PERKARA
Tiga Pabrik PTPN VI Jambi Ditutup Gara-gara Kebocoran Rp91,6 Miliar

DETAIL.ID, Jambi – Menjabat sebagai Direktur Utama PTPN VI Jambi sejak Oktober 2016, Ahmad Haslan Saragih dengan bangganya mengatakan pada Maret 2017 bahwa PTPN VI telah berhasil meraih laba bersih Rp5,48 miliar pada tahun 2016.
Saragih mungkin lupa bahwa PTPN VI Jambi memiliki 110.000 hektar dengan komoditas kopi, teh, karet dan sawit. Laba bersih yang dia banggakan itu tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan luasan yang mereka kelola.
Tengoklah PTPN IV yang mengelola 175.735 hektar, pada 2016 berhasil meraup laba bersih Rp260,711 miliar. Atau bila dibandingkan dengan laba bersih yang diraup PT Sawit Sumber Mas di Kalimantan. PT Sawit hanya mengelola konsesi seluas 97.335 hektar tetapi pada tahun 2017 berhasil membukukan laba bersih hingga Rp628,15 miliar.
Hasil penelusuran detail, biang kerok kecilnya laba bersih yang dibukukan PTPN VI adalah tutupnya tiga pabrik sawitnya yang berada di Pinang Tinggi, Tanjung Lebar, dan Aur Gading. Tiga pabrik itu tutup pada akhir Desember 2016. Kini, PTPN VI hanya menyisakan satu pabrik di Bunut.
Pabrik itu tutup bukan karena kalah bersaing dengan pabrik-pabrik sawit milik perusahaan swasta seperti PT Asiatic Persada ataupun PT Angso Duo Sawit misalnya. Lha, PTPN VI memiliki kebun inti yang tersebar di 22 unit transmigrasi di Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi.
Sebelum periode tahun 2013, empat pabrik ini mengalami kejayaan. Konsumen langsung membeli dengan prangko pabrik, karena pembeli langsung datang ke pabrik.
Masalah mulai muncul begitu Direktur Utama dipegang Iskandar Sulaiman pada tahun 2013 — kini sudah pensiun. Ia mulai mengubah kebijakan menjadi prangko pelabuhan. Pembeli membeli langsung di Pelabuhan Talang Duku. Sementara PTPN VI menunjuk PT Mitra Insan Persada (MIP) yang dipegang Juandi menjadi rekanan transportir pengangkutan.
Detail menemukan jejak dokumen yang menunjukkan mark up gila-gilaan sepanjang 2013 hingga 2016. Salah satu dokumen menyatakan bahwa hasil rapat Owner Estimate (OE) angkutan produksi minyak sawit periode Januari hingga Desember 2016 telah diteken Iskandar Sulaiman pada 4 Desember 2015.
Sawit dari pabrik Pinang Tinggi diestimasi dalam setahun berjumlah 47.200 ton, dengan harga Rp162 per kilogram. Setelah dipotong pajak 10 persen, total pendapatan bersih sebesar Rp8,4 miliar.
Sementara pada praktiknya, harga sawit itu sesungguhnya hanya Rp118, artinya ada selisih Rp44 atau sekitar Rp2,07 miliar. Itu baru dari satu pabrik, belum lagi dengan mark up di pabrik-pabrik lain.
Pada tahun 2016, pendapatan total PTPN VI dari penjualan CPO (crude palm oil) totalnya Rp68,3 miliar namun diperkirakan telah mengalami kebocoran sebesar Rp22,9 miliar sehingga yang dilaporkan masuk dalam keuangan hanya Rp45,4 miliar.
Maka jika kebocoran dilakukan sejak tahun 2013 atau selama 4 tahun telah terjadi kebocoran sebesar Rp91,6 miliar.
Ironisnya, Iskandar Sulaiman meletakkan jabatannya sebagai Direktur Utama karena memasuki masa pensiun, dalam kondisi tiga pabriknya tutup total.
Hampir semua mantan petinggi maupun pimpinan PTPN VI enggan berkomentar. Amin Sembiring, Direktur Keuangan sekarang tak mau menjawab pertanyaan detail, Karim, mantan Direktur SDM beralasan sedang mengurus ibunya yang sedang sakit di Medan, Sumatra Utara.
“Nantilah, hari minggu saya tiba di Jambi,” katanya lewat pesan pendek kepada detail, Kamis (29/3/2018). Karim tak memastikan apakah akan menjawab hari minggu besok atau tidak.
Termasuk Afrinaldi, mantan Direktur Keuangan yang sekarang duduk sebagai salah satu petinggi di PTPN I Aceh enggan berkomentar.
Bocornya keuangan PTPN VI Jambi yang nilainya cukup fantastis ini juga membuat beberapa LSM pegiat antikorupsi tengah mengumpulkan dokumen dan bukti-bukti untuk segera dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu dekat. (DE 01)

PERKARA
Empat Saksi PT SAL Tak Mampu Buktikan Lokus Perkara Adalah Lahan Perusahaan

DETAIL.ID, Merangin – Kasus pencurian buah sawit yang dilakukan oleh SW yang diduga di lahan PT SAL I Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin memasuki keterangan saksi.
Jaksa penuntut umum menghadirkan empat saksi yakni ES, RR, AR dan SN untuk memberikan keterangan pada persidangan di Pengadilan Negeri Merangin.
Keempat saksi yang dihadirkan, tak satu pun yang bisa menunjukkan bahwa lokasi yang diangkut buah sawit oleh terdakwa merupakan lahan milik perusahaan.
Penasihat hukum terdakwa SW, Dede Riskadinata mengatakan, dari keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU tidak mampu menunjukkan bahwa lokasi tersebut yang menjadi lokus perkara merupakan lahan milik perusahaan.
“Dari keterangan saksi di persidangan membuktikan bahwa klien kita tidak mengambil di lokasi perusahaan, sebab dari empat saksi yang dihadirkan tidak satupun bisa menunjukkan bahwa lokasi tersebut merupakan lokasi milik perusahaan,” kata Dede Riskadinata pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Sementara dari keterangan saksi, terkait dengan jumlah barang bukti juga dibantah oleh terdakwa SW bahwa jumlah janjang sawit yang diangkut hanya berjumlah 31 janjang. Saat ditimbang di timbangan milik PT SAL bertambah menjadi 38 janjang.
“Dari keterangan para saksi juga sempat dibantah oleh klien kita. Jumlah barang bukti yang diamankan bertambah banyak dari 31 janjang buah sawit berubah saat ditimbang oleh para saksi menjadi 38 janjang sawit. Iqni fakta persidangan yang terungkap dan menjadi satu pandangan kita bahwa kasus ini dipaksakan semenjak dari awal,” ujarnya.
Ada hal yang menarik dari pengakuan empat saksi dari perusahaan. Empat saksi mengakui mengantar terdakwa berobat di klinik perusahaan.
“Ini yang menjadi bukti baru. Klien kita ternyata mengalami penganiayaan oleh empat orang saksi yang dihadirkan kemarin, dan ini juga sesuai dengan hasil foto yang kita dapatkan dari keluarga klien kita.bahwa memang terjadi penganiayaan. Ini akan kita teruskan menjadi laporan polisi,” ucapnya.
Sementara itu agenda sidang pekan depan, akan dilanjutkan keterangan saksi meringankan dari terdakwa SW.
Reporter: Daryanto
PERKARA
Aktivis Petani Diduga Dikriminalisasi, Polda Jambi Dinilai Tutup Mata Terhadap Pelaku Sebenarnya

DETAIL.ID, Jambi – Penangkapan aktivis agraria Thawaf Aly (59) Ketua Divisi Advokasi Persatuan Petani Jambi (PPJ) oleh Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jambi menuai kritik keras dari berbagai kalangan. Thawaf yang dikenal aktif mendampingi petani dalam konflik lahan di kawasan hutan disebut dikriminalisasi karena memperjuangkan hak rakyat kecil.
Thawaf dijemput paksa oleh belasan anggota polisi pada 29 September 2025 dan hingga kini ditahan di Rutan Mapolda Jambi. Persatuan Petani Jambi menilai langkah aparat kepolisian itu cacat hukum dan bertentangan dengan aturan yang berlaku, karena kasus yang menjerat Thawaf merupakan sengketa lahan yang masih berproses secara perdata, bukan pidana.
“Objek perkara jelas merupakan konflik klaim tanah di kawasan hutan. Namun yang dikriminalisasi justru petani dan pendampingnya,” kata Azhari, pejuang HAM dari Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Jambi pada Senin, 6 Oktober 2025.
Menurutnya, penyidik mengabaikan PERMA No.1 Tahun 1956 dan Surat Edaran Kejaksaan Agung B-230/EJP/01/2013 yang menegaskan bahwa perkara pidana harus ditangguhkan bila objek perkara masih dalam sengketa perdata.
Azhari juga menilai tindakan penyidik Polda Jambi tidak profesional dan bertentangan dengan semangat reformasi hukum. Ia menuding aparat lebih berpihak kepada pengusaha Sucipto Yudodiharjo, yang justru diduga melakukan panen sawit ilegal di kawasan hutan.
“Polda Jambi seakan menutup mata terhadap pelaku sebenarnya. Ini bentuk ketidakadilan dan tebang pilih hukum,” katanya.
Pakar Hukum Agraria Universitas Jambi, Dr. Rudi Hartanto, menilai penetapan tersangka terhadap petani dan aktivis tersebut menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang (abuse of power).
“Jika objeknya sengketa tanah, maka proses pidana wajib ditunda. Menetapkan petani sebagai tersangka melanggar asas keadilan dan hak konstitusional warga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D UUD 1945,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Agus Erfandi, SH, Ketua Tim Advokasi Petani, yang menduga kuat ada rekayasa hukum dalam kasus ini. Ia menyebut lemahnya bukti yang dimiliki penyidik terlihat dari berkas perkara yang hingga kini belum dikembalikan ke Kejati Jambi (P19).
“Ini menunjukkan lemahnya alat bukti dan adanya indikasi pemaksaan kasus,” kata Agus.
PPJ bersama IHCS mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan untuk mengevaluasi kinerja Subdit III Jatanras Polda Jambi yang dipimpin AKP Irwan. Mereka menilai aparat bertindak arogan dan tidak mempertimbangkan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam pernyataannya, PPJ menuntut agar kriminalisasi terhadap petani dihentikan, aparat penegak hukum menghormati aturan PERMA dan SE Kajagung sebagai pedoman hukum, serta menindak tegas Sucipto Yudodiharjo dan kroninya yang diduga melakukan pelanggaran hukum di kawasan hutan.
“Penahanan Thawaf Aly ini jelas cacat hukum. Tidak ada unsur niat jahat dalam tindakannya. Ia hanya memperjuangkan hak petani dan mengikuti prosedur sesuai aturan kehutanan,” katanya.
Kasus ini menjadi potret buram penegakan hukum agraria di Jambi. Di tengah upaya petani memperjuangkan hak atas tanah, aparat justru dinilai lebih berpihak pada kepentingan pemodal, sementara keadilan bagi rakyat kecil semakin jauh dari harapan. (*)
PERKARA
Laporan Penipuan Online Ratusan Juta, Satu Tahun Lebih Belum Ada Perkembangan dari Polisi

DETAIL.ID, Jambi – Seorang warga di Kota Jambi melaporkan dugaan penipuan investasi daring yang merugikannya hingga ratusan juta rupiah. Namun sejak laporan teregister di Sub Dit V Cyber Ditreskrimsus Polda Jambi pada 31 Juli 2024, pelapor mengaku belum mendapat pemberitahuan perkembangan penyelidikan.
Korban bernama Murniati (52) melapor ke Sub Dit Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi dengan tanda bukti Surat Tanda Penerimaan Pengaduan Nomor LAPDUAN/150/IV/RES.2.5/2024/Ditreskrimsus.
Dalam laporannya, Murnati menuturkan awalnya tertarik pada iklan lowongan menjadi dropshipper di Facebook pada 27 April 2024. Ia kemudian diarahkan bergabung ke grup Telegram “amazon-dk” dan diminta melakukan setoran awal Rp 120 ribu. Hingga selanjutnya, ia mentransfer dana beberapa kali ke sejumlah rekening dengan total kerugian sekitar Rp 473,39 juta.
Beberapa nama dan rekening yang disebut dalam laporan antara lain;
- Mandiri a.n. Siti Fatimah Rp 15 juta dan Rp 10 juta
- BNI a.n. Syarifudin Rp 10 juta
- BRI a.n. Indra Sentosa Rp 10 juta
- BNI a.n. Dian Mei Kurniawati Rp 5 juta dan Rp 7,5 juta
- BRI a.n. Rtid Maharani Rp 12 juta
Selain itu masih terdapat transaksi lainnya yang tidak sempat discreenshot (disimpan) oleh pelapor. Namun korban menegaskan seluruh bukti transfer telah dilampirkan kepada penyidik.
“Sampai sekarang saya belum menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan apa pun dari pihak kepolisian,” ujar Murnati saat ditemui, beberapa waktu lalu.
Sementara Pihak Polda Jambi saat dimintai konfirmasi terkait perkembangan kasus ini belum memberikan keterangan resmi. Dir Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia, dikonformasi beberapa hari lalu mengarahkan pada Plh Kasubdit 5 Cyber Ditreskrimsus, AKBP Slamet Widodo. Namun AKBP Slamet dikonformasi lebih lanjut belum memberi keterangan hingga berita ini terbit.
Kasus ini menambah deretan laporan penipuan investasi daring yang marak terjadi. Namun hingga kini status laporan Murniati sendiri belum ada kejelasan. Berdasarkan aturan, pelapor berhak menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) secara berkala apabila laporan telah naik ke tahap penyelidikan.
Reporter: Juan Ambarita