DETAIL.ID, Jakarta – Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia hanya mencapai 2,7 persen sampai 2,8 persen pada tahun ini akibat tertekan virus corona atau Covid-19. Tekanan tersebut turut mempengaruhi laju ekonomi Indonesia yang diramal hanya mampu tumbuh 5,1 persen pada tahun ini.
Proyeksi BI terhadap laju ekonomi dunia itu lebih rendah dari ‘ramalan’ beberapa lembaga internasional di kisaran 3 persen. Salah satunya proyeksi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) sebesar 3,3 persen.
“Pertumbuhan ekonomi dunia akan lebih rendah karena ada gangguan global supply chain (rantai pasok) dan distribusi di negara-negara maju. Belum lagi, perkembangan harga komoditas,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (11/3/2020).
Lebih lanjut, ia mengatakan penurunan proyeksi ekonomi dunia juga terjadi akibat tekanan virus corona ke pasar keuangan, khususnya bursa saham dan nilai tukar mata uang. Perry turut melihat perkembangan sejumlah negara berskala ekonomi besar akan terkoreksi, seperti China, Amerika Serikat, Eropa, Korea Selatan, dan Jepang.
“Amerika mungkin sekitar 1,8 persen sampai 1,9 persen, Eropa juga turun, Jepang bahkan resesi tahun ini,” imbuhnya.
Sementara proyeksi BI terhadap ekonomi Indonesia lebih rendah dari target awal sebesar 5,1 persen sampai 5,5 persen. Namun, masih lebih tinggi dari proyeksi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang sebesar 4,7 persen sampai 5,0 persen dan lembaga pemeringkat kredit internasional Moody’s sebesar 4,8 persen.
Perry menjelaskan proyeksi revisi laju ekonomi nasional berasal dari perkiraan pertumbuhan sebesar 4,9 persen pada kuartal I 2020. Lalu, 5,0 persen pada kuartal II, 5,1 persen pada kuartal III, dan 5,2 persen pada kuartal IV 2020.
“Jadi keseluruhan itu, (ekonomi) masih bisa 5,1 persen pada tahun ini. Tapi kalau kami push dengan stimulus fiskal, masih bisa menjadi 5,2 persen. Hanya dengan merebaknya (virus corona) di negara maju, maka kami kalkulasi lagi,” katanya.
Sementara untuk inflasi, Perry memperkirakan masih tetap bisa dijaga sesuai target awal sebesar 3 persen plus minus 1 persen. Begitu pula dengan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) sebesar 2,5 persen sampai 3,0 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Sejumlah ekspor memang akan terganggu dalam jangka pendek, tapi impor juga, sehingga dampak ke CAD, kami masih optimis sekitar 2,7 persen terhadap PDB,” ujarnya.
Tak ketinggalan, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan juga diperkirakan masih bisa mencapai kisaran target sebesar 8 persen sampai 10 persen. Hanya saja, target pertumbuhan kredit sebesar 9 persen hingga 11 persen perlu dikaji kembali.
“Kredit ini masih kami kaji lagi, tapi tahun depan rasanya masih bisa di kisaran 10 persen sampai 12 persen. Tahun ini akan lebih rendah, tapi tahun depan dengan stimulus baru lagi, justru pertumbuhan kredit bisa lebih tinggi,” katanya.
Di sisi lain, Perry kembali menekankan bahwa pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus berkoordinasi untuk mendongkrak perekonomian nasional. Bank sentral nasional sendiri akan memberi stimulus melalui kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, ekonomi digital, hingga keuangan syariah dan UMKM.
Discussion about this post