Connect with us

PERKARA

KPK Serahkan Hasil Rampasan Perkara Zainuddin Hasan ke Pemkab Lampung Selatan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan hasil rampasan dari kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Lampung Selatan Zainuddin Hasan. Penyerahan dilakukan jaksa eksekusi KPK ke Pemkab Lampung Selatan.

“Hari ini, bertempat di Kantor Bupati Lampung Selatan, KPK melaksanakan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 113 K/Pid.Sus/2020 tanggal 28 Januari 2020 atas nama terdakwa Zainuddin Hasan yang pada pokoknya memerintahkan barang bukti dalam perkara TPPU dirampas untuk negara Cq. Pemerintah Daerah Lampung Selatan,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, melansir liputan6.com Selasa 17  November 2020.

Ali menyampaikan, penyerahan dilakukan secara simbolis dan langsung kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan melalui Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Lampung Selatan Sulpakar dengan disaksikan Sekretaris Daerah Pemkab Lampung Selatan Thamrin dan jaksa KPK Josep Wisnu Sigit.

Barang-barang yang diserahkan adalah sebagai berikut:

1. Dokumen sebanyak 29 (dua puluh sembilan) berkas.

2. Uang sejumlah Rp 7.569.227.394,00 (tujuh miliar lima ratus enam puluh sembilan juta dua ratus dua puluh tujuh ribu tiga ratus dembilan puluh empat ribu rupiah) dan telah disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Lampung Selatan nomor rekening 383.00.09.00003.9 pada PT.BPD Lampung cabang Kalianda pada Senin 16 November 2020.

3. Tanah sebanyak 58 (lima puluh delapan) bidang. Dengan nilai penaksiran Rp 19.098.883.000,00 (sembilan belas milIar sembilan puluh delapan juta delapan ratus delapan puluh tiga ribu rupiah).

4. 1 (satu) bidang tanah dan bangunan (Ruko) yang terletak di Kelurahan Jagabaya III Kec. Way Halim, Kota Bandar Lampung. Dengan nilai penaksiran Rp2.462.500.000,00 (dua miliar empat ratus enam puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).

5. Kendaraan 25 (dua puluh lima) unit. Dengan nilai penaksiran Rp 5.787.897.000,00 (lima miliar tujuh ratus delapan puluh tujuh juta delapan ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah).

6. AMP dan perlengkapannya 22 (dua puluh dua) unit. Dengan nilai penaksiran Rp7.210.961,000,00 (tujuh miliar dua ratus sepuluh juta seribu rupah)

7. Handphone sebanyak 9 (sembilan) buah. Dengan nilai penaksiran Rp 13.312.000,00. (tiga belas juta tiga ratus dua belas ribu rupiah).

8. 1 (satu) buah jam tangan merk Richard Mille. Dengan nilai penaksiran Rp 3.575.000,00 (tiga juta lima ratus tujuh puluh lima juta rupiah).

9. 1 (satu) buah cincin. Dengan nilai penaksiran 13.745.000,00 (tiga belas juta tujuh ratus empat puluh lima ribu rupiah).

“Dalam proses penyelesaian perkara, KPK tidak hanya berupaya menghukum penjara terhadap para koruptor, namun juga adanya tuntutan perampasan aset hasil korupsi untuk pemasukan kas negara/daerah,” kata Ali.

Dieksekusi ke Lapas Bandar Lampung

Zainuddin Hasan sendiri sudah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bandar Lampung pada Kamis, 6 Februari 2020.

Ia merupakan terpidana kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana korupsi berupa suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Lampung Selatan.

Ekseskusi terhadap adik dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan ini dilaksanakan setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Zainuddin. Zainuddin pun akan menjalani pidana 12 tahun sama seperti putusan pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang pada 25 April 2019 lalu.

PERKARA

Tiga Penjual Sisik Trenggiling Ditangkap Polresta Jambi

DETAIL.ID

Published

on

Ke-3 pelaku ditangkap dan dibawa ke Mapolresta Jambi. (ist)

DETAIL.ID, Jambi – Unit Tipidter Satreskrim Polresta Jambi berhasil mengungkap kasus tindak pidana konservasi daya alam hayati dan ekosistemnya pada Senin, 24 Februari 2025 di kawasan Jl Raden Fatah, Kelurahan Sijenjang, Jambi Timur.

Kapolresta Jambi Kombes Pol Boy Sutan Binanga Siregar melalui Kasi Humas Ipda Deddy mengatakan pengungkapan berawal saat personel Unit Tipidter Sat Reskrim Polresta Jambi mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa ada yang ingin menjual bagian tubuh hewan yang dilindungi berupa sisik trenggiling.

“Atas informasi tersebut personel unit tipidter melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah memang benar hal tersebut,” katanya pada Selasa, 25 Februari 2025.

Setelah didalami, tim pun mendapati fakta bahwa informasi tersebut benar adanya. Dimana terdapat pihak yang hendak menjual sisik trenggiling. Tim lantas melakukan undercover buy untuk tindak lanjut informasi yang didapatkan.

“Tim Unit Tipidter berhasil melakukan tangkap tangan terhadap 3 pelaku dengan barang yang dibawa tersebut adalah sisik trenggiling sebanyak kurang lebih 10 kg,” ujarnya.

Lebih lanjut Kasi Humas menjelaskan, para pelaku yang diamankan diantaranya adalah MT (48) warga Desa Lambur Tanjabtim yang merupakan pemilik, selanjutnya WW (43) warga Desa Tangkit Sungai Gelam yang perannya sebagai Kurir, dan TMS (33) warga Jelutung Kota Jambi yang tugasnya sebagai warga perantara.

“Dari tangan para pelaku ini kita mengamankan barang bukti sebanyak 10 kg sisik trenggiling yang dimasukkan kedalam karung plastic beras kayu manis dan 1 unit sepeda motor merek Honda Supra X warna Hitam Nopol BH 4191 IR,” katanya.

Saat ini ketiga pelaku berada di Mapolresta Jambi, atas perbuatannya mereka terancam dikenakan Pasal 21 ayat 2 jo pasal 40 ayat 2 UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

PT LAJ Diduga Kembali Lakukan Kriminalisasi, Masyarakat Bakal Mengadu ke Jakarta

DETAIL.ID

Published

on

IHCS Jambi bersama petani Sungai Salak Desa Balai Rajo. (ist)

DETAIL.ID, Tebo – Anak usaha PT Royal Lestari Utama yakni PT Lestari Agro Jaya diduga kembali melakukan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang sudah lama menggarap areal yang diklaim masuk ke dalam konsesi Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).

Ketua Indonesia Human Right Committe For Social Justice (IHCS) Provinsi Jambi, Ahmad Azhari menyampaikan setidaknya terdapat 3 panggilan kepada petani di Sungai Salak Desa Balai Rajo dari Polres Tebo pada akhir tahun 2024.

Salah satunya, Ketua Forum Tani Sungai Salak yaitu James Barus. IHCS Jambi menilai upaya kriminalisasi ini dilatarbelakangi karena James Barus tidak mau menyerahkan lahan yang sudah digarap keluarganya selama belasan tahun untuk dijadikan areal perumahan karyawan PT LAJ.

Dalam Laporan Polisi: LI/64/XI/RES.5./2024/Reskrim tertanggal 08 November 2024, dan Panggilan Polisi Nomor: B/168 /II/RES.5/2025 /Reskrim, mereka didalilkan melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

“Hal ini menjadi dasar agar para petani tersebut dipanggil, ditekan, diancam, pidana kemudian menyerahkan tanah garapannya kepada PT LAJ,” kata Azhari, dalam keterangan tertulis pada Kamis, 20 Februari 2025.

Wiranto Manalu selaku Sekretaris IHCS Provinsi Jambi pun menilai seharusnya PT LAJ tidak lagi menggunakan cara-cara lama dalam menakut-nakuti rakyat dengan upaya kriminalisasi. Sebab hal tersebut menunjukkan bahwa kehadiran PT LAJ hanya menimbulkan traumatik bagi masyarakat di sekitar PT LAJ.

Dengan segala riwayat konflik PT LAJ dengan masyarakat sekitar, menurut Wiranto pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan harusnya segera melakukan evaluasi dan adendum terhadap Izin PT LAJ. Lantaran dari jumlah Izin HTI seluas 61.459 hektare, hanya sekitar 15.000 hektare lebih yang bisa dikuasai oleh PT LAJ.

Dia menilai hal itu disebabkan oleh sudah adanya kedudukan petani penggarap sebelum izin PT LAJ diberikan oleh Kementerian Kehutanan serta tidak adanya sinkronisasi luasan izin dengan lahan yang sudah terlebih dahulu diduduki masyarakat.

IHCS Jambi pun mendorong Kementerian Kehutanan untuk memberikan kepastian kepemilikan lahan terhadap masyarakat yang terlebih dahulu tinggal di areal yang diklaim PT LAJ.

“Kementerian Kehutanan harus segera dapat mendorong penyelesaian konflik ini dengan menggunakan berbagai skema termasuk Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH). Harus dilakukan identifikasi dan verifikasi agar ada kejelasan bagi masyarakat,” katanya.

Karena pada prinsipnya, menurut Wiranto, masyarakat yang tinggal di dalam Kawasan hutan yang diklaim areal PT LAJ tersebut siap dibina oleh skema pemerintah yang nantinya.

“Apakah pasca dikeluarkan dari Izin LAJ para petani akan diwajibkan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu tidak menjadi masalah, selain itu juga dapat mengurangi beban PT LAJ dalam membayar Pajak PBPH nya apalagi PT LAJ tidak menguasai lahan tersebut,” katanya.

Dengan berbagai persoalan yang timbul saat ini, IHCS Jambi bakal mendampingi Forum Tani Sungai Salak dan akan mendatangi beberapa institusi negara untuk melaporkan dugaan kriminalisasi dan resolusi konflik bagi masyarakat yang tinggal di areal klaim izin PT LAJ.

Petani disebut bakal akan jalan kaki dari Merak menuju Kementerian Kehutanan, Kementerian Polkam, Kementerian Hukum, Mabes Polri serta Komnas HAM, hal ini disebabkan oleh keyakinan para petani bahwa negara masih belum hadir untuk melindungi dan memberikan solusi terhadap nasib para petani.

Adapun yang menjadi Tuntutan Forum Tani Sungai Salak yakni;

  1. Hentikan kriminalisasi yang dilakukan PT LAJ terhadap petani Sungai Salak Desa Balai Rajo, Kecamatan VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo.
  2. Meminta Kementerian Kehutanan melakukan Evaluasi dan Adendum Izin PT LAJ yang sudah terlebih dahulu diduduki oleh para petani.
  3. Meminta Kementerian Kehutanan melakukan langkah penyelesaian konflik agraria terhadap penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang sudah diduduki terlebih dahulu oleh masyarakat sebelum izin PT LAJ.
  4. Meminta Komnas HAM memberikan perlindungan kepada petani Forum Tani Sungai Salak terhadap kriminalisasi yang dilakukan PT LAJ.
  5. Meminta Mabes Polri untuk memerintahkan Polres Tebo menghentikan upaya kriminalisasi petani yang dilakukan PT LAJ.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Kejati Sita Rp 1,7 Miliar dari Kasus Korupsi MTN PT SNP pada Bank Jambi 2017-2019

DETAIL.ID

Published

on

Tim penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejati Jambi. (ist)

DETAIL.ID, Jambi – Tim penyidik tindak pidana korupsi gagal bayar MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017-2019, menyita uang senilai Rp 1,7 miliar dari salah satu tersangka atas nama Arif alias AE pada Rabu, 19 Februari 2025.

Dalam keterangan tertulis, Kasipenkum Kejati Jambi, Noly Wijaya menyampaikan penyitaan tersebut melengkapi barang bukti dalam perkara korupsi gagal bayar MTN PT SNP pada Bank Jambi 2017-2019.

Uang senilai Rp 1,7 miliar tersebut pun kini telah dititipkan sementara di pekening penitipan Kejati Jambi pada Bank BRI Cabang Jambi.

Adapun AE disangka melanggar ketentuan primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.

Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

“Perkara ini melibatkan tersangka AE yang diduga melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan beberapa pihak,” kata Kasipenkum Kejati Jambi, Noly Wijaya.

Di antaranya yakni, Yunsak El Halcon bin H. Zaihifni Sihak (alm) – telah dijatuhi pidana penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto Bin Supandi, telah dijatuhi pidana penjara selama 9 tahun. Andri Irvandi Bin Djohan dijatuhi pidana penjara selama 13 tahun.

Leo Darwin diputuskan pidana penjara 16 tahun, yang saat ini terdakwa dan JPU Kejari Jambi sedang proses pengajuan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi Jambi.

Sebagaimana diketahui tindak pidana korupsi perkara gagal bayar dalam pembelian MTN PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) periode tahun 2017-2018, berdampak signifikan pada kerugian keuangan negara sebesar Rp 310 miliar lebih.

Dalam rilisnya, Kejati Jambi pun menegaskan komitmen untuk menyelesaikan perkara ini secara profesional, transparan, dan akuntabel demi penegakan hukum yang adil dan kepastian hukum dan dalam penanganannya tidak hanya berorientasi pada penghukuman namun juga pada pemulihan/penyelamatan keuangan negara.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement