PERKARA
PT Bahari Energi Sentosa Diduga Timbun Ribuan Liter BBM Ilegal dalam Aset Perusahaan Pailit PT JNE

DETAIL.ID, Jambi – Sampai saat ini keberadaan tiga armada agen penyalur BBM industri bermerek PT Bahari Energi Sentosa (BES) berkapasitas 5.000 liter, beserta puluhan tedmon solar diduga kuat ilegal pada gudang eks perusahaan pailit PT Jambi Nusantara Energi (JNE) masih terus menuai tanya.
Temuan menggegerkan oleh pihak Polsek Maro Sebo bersama Kurator yang ditunjuk oleh PN Niaga Medan ketika pencatatan aset perusahaan pailit di eks PT JNE pada Sabtu, 8 Maret 2025 tersebut pun menguatkan dugaan, bahwa terdapat oknum-oknum tak bertanggungjawab yang memanfaatkan gedung eks penampungan cangkang sawit PT JNE sebagai lokasi penimbunan solar ilegal.
Masalah kian pelik lantaran pihak-pihak yang memanfaatkan lokasi gudang eks PT JNE tersebut seolah menghilang bak ditelan bumi dan seolah tidak termonitor oleh pihak kepolisian. Barang bukti diduga solar ilegal itu pun disebut saat ini berada dalam gudang eks PT JNE dan dikuasai kurator, namun tidak tercatat dalam hitungan aset eks PT JNE.
“Dikuasi oleh kurator, sampai saat ini belum ada yang mengaku memiliki,” kata Kapolres Muarojambi AKBP Heri Supriawan pada Kamis kemarin, 13 Maret 2025.
Lebih lanjut Kapolres menyampaikan beberapa poin terkait temuan BBM solar diduga ilegal tersebut, bahwa perkara pailit eks PT JNE selanjutnya dilaksanakan sidang pada Kamis 13 Maret 2025 di PN Niaga Medan dengan dihadiri pihak dari eks perusahaan maupun pihak lain.
Apabila terdapat pihak yang mengklaim barang-barang (BBM solar serta armada BBM indusri) tersebut dan bisa menunjukkan bukti kepemilikan/alas hak setelah perusahaan dinyatakan pailit maka akan dikembalikan kepada pemilik yang berhak.
“Apabila bahwa barang-barang tersebut di atas bukan merupakan aset eks PT Jambi Nusantara Energi maka selanjutnya PN Niaga Medan melalui tim kuratornya akan berkoordinasi dan bersurat dengan Polres Muaro Jambi guna penyelidikan lanjutan,” kata Kapolres dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu salah satu Tim Kurator yang ditunjuk oleh PN Niaga Medan dalam kasus ini yakni Eri Pulungan, dikonfirmasi lewat WhatsApp soal temuan ribuan liter solar beserta 3 armada BBM industri diduga ilegal tersebut. Apakah sudah ada yang mengklaim atau tidak, Eri belum merespons.
Sebelumnya Kapolsek Maro Sebo Iptu Jefri Simamora, dikonfirmasi juga mengaku terkejut dengan temuan pihaknya bersama tim kurator tersebut.
“Kami pun terkejut. Saya sebagai Kapolsek kemudian melaporkan temuan tersebut ke Polres. Jadi orang Polres-lah yang ambil alih untuk tindak lanjutnya,” kata Iptu Jefri pada Kamis, 13 Maret 2025.
Respons Kapolsek Maro Sebo yang seolah tidak mengetahui adanya aktivitas penimbunan solar di eks gudang PT JNE selama ini pun kian mengindikasikan betapa aman dan terkendalinya jaringan mafia BBM ini dalam melakukan aktivitas ilegal.
Kini aparat penegak hukum pun didesak untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran hukum atas kasus penimbunan BBM yang melibatkan PT BES di lokasi aset perusahaan pailit tersebut.
Kapolda Jambi baru saja dipimpin Irjen Krisno H. Siregar yang menggantikan Irjen Rusdi Hartono. Masyarakat yakin dan percaya dengan ketegasan Kapolda Jambi yang baru.
Reporter: Juan Ambarita

PERKARA
Sidang Praperadilan Aktivis Tani Thawaf Aly Digelar di PN Jambi, Kuasa Hukum Sebut Penangkapan Tak Sah

DETAIL.ID, Jambi – Sidang praperadilan aktivis tani Thawaf Aly terhadap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Senin pagi, 20 Oktober 2025.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim Halim Tunggal Deny Firdaus, tim kuasa hukum Thawaf Aly yakni Ahmad Azhari, Agus Efandri, Syamsurizal, dan Ringkot Nedy Harahap dari Pantasirua & Yatsirubisatya Law Firm menilai penetapan, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly oleh penyidik Subdit III Jatanras Polda Jambi tidak sah oleh karena itu harusnya batal demi hukum.
Mereka menilai tindakan penyidik melanggar Pasal 77 huruf a KUHAP karena dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa bukti permulaan yang cukup. Kuasa hukum juga menilai dasar kepemilikan lahan yang digunakan penyidik, yakni sporadik tahun 2013, tidak relevan dengan lokasi perkara.
Dalam petitumnya, mereka meminta majelis hakim menyatakan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly tidak sah serta memerintahkan Polda Jambi untuk segera membebaskannya.
“Penetapan hingga penahanan terhadap klien kami dilakukan sebelum pemeriksaan selesai, tanpa dasar hukum yang sah, dan melanggar hak asasi manusia,” ujar Ahmad Azhari.
Kasus ini bermula dari dugaan pencurian buah sawit di lahan pelepasan kawasan hutan yang belum dibebani hak apa pun di Desa Merbau, Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Thawaf Aly ditangkap pada 29 September 2025 atas tuduhan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP.
Kuasa hukum menilai kasus tersebut sarat rekayasa dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap petani, karena akar persoalannya adalah sengketa lahan antara petani Merbau dan pengusaha sawit asal Medan, Sucipto Yudodiharjo.
“Ini skenario konflik lahan antara korporasi dan rakyat kecil. Penangkapan terhadap Thawaf Aly sangat tidak berdasar dan sarat kepentingan,” ujar Azhari.
Rekan setimnya, Agus Efandri menilai penegakan hukum terhadap mafia tanah seperti Sucipto sangat lemah, sementara petani kecil justru menjadi korban.
“Mafia tanah seperti Sucipto bebas, sementara petani seperti Thawaf Aly langsung ditangkap. Ini bentuk ketimpangan hukum yang harus dilawan,” ujarnya.
Perkara hukum yang kini mebjerat aktivis petani Thawaf Aly juga menjadi sorotan dari kalangan aktivis mahasiswa, Vikri selaku Menko Gerakan BEM Universitas Jambi, menyatakan mahasiswa akan terus mengawal proses hukum tersebut.
“Kami akan melakukan eskalasi perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengkriminalisasi petani. Ini bukan sekadar kasus hukum, tapi soal keberpihakan negara kepada rakyat,” katanya.
Sementara pihak termohon, melalui kuasa hukumnya, mengklaim bahwa penetapan Thawaf Aly sebagai tersangka telah dilakukan sesuai prosedur hukum dan berdasarkan alat bukti yang sah.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang sesuai serta dapat dibuktikan dalam tahap pembuktian selanjutnya,” ujar kuasa hukum termohon di hadapan majelis hakim.
Polda Jambi juga membantah adanya pelanggaran prosedur dalam proses penangkapan dan penahanan, serta menyatakan seluruh tindakan penyidik didukung bukti permulaan yang cukup.
Atas segala klaim tersebut, pihak pemohon masih akan mengungkap sejumlah fakta lebih lanjut dalam persidangan yang masih bakal terus bergulir di PN Jambi.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
RSUD Mattaher Respons Soal Laporan Polisi, Katanya Sudah Sesuai Prosedur Tangani Pasien

DETAIL.ID, Jambi – Setelah dilaporkan ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik dan penjualan alkes, pihak RSUD Mattaher akhirnya angkat bicara. Wakil Direktur Pelayanan RSUD Raden Mattaher, Anton Triyartanto mengaku bahwa kasus yang menyeret dr Deri Mulyadi dkk, sudah lama diproses.
Pembahasan bahkan melibatkan Komite Medik RSUD Mattaher, Komite Etik IDI Jambi, Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), hingga Ombudsman. Hasilnya disebut RSUD Mattaher sudah sesuai prosedur dalam penanganan pasien.
“Ini sudah dibahas sebelumnya, antara RSUD Mattaher, Ombusman dan dari pihak Penasehat Hukum pasien. Bahwa RSUD Raden Mattaher sudah melaksanakan sesuai prosedur,” ujar Anton pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Mattaher tersebut mengungkap bahwa dr Deri selaku pihak yang terseret dalam laporan polisi pasien baru-baru ini, merupakan dokter mitra (PNS) dari Universitas Jambi yang mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum proses Pilkada 2024 lalu. Jadi, kata Anton, bukan diberhentikan oleh RSUD Mattaher.
Soal dugaan permintaan sejumlah uang demi alat bantu sendi sebagaimana terungkap dalam laporan polisi Kualam. Wadiryan Mattaher menegaskan bahwa RSUD tidak pernah memungut biaya kepada pasien BPJS kelas 3. Semua biaya layanan digratiskan.
“Terkait dugaan penarikan biaya, RSUD Mattaher tidak pernah memungut biaya tambahan terhadap pasien BPJS kelas 3. Cuma kalau keterangan pasien seperti itu, perlu pembuktian lagi dia bayar sama siapa? Yang jelas rumah sakit tidak pernah ada penarikan biaya dari pasien BPJS kelas 3, kita haramkan itu,” katanya.
Sementara dalam kronologi sebagaimana dilaporkan ke Polda Jambi, Kualam mengaku dimintai sejumlah uang terkait biaya kekurangan alat bantu sendi yang sudah dipasang di lutut Kualam, lewat orang suruhan dr Deri. Setelah mendapat telepon, pihak keluarga saat itu kemudian memberikan uang permintaan tersebut. Sekalipun Kualam masih terbaring lemah, tak bisa menggerakkan kakinya.
Anton Triharyono juga mengklarifikasi terkait kondisi Kualam yang tak kunjung membaik pasca operasi lulut, pihak RSUD kemudian sudah mengarahkan untuk rujuk ke RSUD Tipe A di Palembang. Namun entah bagaimana ceritanya, harapan Kualam untuk sembuh malah berakhir pupus di RS Mitra, yang notabenenya masih rumah sakit Tipe C.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Jadi Lumpuh! Pasien Polisikan Dokter RSUD Mattaher Atas Dugaan Malpraktik dan Penjualan Alkes

DETAIL.ID, Jambi – Kualam, seorang warga Kasang Pundak, Kumpeh Ulu didampingi tim kuasa hukumnya melaporkan dokter spesialis Ortopedi RSUD Raden Mattaher sekaligus RS Mitra yakni dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik serta penjualan alat kesehatan yang tidak sesuai standar.pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Kualam merasakan nyeri pada lututnya dan berobat ke RSUD Raden Mattaher pada 9 Oktober 2023 lalu. Kala itu dr Deri disebut menyampaikan bahwa Kualam harus menjalani operasi lutut dan kemudian dipasangi alat pengganti sendi yang dibeli dari China.
Namun biaya operasi disebut-sebut oleh dr Deri tidak ditanggung oleh BPJS. Sehingga korban harus membayar senilai Rp 35 juta. Korban yang memikirkan kesehatannya menyetujui dan operasi lantas dilakukan oleh dr Deri beserta 5 orang rekannya di kamar bedah RSUD Raden Mattaher pada 3 November 2023. Namun sayangnya operasi lutut dan pemasangan alat pengganti sendi tersebut rupanya tak bikin korban sembuh.
“Sejak operasi dilakukan luka pada bekas operasi tidak kunjung sembuh dan keluar darah, tiap kontrol hanya diberi penghilang nyeri. Karena terus mengeluarkan darah dan bernanah, korban meminta untuk diperiksa takut infeksi. Kondisi korban makin parah pada 23 Juli 2024, sehingga dirawat di UGD selama 2 Minggu,” kata Bahari, kuasa hukum Kualam pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Karena kondisi korban makin parah, alat pengganti sendi yang diklaim dr Deri berkualitas bagus dan berasal dari China terasbut kemudian dioperasi kembali oleh asisten dr Deri, yakni dr Zaki Asad. Dan setelah barang tersebut diangkat, lutut korban akhirnya kering.
Saat itu dr Deri disebut masih menyampaikan harapan bagi korban untuk bisa sembuh, namun harus pindah ke RS Mitra dengan alasan alat lebih lengkap. Dan juga pengurusannya hanya dikenakan biaya senilai Rp 5 juta dengan alat lain ganti sendi yang kualitasnya lebih baik.
“Karena percaya dengan ucapan dokter tersebut dan harapan besarnya untuk sehat kembali, korban kemudian menyetujui lagi,” ujarnya.
Namun alangkah kecewanya korban, ketika bertemu kembali dengan dr Deri di RS Mitra. Korban kembali dihadapkan pada pilihan berat.
“(Terlapor) dia mengatakan pada klien kita, agar kaki kirinya dimatikan atau dibuat lurus saja, biaya ditanggung BPJS tetapi kalau mau dioperasi dengan alat kemarin (alat bantu sendi serupa) boleh juga. Sehingga klien kita bukan cuma sakit di lutut lagi, tapi stres juga,” katanya.
Pasca operasi di RSUD Raden Mattaher, korban pun mengalami kelumpuhan hingga kini. Lewat kuasa hukumnya, Kualam beberapa kali melayangkan somasi meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak RSUD Mattaher atas tindakan Dr Deri Mulyadi. Namun tak ada respons hingga saat ini.
Malahan pihak rumah sakit diduga lepas tangan, dengan memberhentikan sang dokter. Sehingga tak lagi berpraktik di RSUD Mattaher. Kualam pun muak, lewat kuasa hukumnya kini ia resmi melaporkan dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi, atas dugaan malpraktik hingga penjualan alkes yang tak sesuai standar.
Hingga berita ini terbit, awak media masih berupaya menghimpun informasi lebih lanjut pada pihak-pihak terkait.
Reporter: Juan Ambarita