DETAIL.ID, Jambi – Serikat Petani Indonesia (SPI) Jambi menilai 19 petani yang ditangkap pada 21 September 2019 lalu tidak terbukti di persidangan melakukan pembakaran dan penebangan hutan di Hutan Harapan yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI).
“Mereka ditangkap tanpa dokumen yang jelas dan juga tanpa pemberitahuan. Kami juga sudah ajukan praperadilan, hanya saja ditolak oleh hakim PN Muara Bulian. Kini kami akan terus berjuang di persidangan,” kata Tim Pengacara SPI, Kurdiyanto dalam jumpa pers yang digelar, Minggu (23/2/2020) malam.
Ia menilai bahwa para petani itu jelas-jelas dikriminalisasi. Menurutnya, berdasarkan fakta persidangan yang berjalan, tak ada satu pun saksi yang melihat atau mendengar secara langsung para petani ini melakukan pembakaran dan penebangan hutan.
“PT REKI mendapatkan izin pada tahun 2010 sementara para petani telah tinggal di sana sejak tahun 2002 silam. Jadi masyarakat lebih dulu tinggal di sana ketimbang PT REKI,” ujarnya.
Ketua SPI Jambi, Sarwadi menyesalkan sikap PT REKI yang tidak menghormati proses mediasi yang tengah berlangsung. Menurutnya, kriminalisasi terhadap petani sejak tahun 2012 hingga kini telah memenjarakan 28 petani.
Ia menyampaikan pihaknya tengah mendata jumlah petani yang mendiami 17.000 hektar dalam konsesi PT REKI. Saat ini yang baru terdata lebih dari 3.000 Kepala Keluarga.
“Saya berharap kejadian ini tidak terjadi lagi. Mari kita akhiri konflik ini. Karena menurut saya, konflik ini sesungguhnya adalah konflik agraria. Saya berharap semua pihak mau bermediasi agar konflik segera berakhir,” ujarnya.
Discussion about this post