Connect with us

PERKARA

Seorang Pasien Siap Gugat RS Royal Prima, Kenapa?

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – H. Sinambela, SE mengaku kecewa dengan pelayanan Rumah Sakit (RS) Royal Prima – sebuah rumah sakit yang berada di bilangan Kebun Kopi, Jambi. Pria paruh baya itu, hingga kini belum menerima rekam medis istrinya, MN setelah sempat diopname di RS Royal Prima selama lima hari.

“Saya sudah minta hasil rekam medis untuk membuktikan adanya malpraktek di rumah sakit itu. Dalam waktu dekat, saya akan ajukan gugatan atas dugaan adanya malpraktek,” kata Sinambela kepada detail, Rabu (27/12/2017) siang.

Ia menceritakan bahwa awalnya, istrinya berinisial MN pada Selasa, 12 Desember 2017 sekira pukul 22.00 dibawa masuk ke ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Royal Prima akibat gangguan kesehatan. Gangguannya berupa getaran di bagian lambung. Lama-kelamaan, getaran tersebut mendesak ke arah dada yang menyebabkan pasien melemah.

“Di ruang IGD saat itu, tak ada dokter jaga. Hingga sekitar jam 00.30, RS Royal Prima tidak memberikan tindakan apa pun selain pengecekan tensi,” ujar Sinambela.

Sekitar jam 01.00 dini hari, dokter jaga baru datang. Ia memberikan obat penurun tensi. Diberitahukan saat itu tensi MN mencapai 160/90. Setelah itu, pasien diminta untuk menjalani rawat inap yang ditangani oleh dokter spesialis dalam dan jantung.

Pada 13 Desember 2017, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dokter spesialis dalam mengatakan tidak ada yang mengkhawatirkan. Pendapat itu justru bertentangan dengan pendapat dokter spesialis jantung lain yaitu dr. Puspita.

Ia mengatakan dari hasil EKG yang dilakukan ada yang kurang bagus. Untuk itu, mesti dilakukan rontgen. Setelah dirontgen, dr. Puspita memutuskan untuk melakukan observasi selama tiga hari: sejak Kamis, 14 Desember 2017 sampai Sabtu, 16 Desember 2017, tanpa memberikan penjelasan tentang tujuan observasi.

Selama masa observasi, dr. Puspita mengatakan untuk melakukan suntikan di bagian perut selama tiga hari secara bergantian bagian kanan dan kiri serta melakukan bedrest (perawatan yang mengharuskan pasien hanya berbaring di tempat tidur). Selama pelaksanaan observasi, dr. Puspita tidak pernah menampakkan diri.

Pada hari kelima, yakni dua hari setelah masa observasi berakhir, persisnya pada Senin, 16 Desember 2017, sekitar jam 22.00, dr.  Puspita melenggang masuk ruangan perawatan pasien. Ia justru dengan gampangnya mengatakan kondisi pasien tidak ada masalah. “Sudah bisa pulang,” katanya tanpa pernah menjelaskan hasil observasi dan bedrest.

“Kami merasa dipermainkan oleh tindakan konyol dr. Puspita. Saat mau pulang, pasien minta hasil rekam medik. Namun RS Royal Prima menolak memberikan. Lho, kenapa begini cara mereka memperlakukan kami,” tanya Sinambela.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/III/2008 tentang Rekam Medis pasal 12 ayat 4 menyebutkan ringkasan atau copy rekam medis dapat diberikan kepada keluarga pasien. Sementara, penatalaksanaan observasi mengharuskan dokter yang melakukan observasi, menjelaskan tujuan observasi kepada pasien dan mengobservasi kondisi pasien tiap lima hingga 15 menit. Observasi dilakukan selama dua jam, bukan tiga hari.

“Membuat lembar observasi terhadap perkembangan pasien pun tidak dilakukan dr. Puspita. Diduga, bahwa observasi yang dilakukan tidak sesuai prosedur. Untuk itu, saran untuk bedrest tidak punya alasan medis,” kata Sinambela.

Dengan pelanggaran ini diduga kuat dr. Puspita telah melakukan tindakan malpraktek. Menurut Marius Widjajarta, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia mengatakan bila ada standarnya, salah diagnosis bisa diduga malpraktek.

“Kami tidak terima dengan perlakuan RS Royal Prima dan dr. Puspita. Kami menduga kuat mereka melakukan malpraktek,” katanya. (DE 01)

PERKARA

Tiga dari Tujuh Terdakwa Korupsi Samsat Bungo Ajukan Eksepsi, Katanya Dakwaan Tidak Jelas

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Tiga dari tujuh terdakwa perkara korupsi pajak kendaraan bermotor di UPTD Samsat Bungo yakni Asep Hadi Suganda, M Suhari, dan Marwanto mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Senin, 25 Agustus 2025.

Suhari dan Marwanto lewat penasihat hukumnya, Ihsan Hasibuan menilai ada kekeliruan dalam proses penanganan perkara tersebut oleh pihak Kejaksaan. Menurutnya, dugaan penyimpangan yang terjadi di Samsat Bungo pada 2019 itu harusnya diselesaikan dengan mekanisme hukum pajak, sehingga pengadilan Tipikor Jambi tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara.

“Bahwa perkara ini bukan perkara tindak pidana korupsi. Berdasarkan dakwaan yang diuraikan oleh jaksa penuntut umum, jelas bahwa perkara adalah mengenai pajak daerah,” ujar Ihsan Hasibuan, membacakan eksepsi.

Dalam beberapa regulasi yang ia uraikan, Ihsan juga menyatakan bahwa pihak yang berwenang melakukan penyidikan atas perkara ini adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada OPD tempat terdakwa bekerja bukan penyidik Kejari Bungo. Dakwaan JPU pun dinilai kabur dan tidak jelas.

Sementara dalam perkara terdakwa Marwanto Ihsan juga menyingung soal pengembalian kerugian senilai Rp 300 juta yang telah dibayarkan pada tahun 2020.

Penasihat Hukum Suhari dan Marwanto tersebut meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara agar mengabulkan nota keberatan dan menyatakan dakwaan gagal demi hukum dan tidak dapat diterima.

Penasehat hukum terdakwa Asep Hadi juga menyinggung soal ketidakjelasan motif serta ketidakpastian nilai kerugian keuangan negara sebagaimana dakwaan JPU atas kliennya.

Atas eksepsi ketiga terdakwa, sidang dengan agenda putusan sela bakal dilaksanakan pada Rabu 27 Agustus mendatang.

Sebelumnya ketiga terdakwa bersama 4 terdakwa lainnya yakni Irniyanti, Riki Saputra, M Sabirin, dan Hasanul Fahmi didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain setidak-tidaknya sejumlah kekurangan pembayaran kewajiban Pajak Kendaraan Bermotor dan/atau Denda Pajak Kendaraan Bermotor yang seharusnya disetorkan ke kas umum daerah Provinsi Jambi Tahun 2019 yang merugikan keuangan negara c.q Pemerintah Daerah Provinsi Jambi sebesar Rp 1.856.142.800.

Sebagaimana Laporan Hasil Audit Inspektorat Provinsi Jambi tentang penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan pajak kendaraan bermotor pada UPT Pengelolaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bungo pada BPKPD Provinsi Jambi Tahun 2019.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Kemas Ulang Beras SPHP ke Karung Polos, Pemilik RPK Ditangkap Polisi dan Dijerat Pasal Perlindungan Konsumen

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Rudi Setiawan (34) salah satu mitra Rumah Pangan Kita (RPK) Bulog Jambi ditangkap oleh personil Sub Dit 1 Indagsi Ditreskrimsus Polda Jambi lantaran memindahkan isi beras kemasan SPHP ke dalam karung polos tanpa merek ukuran 5 kg, 10 kg, hingga 20 kg tanpa izin.

Direktur Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia saat ungkap kasus di Polda Jambi menyampaikan bahwa pengungkapan terhadap Rudi berawal dari adanya informasi peredaran beras tanpa merek di daerah Mayang, Kota Jambi.

“Kemudian personel Sub Dit 1 melakukan pengecekan pada Minggu 24 Agustus, personel menemukan salah satu pekaku usaha dimana atas nama atas nama CV Gembira Maju yang melakukan penjualan beras yang masih dalam karung polos ini dengan berat 5 kg, 10 kg dan 20 kg,” kata Kombes Pol Taufik Nurmandia pada Senin, 25 Agustus 2025.

Adapun beras SPHP tanpa label tersebut diperoleh dari Rudi Setiawan, polisi pun melakukan pengembangan hingga ke rumah pelaku di Perumahan Bumi Citra Lestari, Pal Merah, Jambi. Hasilnya polisi menemukan 200 kg lebih beras SPHP dengan kemasan yang masih utuh disimpan oleh pelaku dalam rumahnya.

“Jadi ini kan RPK ini harusnya di warung. Ini beras kita temukan disimpan di rumah. Jadi modusnya dimana beras diganti karungnya, dan dijual ke warung-warung dengan berat tertentu,” ujarnya.

Pada polisi Rudi beralasan supaya beras cepat laku. Dia pun bisa menjual sekali banyak. Dari harga Rp 11.300/kg yang dibeli dari Bulog, Rudi kemudian menjual beras SPHP tanpa label dengan harga Rp 12.600. Kini, Rudi Setiawan ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 62 ayat 1 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara peling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

Sementara itu Kepala Kanwil Bulog Jambi, Ali Ahmad Najih menegaskan bahwa pihaknya sudah langsung menjatuhkan sanksi kepada RPK milik Rudi. Statusnya sebagai rekanan langsung dicabut dan masuk daftar hitam.

Ia menekankan bahwa terdapat perjanjian yang mengikat antara Bulog dengan para mitra atau RPK. Ketika terjadi pelanggaran maka berdampak pada aspek hukum.

“Kami akan terus berkoordinasi dan monitor dengan Satgas Pangan termasuk Dinas terkait. Agar penyaluran SPHP ini dapat berlangsung dengan baik, hingga menyentuh konsumen. Ini yang perlu kita antisipasi ke depan,” kata Aan.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Jaksa Tuntut 3 Terdakwa Korupsi Pupuk Subsidi Bungo Hingga 8 Tahun

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bungo menuntut 3 terdakwa kasus dugaan korupsi pupuk subsidi tahun 2022 dengan hukuman penjara hingga 8 tahun. Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi pada Kamis, 22 Agustus 2025.

Berdasarkan fakta-fakta persidangan, JPU menilai ketiga terdakwa yakni Sri Sumarsih, Sujatmoko, dan M Subhan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, sebagaimana dakwaan primair.

Dalam tuntutan yang dibacakan tim JPU Kejari Bungo, terdakwa Sri Sumarsih yang merupakan pengecer pada CV Abipraya tersebut dituntut dengan hukuman berat. Jaksa menilai peran Sri dominan dalam kasus ini sehingga tuntutannya lebih tinggi dibanding terdakwa lain.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sri Sumarsih dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” ujar Tim JPU Kejari Bungo membacakan tuntutan.

Tak hanya itu, Sri Sumarsih juga dihukum membayar utang pengganti kerugian negara sebesar Rp 3.868.902.528. Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang. Dalam hal harta benda tidak mencukupi, maka diganti kurungan penjara selama 4 tahun.

Sementara untuk terdakwa Sujatmoko dan M Subhan yang merupakan penyuluh sekaligus tim Verval Kecamatan pada Balai Penyuluh Pertanian Kec Bathin II Babeko dituntut lebih ringan.

Kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara, JPU menuntut Sujatmoko dengan pidana penjara selama 5 tahun, sementara M Subhan dengan pidana penjara selama 4 tahun.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 1 Sujatmoko dengan pidana penjara selama 5 tahun dan terdakwa 2 Muhammad Subhan dengan pidana penjara selama 4 tahun,” ujar JPU.

Selain itu mereka berdua juga dikenakan pidana denda senilai Rp 300 juta, dengan ketentua apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan penjara selama 3 bulan.

Sidang bakal kembali berlanjut dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa pada 8 September mendatang.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs