DETAIL.ID, Tebo – Suku Anak Dalam (SAD) kelompok Temenggung Ngadap di Desa Tanah Garo Kecamatan Muara Tabir Kabupaten Tebo – Jambi, melaksanakan upacara HUT ke-75 RI, Senin, 17 Agustus 2020.
Upacara yang dilaksanakan di hutan Sungkai Lubuk Dalam Desa Tanah Garo ini diikuti oleh Waris, Jenang dan sejumlah warga SAD.
Pada upacara ini, pimpinan SAD Desa Tanah Garo, Temenggung Ngadap bertindak sebagai pemimpin upacara, Jenang Yarani sebagai pembaca UUD 1945 dan Menti Gentar sebagai pembaca teks proklamasi.
Dalam arahannya, Temenggung Ngadap berpesan kepada seluruh warga SAD agar sama-sama menjaga hutan adat tempat mereka hidup dan berkehidupan. “Jika hutan ini habis, ke mana nantinya tempat anak cucu kita hidup,” kata Temenggung Ngadap.
Dari nenek moyang kita dahulu lanjut Temenggung, kita hidup dan berkehidupan di dalam hutan, bukan dalam kota,” jadi harus sama-sama kita jaga hutan ini. Sebab hutan ini bukan cuma milik kita sendiri, tapi juga milik anak cucu kita. Jadi jangan sampai diserobot orang,” katanya.
Temenggung menegaskan, menjaga hutan harus terus dilakukan sampai kapan pun. Pasalnya, menurut dia, sudah banyak warga SAD yang kehilangan hutan karena dijual, diserobot orang ataupun diserobot perusahaan. Akibatnya, mereka (SAD) hidup menumpang di kebun-kebun perusahaan atau kebun-kebun warga.
Yang lebih miris kata Temenggung, karena kehilangan hutan mereka (SAD) kehilangan mata pencaharian. Akibatnya mereka meminta-minta di sepanjang jalan untuk bisa bertahan hidup.
“Jadi jangan sampai kita di sini hidup menumpang, meminta-minta apalagi mencuri. Itu memalukan kita sebagai SAD. Jadi, mari sama-sama kita jaga hutan kita. Walaupun nanti saya sudah tidak ada, hutan ini harus tetap terjaga,” kata Temenggung.
Pendamping SAD Jambi, Ahmad Firdaus mengatakan, bagi SAD hutan adalah rumah mereka. Mereka hidup dari berburu dan meramu dan menjual hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti getah damar, getah balam, rotan, jerenang dan lainnya.
Hingga saat ini, kata Firdaus, cara hidup seperti itu masih dijalani oleh SAD kelompok Temenggung Ngadap. “Mereka (kelompok Temenggung Ngadap) masih berpegangan teguh pada adat dan istiadat mereka sebagai SAD,” ujarnya.
Anehnya kata Firdaus, tanpa sepengetahuan Temenggung Ngadap, tiba-tiba muncul izin perusahaan perkebunan di hutan tempat mereka hidup dan berkehidupan.
“Heran saja, dari nenek moyang mereka dahulu sudah tinggal di sana. Kok bisa timbul izin perusahaan di sana. Sekarang status seluruh area kawasan hutan Temenggung Ngadap berada dalam izin perusahaan, yakni PT Limbah Kayu Utama (LKU),” ucap Firdaus.
Firdaus menjelaskan, PT LKU merupakan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Izin perusahaan ini diterbitkan pada tahun 2008 lalu dan hingga sekarang belum beraktivitas. Agar tidak terjadi konflik antara SAD dengan perusahaan, dia minta kepada pemerintah agar segera mencari solusi atas permasalahan tersebut. “Ini rawan konflik kalau tidak cepat dicarikan solusinya,” katanya.
Reporter: Syahrial
Discussion about this post