DETAIL.ID, Jambi – Perang dingin dua kubu antara kubu pengusaha ilegal drilling bernama Fuad dengan pemilik IUPHHK HTI PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS) di Kabupaten Sarolangun, Jambi saling klaim wilayah kekuasaan.
Beberapa waktu lalu sempat menghebohkan publik karena adanya dugaan kerja sama antara pihak PT AAS dalam hal memberikan fasilitas kepada pengusaha ilegal drilling, baik itu fasilitas jalan maupun lokasi titik ilegal drilling.
Baca Juga: PT AAS Minta Dalang Ilegal Drilling Segera Ditangkap
Akibatnya, kedua belah pihak itu sama-sama saling tuding dan saling buka bobrok. Secara peraturan PT AAS mengklaim lokasi tersebut adalah milik konsesi mereka.
Namun menurut Fuad, PT AAS sudah melebar ke luar dari izin mereka. “Ini saya ada peta dari lembaga pemerhati lingkungan hidup. PT AAS sudah jauh ke luar dari izin mereka,” katanya kepada detail belum lama ini di kawasan RS MMC, Mayang, Kota Jambi. Fuad sembari menunjukkan peta batas izin PT AAS.
Baca Juga: Ilegal Drilling Dalam Konsesi PT AAS, Apa Tindakan Penegak Hukum Jambi?
Di tempat yang berbeda, kelompok masyarakat 5 desa yang berada di lingkungan ilegal drilling tersebut merasa dianaktirikan dan permainan pengusaha ilegal drilling melakukan monopoli dan membuat masyarakat geram hingga terpecah belah.
Menurut salah satu warga Desa Jati Jernih bernama Herman, semula mereka saling adem ayem saja selama setahun ini. Namun kondisi berubah sejak pengusaha ilegal drilling enggan berbagi dengan masyarakat dari lima desa: Jati Jernih, Suka Maju, Guruh Baru, Suka Makmur dan HTI.
Baca Juga: Kapolri Diminta Usut Tuntas dan Hentikan Aktivitas Ilegal Drilling di Sarolangun
“Kami pernah membawa pemodal untuk kerja sama dengan masyarakat kami 5 desa, namun saat kami bawa alat milik pemodal yang akan kerja sama dengan masyarakat serta operator, malah bos Fuad beli alat serta operatornya sekalian. Jadi kami masyarakat tak bisa apa-apa. Mereka banyak duit. Mereka main monopoli sehingga kami hanya penonton. Padahal lahan yang digarap mereka kami masyarakat juga punya hak,” kata Herman mengeluh.
Ia berharap ada lembaga atau LSM yang bisa bantu mereka. “Kami butuh hidup juga meski hal ini dikatakan ilegal, Pak,” ujarnya dengan nada lirih.
Reporter: Tholip
Discussion about this post