Connect with us

LINGKUNGAN

Dorong Hutan SAD jadi Ekowisata, ORIK Gelar Pesta Buah

DETAIL.ID

Published

on

Pesta Buah

DETAIL.ID, Tebo – Yayasan Orang Rimbo Kito (ORIK) bakal menggelar pesta buah-buahan hutan di hutan Suku Anak Dalam (SAD) kelompok Temenggung Ngadap, tepatnya di Sungai Lubuk Dalam Desa Tanah Garo Kecamatan Muara Tabir Kabupaten Tebo – Jambi. Ini dikatakan Ahmad Firdaus, Ketua Orik, Senin (13/1/2020).

Firdaus berkata, banyak buah-buahan hutan di hutan Temenggung Ngadap saat ini telah berbuah dan mulai matang (masak). Di antaranya buah tampuy, kuduk biawak, pedaro, durian daun, gintar, buton, redan cuku, kumpu benang dan lainnya.

“Tanggal 26 nanti kita perkirakan puncak musim buah-buahan hutan. Jadi tanggal itu kita gelar pestanya,” kata Firdaus.

Firdaus mengatakan pesta buah-buahan hutan di kawasan hutan Temenggung Ngadap ini yang pertama kali dilaksanakan di Kabupaten Tebo. Tujuannya untuk mendorong kawasan hutan itu menjadi wilayah ekowisata.

Selain menjadi kawasan ekowisata bilang Firdaus, tujuannya untuk menjaga hutan itu tetap lestari.

“Saya berharap hutan itu menjadi ekowisata yang bakal bisa membawa kesejahteraan bagi SAD dan masyarakat sekitar. Ketika pariwisata tumbuh maka ekonomi masyarakat juga ikut tumbuh,” ujar dia.

Pada pelaksanaan pesta buah-buahan hutan nanti ucap Firdaus, pihaknya bekerja sama dengan Pemkab Tebo dan masyarakat desa.

“Kita juga melibatkan seluruh SAD di kawasan hutan tersebut,” ujarnya.

Nantinya kata Firdaus, pada pesta buah-buahan akan dihadiri oleh Bupati Tebo Sukandar, Kapolres Tebo AKBP Zainal Arrahman, Dandim 0416/Bute Letkol Inf Widi Rahman, para OPD dan undangan lainnya.

“Saat ini kita tengah mempersiapkan segala sesuatunya. Mudah-mudahan semuanya berjalan sesuai rencana,” katanya berharap.

Waris Pohon

Dandim 0416/Bute, Letkol Inf Widi Rahman, Bupati Tebo Sukandar dan Kapoles Tebo AKBP Zainal Arrahman menyatakan bakal hadir pada pesta buah-buahan hutan di Sungkai Lubuk Dalam, Desa Tanah Garo, Kecamatan Muara Tabir, Kabupaten Tebo, Jambi pada Minggu (26/1/2020) mendatang.

Mereka bertiga berencana mengendarai sepeda motor (trail) ke lokasi pesta buah-buahan hutan tersebut. Pasalnya, kondisi hutan yang masih rimba dan lestari itu tidak bisa dilalui kendaraan roda empat (mobil).

“Mengendarai trail boleh, mengendarai sepeda alam juga boleh. Yang jelas saya hadir pada acara itu,” kata Dandim 0416/Bute, Letkol Inf Widi Rahman saat dijumpai ketua Orik, Ahmad Firdaus di Tebo, Senin (13/1/2020).

Perjumpaan dengan Dandim 0416/Bute dimanfaatkan Firdaus untuk membeberkan beberapa program Orik ke depan, di antaranya adalah program “Waris Pohon”. Program ini adalah setiap batang pohon di kawasan hutan Temenggung Ngadap akan diadopsi. Hal itu dilakukan untuk menjaga hutan Temenggung Ngadap terhindar dari para perambah maupun pelaku illegal loging.

Lebih detail dijelaskan Firdaus, batang pohon yang ada boleh diadopsi oleh perorangan (individu), kelompok, intansi pemerintah maupun instansi swasta.

“Untuk adopsi sebatang pohon dikenakan biaya administrasi sebesar Rp300 ribu. Ini untuk pengadaan papan informasi yang berisikan nama pohon, diameter, kordinat, nama waris (adopsi), dan larangan pohon jangan ditebang. Papan informasi tersebut dipasang pada tiap-tiap batang pohon yang telah diadopsi sesuai dengan nama pengadopsi,” ujar Firdaus.

Selain biaya administrasi, kata Firdaus lagi, masing-masing pengadopsi akan dikenakan biaya perawatan sebesar Rp100 – Rp500 ribu per tahun. Biaya itu nantinya akan digunakan untuk pengadaan bibit jernang, upah penanaman dan perawatan bibit jernang, dan biaya operasional.

“Bibit jernang nantinya ditanam di tiap-tiap pohon yang diadopsi. Yang menanam dan memeliharanya adalah SAD dan masyarakat,” kata Firdaus.

Kembali dijelaskan Firdaus, para pengadopsi batang pohon disebut “Waris”. Pada kelompok SAD, Waris adalah sebutan orang yang mereka percaya dan bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Orang Rimbo. Waris ini biasanya sangat bijaksana.

“Makanya program adopsi pohon ini kita namakan ‘Waris Pohon’. Jadi yang mendapatkan amanah atau pewaris pohon harus bisa menjaga pohon yang diwariskan,” kata dia.

Program “Waris Pohon” tersebut langsung direspons Dandim 0416/Bute, Letkol Inf Widi Rahman. “Ini juga pernah saya lakukan di wilayah Kodim 0415/Batanghari. Waktu itu saya menjabat sebagai Pasi Intel, dan memasang papan larangan tebang pohon di kawasan hutan kota,” kata Widi Rahman.

Pemasangan papan informasi tersebut menurut dia, salah satu antisipasi mengatasi perambahan hutan dan illegal logging.

“Saya setuju itu. Nanti di papan informasi itu ditulis Waris Pohon Dandim 0416/Bute dan nama saya,” ujar Widi Rahman.

Widi Rahman berkata, persoalan perambahan hutan dan illegal loging adalah tugas semua pihak. Sebagai TNI AD, juga mempunyai kewajiban untuk menjaga hutan dan lingkungan tetap terjaga dan lestari. “Kita siap menjaga hutan tetap lestari,” katanya.

Hal yang sama juga dikatakan Kapolres Tebo, AKBP Zainal Arrahman. Dia juga menyatakan bakal hadir pada acara pesta buah-buahan hutan nantinya. “Kapolres ikut pesta buah-buahan hutan. Tadi sudah saya konfirmasi,” kata salah seorang pengurus Orik, Budi Utomo, Senin (13/1/2020).

Budi bilang Zainal Arrahman juga bakal mengikuti program “Waris Pohon” yang menjadi progam Orik untuk menjaga hutan tetap lestari. Pohon yang bakal diwariskan kepada Kapolres berada di kawasan hutan Temenggung Ngadap.

Ini dibenarkan oleh Ketua Orik, Ahmad Firdaus. Dia berkata, pada acara pesta buah-buahan hutan nantinya akan digelar penyerahan penghargaan dari Temenggung Ngadap kepala Kapolres Tebo, AKBP Zainal Arrahman. Penghargaan tersebut berupa kalung dan gelang dari buah sebalik sumpah.

Penghargaan tersebut diberikan karena Temenggung Ngadap menilai Kapolres Tebo telah berhasil menindak para pelaku ilegal logging di kawasan hutan Desa Tanah Garo.

“Temenggung sangat berterimakasih kepada Kapolres Tebo karena telah menangkap para pelaku ilegal logging di kawasan hutan mereka. Jadi Temenggung akan memberikan penghargaan kepada beliau pada saat pesta buah-buahan hutan nanti,” kata Firdaus.

 

Reporter: Syahrial

LINGKUNGAN

PLTU Milik PT Permata Prima Elektrindo Diduga Cemari Sungai Ale, Sudah Dilaporkan Namun Belum Ada Perubahan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Sarolangun – PLTU milik PT Permata Prima Elektrindo (PPE) yang berlokasi di Desa Semaran, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, diduga telah mencemari ekosistem Sungai Ale melalui pembuangan limbah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA). Hal ini terungkap dari hasil investigasi Lembaga Tiga Beradik (LTB) pada Selasa, 3 Juni 2025.

Tim LTB menemukan bahwa limbah FABA diangkut menggunakan kendaraan roda empat dan dibuang ke lahan terbuka seluas sekitar 1,3 hektare hanya berjarak 40 meter dari anak Sungai Ale. Lokasi pembuangan tersebut merupakan area rawa yang rawan banjir dan seharusnya menjadi daerah resapan air tanah.

“Kegiatan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun, khususnya Pasal 25 ayat 4 huruf b serta Pasal 28 ayat 1 huruf b dan e,” ujar Manager Advokasi LTB, Deri lewat keterangan tertulisnya.

Dampak dari aktivitas ini dirasakan langsung oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada Sungai Ale. Air sungai kini tercemar lumpur hitam limbah FABA, yang jika digunakan bisa membahayakan kesehatan.

Deri menegaskan bahwa jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa penindakan dari pihak berwenang, pencemaran bisa meluas hingga Sungai Tembesi yang menjadi hilir dari Sungai Ale.

“Pada Mei 2024 lalu, luapan Sungai Tembesi mencapai lokasi pembuangan limbah FABA dan membawa lumpur hitam yang menyebabkan kerusakan ekosistem di Sungai Ale,” katanya.

Menurut Deri, laporan sudah disampaikan kepada perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sarolangun pada kegiatan Sedekah Bumi tahun 2024 di RT 06, pintu masuk menuju lokasi PLTU. Namun hingga kini belum ada respons atau tindakan konkret.

“Kami menilai bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sarolangun lalai dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap aktivitas PLTU Semaran milik PT Permata Prima Elektrindo. Oleh karena itu, kami menuntut agar perusahaan diberi sanksi tegas oleh pihak terkait,” katanya. (*)

Continue Reading

LINGKUNGAN

Walhi Jambi Laporkan Jamtos, JBC, dan Roma Estate ke Polda Terkait Dugaan Perusakan Sungai

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi melaporkan tiga proyek pembangunan besar di Kota Jambi ke Kepolisian Daerah (Polda) Jambi atas dugaan pelanggaran lingkungan hidup pada Jumat, 30 Mei 2025.

Ketiga proyek tersebut adalah Jambi Town Square (Jamtos), Jambi Business Center (JBC), dan Perumahan Roma Estate. Walhi menilai, pembangunan ketiganya telah mengubah bentang alam sempadan Sungai Kambang dan menyebabkan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).

Fokus utama laporan tertuju pada pembangunan Jamtos yang diduga menutup aliran Sub Sungai Payo Sigadung atau Sungai Kambang dan menggantinya dengan saluran tertutup (gorong-gorong). Kondisi ini dinilai melanggar tata ruang dan aturan lingkungan serta meningkatkan risiko banjir di kawasan Mayang.

Berdasarkan overlay citra historis Google Earth tahun 2002 hingga 2025, kawasan Jamtos sebelumnya merupakan hutan dan sempadan sungai alami. Kini, jalur sungai tersebut tertutup bangunan beton, menghilangkan fungsi alaminya sebagai saluran limpasan air.

Walhi menilai pembangunan itu melanggar sejumlah peraturan, antara lain Undang-Undang No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, PP No 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Permen PUPR No 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai, serta Perda Kota Jambi No 9 Tahun 2013 dan No 5 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Selain Jamtos, pembangunan JBC dan Roma Estate juga diduga turut mengubah alur sungai dan menutup wilayah resapan air yang penting bagi kestabilan ekologis kota Jambi.

Direktur Walhi Jambi, Oscar Anugrah, menyatakan bahwa pembangunan yang tidak memperhatikan aturan lingkungan dan tata ruang merupakan bentuk kelalaian serius.

“Kami meminta dan mendesak Kapolda Jambi melalui Direktorat Kriminal Khusus untuk segera memeriksa pihak pengembang JBC, Jamtos, dan Roma Estate, serta pihak pemerintah yang memberikan izin atas pembangunan tersebut. Kami tidak akan berdamai bagi siapa saja yang merusak alam dan lingkungan yang berpotensi terhadap kerusakan ekologi,” ujar Oscar.

Hingga berita ini ditulis, belum diperoleh tanggapan resmi dari pihak pengembang maupun instansi terkait laporan tersebut. (*)

Continue Reading

LINGKUNGAN

Perkumpulan Hijau Bakal Laporkan Tambang Batu Bara PT GAL di Tebo Atas Pencemaran Lingkungan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Setelah PT Bumi Bara Makmur Mandiri (BBMM) yang sampai saat ini masih dalam proses penyelidikan Polda Jambi, Perkumpulan Hijau (PH) kembali menemukan indikasi kejahatan lingkungan akibat aktivitas industri ekstraktif batu bara yaitu PT Globalindo Alam Lestari (GAL).

Perusahaan tambang batu bara yang berada di kawasan Desa Suo Suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo tersebut menjadi ancaman serius untuk lingkungan dan masyarakat, akibat aktivitas tambang batu bara yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari permukiman warga.

Direktur Perkumpulan Hijau, Feri Irawan menyoroti dampak yang ditimbulkan dari tambang batu bara yang sangat dekat permukiman warga tersebut, mulai dari ketimpangan sosial hingga ancaman terhadap lingkungan dan ketahanan pangan.

“Risiko hadirnya tambang batu bara pasti akan mengintimidasi ruang hidup masyarakat karena di mana ada tambang, pasti ada kesengsaraan,” ujar Feri dalam pernyataannya.

Ia menegaskan bahwa situasi di Desa Suo Suo mencerminkan bagaimana masyarakat dikorbankan atas nama eksploitasi sumber daya alam. Menurut Feri, ketidakpatuhan perusahaan tambang terhadap aturan jarak minimal dari permukiman merupakan bentuk kejahatan pertambangan yang nyata.

“Ketidakpatuhan perusahaan pada aturan tentang jarak minimal pun menjadi salah satu tolak ukur kejahatan pertambangan,” katanya.

Selain ancaman terhadap lingkungan dan pertanian, aktivitas tambang yang begitu dekat juga meningkatkan risiko kesehatan bagi warga sekitar. Polusi udara dari debu tambang, pencemaran air, serta potensi longsor akibat pengerukan tanah menjadi kekhawatiran utama yang dihadapi masyarakat.

Bukan hanya itu, Perkumpulan Hijau melihat PT Globalindo Alam Lestari (GAL) dituding telah menyebabkan pencemaran dan membunuh sejumlah ekosistem sungai di sekitar konsesinya.

Hasil investigasi Perkumpulan Hijau menemukan pembuangan atau pengeringan air dari bekas tambang baru yang sedang beroperasi melalui selang mengarah dan mengalir ke Sungai Batanghari, air bekas tambang yang seharusnya dialiri ke settling pond untuk mengurai zat atau bahan kimia bekas tambang yang terkandung dari air bekas tambang baru.

Dalam hal ini jelas ungkap Feri, sanksi pelanggaran UU Lingkungan terkait settling pond, dapat berupa sanksi pidana maupun sanksi administratif, tergantung pada jenis pelanggaran dan tingkat keparahannya. Sanksi pidana meliputi penjara dan denda, sedangkan sanksi administratif meliputi teguran tertulis, pembekuan izin, atau pencabutan izin.

Feri menambahkan, dalam izin PT GAL ini terlihat jelas lobang bekas galian tambang yang menganga luas, tidak ada bentuk tanggung jawab terhadap dampak akibat dari ekploitasi tambang yang dilakukan secara masif.

“Berdasarkan analisis Tim GIS ‘Perkumpulan Hijau mencatat luasan lobang tambang yang tidak direklamasi oleh PT Globalindo Alam Lestari (GAL) ialah luas lobang tambang 7,64 hektare dan luas lahan yang terbuka 10,97 hektare.

Feri menegaskan, jika tindakan kejahatan lingkungan ini tidak segera dihentikan, maka kehancuran dan bencana tinggal menunggu waktu. Perkumpulan Hijau mendesak pemerintah, Polda Jambi, Mabes Polri, khususnya inspektorat tambang, menteri lingkungan hidup untuk segera mengevaluasi praktik tambang yang berlangsung di Desa Suo Suo. Feri menekankan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warga dari dampak buruk pertambangan dan memastikan keselamatan mereka.

“Perkumpulan Hijau juga mendesak pemerintah selaku pemberi izin, untuk mengevaluasi praktik tambang yang ada dan membebaskan area masyarakat dari wilayah tambang agar dapat memberikan jaminan pada keselamatan masyarakat sekitar,” katanya.

Terkait kemungkinan sanksi, Feri menyebut bahwa pencabutan izin merupakan bentuk hukuman tertinggi yang bisa diberikan terhadap perusahaan yang melanggar aturan. Namun, hingga saat ini, belum ada pencabutan izin yang terjadi di wilayah tersebut.

Dalam hal ini, Perkumpulan Hijau akan segera melaporkan temuan di lokasi PT GAL ini ke Polda Jambi untuk dilakukan tindakan.

“Kami akan laporkan PT GAL ini atas tindakan kejahatan pencemaran lingkungan,” katanya. (*)

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs