkes yang tak sesuai standar.
Hingga berita ini terbit, awak media masih berupaya menghimpun informasi lebih lanjut pada pihak-pihak terkait.
Reporter: Juan Ambarita