DETAIL.ID, Batanghari – Terjangan wabah COVID-19 nyaris melumpuhkan sejumlah sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam wilayah Kabupaten Batanghari, Jambi.
Tak terkecuali kerajinan batik tulis dan batik cap. Batik Jambi Maryana sangat merasakan dashyat pandemi corona. Omset sang pemilik kini tinggal Rp20 juta.
“Sebelum pandemi corona, omset penjualan Batik Jambi Maryana mencapai Rp60 juta setiap bulan, kalau sekarang paling cuma Rp20 hingga Rp25 juta,” kata Maryana dikonfirmasi detail, Jumat 2 Oktober 2020.
Kehadiran batik pabrikan rupanya tak berpengaruh terhadap penjualan Batik Jambi Maryana. Buktinya, dia masih mampu mempertahankan batik tulis hingga kini. Salah satu jurus jitu Maryana dengan berjualan online.
“Alhamdulillah usaha saya masih mampu bertahan dengan cara memanfaatkan semua aplikasi media sosial. Cara ini sangat membantu selama pandemi corona,” ujarnya.
Harga batik tulis dan batik cap dengan batik pabrikan memang sangat jauh berbeda. Wajar saja, proses pembuatan batik tulis memakai lilin malam yang dipanaskan dengan perangkat canting. Begitu juga proses pembuatan batik cap. Sedangkan batik pabrikan tidak melalui proses batik yang sebenarnya.
“Batik tulis peminatnya kelas menengah ke atas, karena berdasarkan proses yang lama, otomatis harganya juga tinggi. Kalau batik pabrikan biasanya digunakan oleh masyarakat biasa, seperti anak sekolah,” katanya.
Menurut Maryana, batik tulis dan batik cap mempunyai pangsa pasar sendiri-sendiri. Dalam beberapa bulan terakhir, dia mengaku usaha Batik Jambi Maryana sempat mengalami macet.
“Ahamdulillah tiga bulan ini sudah mulai ada peningkatan, tapi sebelumnya tetap ada penurunan mencapai angka 50 persen,” ucapnya.
Batik Jambi Maryana menjual aneka batik. Diantaranya, dasar batik, kain sarung, jilbab dan baju jadi. Semua motif mempunyai pangsa pasar sendiri-sendiri dan pembeli batik berasal dari Jakarta, Bandung, Medan dan Palembang.
“Paling bayak terjual wilayah Provinsi Jambi. Pada kondisi normal, batik saya bisa laku terjual hingga 300 lembar, tapi saat ini paling cuma 70 hingga 100 lembar,” ujarnya.
Maryana memulai usaha batik tulis sejak 1992. Hasil batik ukiran tangan dia berhasil menarik minat desainer Barli Asmara tahun 2018 dalam acara Fashion Week di Plaza Indonesia. Selama menjalani usaha kerajinan batik, Maryana mengaku tak pernah tersentuh bantuan pemerintah daerah.
“Karyawan saya kini berjumlah 12 orang. Modal awal cuma 500 ribu untuk pembuatan batik tulis dan cap kombinasi tulis samo cap,” ujarnya.
Discussion about this post