TEMUAN
Pangkalan di Tanjung Jabung Timur Jual Gas Elpiji Bersubsidi Sampai Rp25 Ribu Per Tabung

DETAIL.ID, Tanjung Jabung Timur – Salah satu pangkalan gas yang berlokasi di Kelurahan Nipah Panjang ll, Kecamatan Nipah Panjang, Kab Tanjung Jabung Timur, Jambi menjual gas elpiji 3 kg seharga Rp25 ribu per tabung kepada masyarakat setempat. Harga ini melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Rp19 ribu, seperti yang tertera di dinding informasi di lokasi pangkalan.
Salah seorang ibu rumah tangga, Yuli mengeluhkan kelangkaan gas elpiji bersubsidi di Kecamatan Nipah Panjang. Menurutnya, Pangkalan milik Sudarman yang berada di lingkungan tempat tinggalnya, Parit 10, Kelurahan Nipah Panjang ll menjual gas elpiji hingga Rp25 ribu.
“Kami sangat sulit mendapatkan gas elpiji. Kalau pun ada harganya sangat mahal bisa mencapai Rp35 ribu. Tapi mau bagaimana lagi. Di Pangkalan Pak Darman saja sudah sampai Rp25 ribu. Harga segitu sudah sejak dua tahun lalu,” katanya belum lama ini.
Terkait hal ini, beberapa awak media berupaya mengonfirmasi Sudarman di kediamannya, Sabtu, 15 Agustus 2020. Saat ditanya soal harga Rp25 ribu, Sudarman membenarkannya. “Pangkalan atas nama Sudarman, kepunyaan saya yang dikelola istri. Terkait harga memang benar saya jual Rp25 ribu per tabung,” katanya.
Menurut Sudarman, dia mengambil gas elpiji di Sabak dengan harga Rp19 ribu per tabung. Oleh karena itu, dia mengambil untung. “Makanya saya jual Rp25 ribu per tabung. Kalau saya tidak untung, mendingan saya tutup saja pangkalan ini. Apalagi jatah saya sekarang hanya tinggal 100 tabung,” ujarnya.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical”]
Adakah imbauan dan arahan dari pemasok terkait harga yang ditetapkan pemerintah? “Arahan ada. Saya diminta menjual di ngka jual Rp20 ribu. Kalau jual harga segitu lebih baik saya stop jual sas, apa lagi, gas saya sering hilang di mobil pengangkut gas. Kalau terkait teguran, pernah, melalui surat,” ucapnya.
Istri Sudarman ikut menyela, “Kalau ke warga segitu kami jual, tapi kalau ke toko (untuk dijual lagi), kami jual dengan harga Rp23 ribu,” kata istri Darman.
Camat Nipah Panjang, Helmi Agustius saat diinformasikan mengatakan akan mengecek keberadaan pangkalan tersebut. Menurutnya, jika benar hal itu terjadi, ia akan menginformasikan permasalahan ini ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kabupaten.
“Permasalahan ini akan kita cek terlebih dulu, jika benar, kita akan informasikan kepada Disperindag, kiranya mendapat solusi. Saat ini, kami pihak kecamatan pun sedang berupaya, mencari solusi terkait permasalahan gas yang dihadapi warga Nipah Panjang,” kata Helmi.
Diduga ada ketimpangan dalam penyaluran subsidi gas elpiji yang disalurkan oleh PT Putra Tanjung Jabung Timur (PTT). Pengakuan dari salah satu pangkalan menyebutkan bahwa ia mendapatkan pasokan berlebih setiap trip (minggu), semula 100 tabung menjadi 165 Tabung. Sementara Pangkalan milik Sudarman mengalami pengurangan, yang semula sempat 125 tabung saat ini berkurang menjadi 100 tabung.
Sampai berita ini diterbitkan, PT Putra Tanjung Jabung Timur belum dapat dikonfirmasi.
Reporter: Riza
TEMUAN
Ada Gudang BBM Ilegal di Kawasan Penyengat Rendah, Tepat di Belakang Rumah Makan Padang Lawas

DETAIL.ID, Jambi — Jeratan mafia bahan bakar minyak (BBM) ilegal kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Provinsi Jambi. Sebuah gudang diduga kuat sebagai lokasi pengoplosan sekaligus penimbunan BBM ilegal ditemukan beroperasi di Jalan Depati Purbo, kawasan Penyengat Rendah, tepat di belakang Rumah Makan Padang Lawas.
Ironisnya, aktivitas ilegal tersebut berlangsung terang-terangan, seolah tanpa rasa takut terhadap hukum. Lokasi yang dicurigai sebagai sarang mafia BBM ini kian menambah daftar panjang pelanggaran hukum yang dibiarkan tumbuh subur di tengah lemahnya pengawasan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, gudang tersebut diduga milik seorang berinisial “Yono” yang disebut-sebut merupakan oknum anggota TNI aktif berdinas di Kodim 0415. Publik pun mulai bertanya: apakah ini murni kelalaian aparat, atau justru ada praktik pembiaran sistematis?
Padahal, regulasi jelas dan tegas:
Penyimpanan BBM tanpa izin dapat diancam pidana 3 tahun penjara dan denda hingga Rp 30 miliar.
Sementara pengangkutan tanpa izin diancam hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 40 miliar.
Namun, tampaknya aturan itu tak berlaku bagi mafia yang sudah merasa nyaman beroperasi di Jambi.
Kondisi ini menjadi sinyal bahaya bagi kredibilitas aparat penegak hukum, khususnya di tingkat wilayah. Jika Kapolda Jambi serius ingin mengembalikan kepercayaan publik, tidak ada cara lain selain turun langsung dan menindak tegas siapa pun yang terlibat — tanpa pandang bulu!
Sudah saatnya Polri membuktikan bahwa Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah bukan surga bagi mafia BBM ilegal. Masyarakat tak lagi butuh janji — publik menanti tindakan nyata!
TEMUAN
Sebanyak 16 ASN di Bungo Absen Kerja Lebih dari 10 Hari Berturut-turut, Tapi Gaji dan TPP Tetap Lancar: Negara Rugi Rp 468,97 Juta

DETAIL.ID, Bungo – Sebanyak 16 Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 12 SKPD di Kabupaten Bungo tercatat tidak masuk kerja selama lebih dari 10 hari berturut-turut tanpa keterangan yang sah sepanjang tahun 2024. Namun gaji, tunjangan dan TPP para ASN yang tidak disiplin tersebut tetap dibayarkan secara penuh.
BPK Perwakilan Provinsi Jambi pun mencatat nilai total kelebihan bayar sebesar Rp 468.970.500. Dalam LHP BPK atas LKPD Pemkab Bungo, 16 ASN tersebut terdiri dari berbagai SKPD macam Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas PUPR, BPRRD, serta sejumlah kecamatan seperti Jujuhan, Jujuhan Ilir, Tanah Sepenggal, Bathin II Pelayang, Pelepat, Bathin III Ulu, dan Tanah Tumbuh.
Sebagai contoh, ASN berinisial “Erk” dari Kecamatan Tanah Tumbuh menerima pembayaran penuh sebesar Rp 48.778.400 tanpa kehadiran kerja yang sah selama 12 bulan, menyebabkan kelebihan pembayaran seluruhnya.
Hal serupa terjadi pada ASN lainnya seperti “Lsn” dari Kecamatan Bathin III Ulu yang juga menerima pembayaran penuh Rp 37.090.400. Kemudian, “Nas” pada SMPN 8 Tanah Sepenggal yang menerima Rp 49.986.000, lanjut “Syf” ASN pada Kecamatan Tanah Sepenggal Rp 37.350.200, dan “Mhs” pada Kecamatan Pelepat Rp 38.996.000.
BPK mencatat lemahnya pengawasan internal, khususnya dalam penggunaan sistem informasi kepegawaian yang seharusnya mencatat kehadiran ASN secara digital. Dalam beberapa kasus, kepala sekolah dan camat juga disebut tidak memverifikasi kehadiran secara memadai, sehingga data di aplikasi tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Selain itu, beberapa ASN yang telah lama tidak hadir masih saja tetap menerima gaji bulanan tanpa pemotongan. BPK juga menegaskan bahwa sesuai aturan, ASN yang tidak masuk kerja selama 10 hari berturut-turut tanpa alasan sah dapat diberhentikan secara tidak hormat sebagaimana PP No 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Sipil.
“Kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan kepada 12 ASN yang tidak mematuhi ketentuan masuk kerja senilai Rp 468.970.500,” tulis auditor BPK.
Atas temuan ini, BPK merekomendasikan Bupati Bungo untuk memerintahkan seluruh Kepala SKPD terkait agar, menindaklanjuti temuan dan memproses pengembalian kelebihan pembayaran gaji, tunjangan dan TPP ASN ke kas daerah dengan total Rp 487.972.740,03.
Kemudian, memproses disiplin dan hak keuangan sesuai peraturan perundang-undangan. Dan meningkatkan pengawasan terhadap pembayaran gaji, tunjangan, dan TPP ASN dengan verifikasi kehadiran yang lebih ketat.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Alkes Miliaran di RSUD Rantau Rasau Belum Dimanfaatkan, Kondisi Gedung Tak Terawat! BPK Soroti Kinerja Dinas Kesehatan

DETAIL.ID,Tanjungjabung Timur — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti belum optimalnya pemanfaatan aset tetap di RSUD Rantau Rasau, Kabupaten Tanjungjabung Timur. Temuan ini disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan aset milik daerah per 31 Desember 2024, yang telah diserahkan kepada Pemkab Tanjungjabung Timur pada 20 Juni 2025.
Dalam laporan tersebut, BPK mencatat bahwa total nilai aset tetap sebesar Rp 63 miliar di RSUD Rantau Rasau yang terdiri dari gedung dan bangunan senilai Rp 41,6 miliar serta peralatan dan mesin senilai Rp 21,4 miliar. Namun dari nilai peralatan tersebut, aset senilai Rp 8,4 miliar atau 39,32 % belum dimanfaatkan karena tidak ada petugas yang mengoperasikan.
Selain itu, temuan juga menunjukkan bahwa kondisi fisik sebagian gedung RSUD tampak tidak terpelihara. Pemeriksaan lapangan yang dilakukan pada 22 Februari 2025 memperlihatkan adanya kerusakan dan kurangnya perawatan pada sejumlah fasilitas rumah sakit.
Dalam wawancara bersama auditor BPK, pihak RSUD bilang kalau RSUD Rantau Rasau sendiri baru mulai beroperasi sejak 24 September 2024, dan hingga Februari 2025 hanya menyediakan layanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan rawat jalan. Rumah sakit ini disebut kekurangan tenaga medis dan nonmedis. Bahkan saat pemeriksaan berjalan, RSUD hanya memiliki satu direktur, satu kasubbag tata usaha, satu kepala seksi penunjang, serta 22 tenaga paramedis.
Direktur RSUD mengaku telah mengajukan permintaan penambahan tenaga kesehatan kepada Dinas Kesehatan pada 4 Februari 2025. Namun, hingga kini penambahan personel masih menunggu rekomendasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan penetapan formasi dari Kemenpan RB.
BPK menilai kondisi ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang pengelolaan barang milik daerah dan Perda Kabupaten Tanjungjabung Timur Nomor 5 Tahun 2017, yang mewajibkan pengguna barang untuk memanfaatkan, menjaga, dan mengawasi aset dalam penguasaannya.
Akibatnya, aset berupa alat kesehatan dan gedung senilai total lebih dari Rp 50 miliar belum dapat memberikan manfaat maksimal dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan layanan kesehatan belum berjalan optimal.
“BMD berupa alat kesehatan dan peralatan kantor lainnya senilai Rp 8.432.448.585,06 pada RSUD Rantau Rasau belum dapat dimanfaatkan. BMD berupa Gedung dan Bangunan senilai Rp 41.602.212.961,15 belum optimal digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak dapat dilaksanakan secara optimal,” tulis auditor BPK dalam LHP atas LKPD Pemkab Tanjungjabung Timur TA 2024.
BPK menyebut permasalahan ini disebabkan oleh belum optimalnya peran Kepala Dinas Kesehatan dalam mengelola pelayanan dan sumber daya manusia di RSUD Rantau Rasau, serta kurangnya koordinasi dan perencanaan dari Sekretaris Dinas Kesehatan.
Baik Kepala Dinas Kesehatan maupun Bupati Tanjungjabung Timur menyatakan sependapat dengan temuan tersebut dan berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK. BPK pun merekomendasikan agar Bupati memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan meningkatkan kinerja pelayanan dan pengelolaan SDM di RSUD Rantau Rasau.
Reporter: Juan Ambarita