DETAIL.ID, Muaro Jambi – Apa jadinya jika sebuah proyek dikerjakan tanpa perencanaan matang? Barangkali proyek satu ini adalah salah satu contohnya. Tanpa ada perencanaan, sebuah proyek justru dibangun di dalam kawasan hutan. Ironisnya, pekerjaan ini justru menyeberang hingga ke dalam kawasan hutan Provinsi Sumatra Selatan.
Alkisah sebuah proyek bernama Peningkatan Jalan Dusun Sawit – Desa Ladang Panjang, Kabupaten Muaro Jambi sepanjang 5 kilometer lebih dikerjakan oleh PT Niaga Raya Abadi senilai Rp5,1 miliar pada tahun 2016. Dananya berasal dari APBD Kabupaten Muaro Jambi.
Jalan yang awalnya hanya jalan setapak selebar 2 meter kini sudah makin lebar menjadi 11 meter, hingga bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat.
Namun yang mengagetkan, Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) menemukan bahwa proyek jalan tersebut berada dalam kawasan hutan. Ironisnya, justru masuk dalam kawasan hutan Provinsi Sumatra Selatan – tetangga sebelah Provinsi Jambi.
“Ini baru gila. Sebuah proyek kabupaten di Jambi justru menyeberang masuk dalam kawasan hutan Provinsi Sumatra Selatan,” kata Tri Joko, Ketua DPP LP2LH kepada detail, Selasa (23/1/2018).
Tudingan Tri Joko punya dasar. Ia mengacu kepada pertama, Peta SK Perubahan Hutan Jambi No.863/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014. Kedua, Peta SK 454/MENLHK/SETJEN/PLA.2/6/2016 tanggal 17 Juni 2016 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Wilayah Perairan Provinsi Sumsel dan revisi SK 866. Ketiga, Koordinat Lapangan Tim SPORC Brigade Harimau Jambi dan DPP LP2LH Jambi tanggal 26 Juni 2016.
Menurut Tri Joko, DPP LP2LH telah menyurati pihak Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi sejak setahun lalu namun tak digubris. Oleh karena itu, dalam waktu dekat LP2LH hendak mengajukan gugatan class action terhadap Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi dan kontraktornya, termasuk mantan Kepala Dinas PU Muaro Jambi, Vahrial Adi Putra yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi.
“Vahrial Adi Putra harus bertanggung jawab karena proyek itu masa kepemimpinannya. Ketika itu dia beberapa kali menjanjikan akan bermediasi dengan kami untuk mempertemukan dengan para pihak. Namun kenyataannya nol besar,” ujar Tri Joko.
Tri Joko menilai Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi dan kontraktornya telah melanggar UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Terutama pada pasal 12 yang berbunyi bahwa barang siapa yang menebang pohon dalam kawasan tidak sesuai izin, secara tidak sah, dan tanpa memiliki izin pejabat berwenang dapat diancam pidana penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun. Dendanya Rp5 miliar hingga Rp15 miliar.
Tidak hanya itu. Menurut Tri Joko bahwa tindakan itu jika dilakukan oleh seorang pejabat yang sengaja melakukan pembiaran terjadinya perbuatan pembalakan liar yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 sampai pasal 17 dan pasal 19 tetapi tidak menjalankan tindakan sesuai dengan kewenangannya, diancam pidana penjara minimal 6 bulan, maksimal 15 tahun. Denda minimal Rp1 miliar, maksimal Rp7,5 miliar.
“Saya kira, gugatan ini dapat menjadi efek jera bagi pejabat lain. Agar mereka dapat bekerja sesuai dengan kewenangan secara maksimal tanpa mengabaikan aturan perundang-undangan,” kata Tri Joko. (DE 01)
Discussion about this post