DUA PASANG capres-cawapres sudah mendaftarkan diri ke KPU pada 10 Agustus 2018. Masing-masing pasangan dengan koalisi pendukungnya telah menabuh genderang pertandingan. Joko Widodo-Ma’ruf Amin dengan 9 koalisi partai politik (6 partai pemilik kursi di DPR, dan 3 partai baru), akan bertanding melawan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan koalisi 5 partai (4 partai pemilik kursi DPR dan 1 partai baru). Meskipun secara statistik Joko Widodo sebagai petahana lebih diunggulkan, namun Prabowo-Sandiaga tetap berpeluang untuk menang.
Langkah strategis Joko Widodo menggandeng Ma’aruf Amin merupakan strategi utama Joko Widodo untuk menggalang kekuatan massa berbasis agama terutama dari pemeluk agama Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia.
Hal ini tentu dilakukan mengingat persepsi sebagian masyarakat terhadap Joko Widodo yang dianggap berseberangan dengan kelompok agama. Pilihan Joko Widodo ini bahkan berkebalikan dengan lawannya Prabowo yang didukung oleh kelompok agama. Prabowo justru memilih Sandiaga Uno yang merupakan kader Gerindra yang mempunyai latar belakang pengusaha.
Prabowo-Sandiaga mempunyai potensi basis massa yang besar yang jika dikelola dengan baik akan mematahkan prediksi banyak kalangan bahwa Jokowi akan menang dengan mudah. Basis massa yang bisa dimanfaatkan oleh Prabowo-Sandiaga adalah basis massa yang merindukan sosok Soeharto, basis massa yang mengidolakan militer sebagai Presiden, basis massa pengusaha, dan basis massa anak muda/kelompok milenial.
Kalangan yang mengidolakan Soeharto saat ini masih banyak. Masa-masa Orde Baru yang dilambangkan dengan kemakmuran dan stabilitas keamanan menjadi suasana yang diidolakan oleh kelompok tertentu. Basis massa ini harus berhasil digalang dan dikelola, terutama mengingat basis massa ini pasti merupakan kelompok yang usianya sudah matang dan mempunyai pengaruh, sehingga diharapkan mampu menjadi kader yang efektif.
Basis massa kedua adalah kelompok yang mengidolakan militer sebagai presiden. Militer yang dilambangkan dengan ketegasan dan keberanian masih menjadi latar belakang favorit bagi Presiden di Indonesia. Prabowo merupakan sosok militer yang pernah mengalami kejayaan dan terpatri dalam ingatan banyak orang di Indonesia. Stigma ini harus dimanfaatkan dengan baik untuk mendulang suara dalam Pilpres 2019.
Basis massa pengusaha dan sektor ekonomi menjadi peluang besar bagi Sandiaga Uno untuk meraih dukungan. Kelemahan ekonomi Joko Widodo yang disorot oleh beberapa kalangan seperti pertumbuhan ekonomi yang hanya bergerak di sekitar 5%, tenaga kerja asing yang menjadi polemik, dan nilai kurs rupiah yang semakin turun dibanding US dollar, menjadi isu penting bagi masyarakat. Isu-isu ini harus diolah dengan baik oleh Sandiaga Uno terutama memanfaatkan jaringan usahanya yang menggurita.
Kelompok terakhir adalah anak muda dan kaum milenial. Sandi sebagai peserta termuda dalam Pilpres 2019 tentu mempunyai peluang yang besar untuk lebih banyak menggalang kelompok muda terutama kaum milenial. Sandi bisa mengembangkan kampanye-kampanye dengan menggunakan teknologi dan seperti sosial media yang sangat digandrungi oleh kelompok milenial.
Dengan strategi yang tepat, pemetaan sasaran yang tepat, dan langkah-langkah pendekatan yang tepat, maka peluang Prabowo-Sandiaga untuk memenangkan Pilpres masih terbuka lebar. Tentu saja hal ini dimungkinkan jika Prabowo-Sandiaga mampu melihat sasaran tersebut dengan baik sehingga tahu mana yang bisa digalang dan mana yang tidak bisa.
Kemenangan Prabowo-Sandiaga dalam Pilpres 2019 masih sangat memungkinkan untuk diraih. Hal inilah yang harusnya menjadi catatan bagi Tim Joko Widodo-Ma’ruf Amin agar tidak jumawa.
*)Pemerhati politik, mahasiswa Doktoral bidang Kebijakan Publik Universitas Indonesia
Discussion about this post