PERKARA
Vendor Bansos Mundur, Tak Sanggup Bayar Uang Muka Untuk Juliari

DETAIL.ID, Jakarta – Kasus dugaan korupsi yang menjerat eks Menteri Sosial (Mensos), Juliari Peter Batubara, membuat geram publik. Ketika masyarakat menjerit karena kelaparan, Juliari dan teman-temannya mengeruk keuntungan dari dana bantuan sosial (Bansos).
Juliari diduga menerima fee Rp10 ribu dari setiap paket bansos sembako senilai Rp300 ribu.
“Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS (Matheus) dan AW (Adi) sebesar Rp10 ribu per paket sembako, dari nilai Rp300 ribu per paket bansos,” kata Ketua KPK Firli Bahuri, pada Minggu 6 Desember 2020 lalu.
Namun dari hasil penelusuran IDN Times, pungutan Juliari diduga lebih besar per paketnya. Selain itu, perusahaan yang ingin menjadi vendor harus membayar uang muka dengan persentase minimal yang telah ditentukan oleh Juliari.
1. Sejumlah vendor mengundurkan diri karena tidak sanggup bayar uang muka
Seorang sumber IDN Times mengungkapkan, penunjukan vendor bansos dilakukan tanpa prosedur dan tidak transparan. Sejumlah vendor ada yang mengundurkan diri karena tidak sanggup membayar uang muka.
“Vendor-vendor awal mengundurkan diri karena tidak sanggup ‘dipalak’ di depan,” ujarnya kepada IDN Times.
2. Vendor yang terpilih harus memberikan fee minimal 14 persen dari kuota paket sembako yang didapat. Nilainya berbeda-beda tiap vendor
Jadi vendor yang dapat (Penyedia bansos) yang besar tawarannya ada yang 14 persen, 17 persen, beda-beda tergantung kuota paket bansos. Otomatis ini berdampak pada kualitas isi paket bansos yang diterima rakyat.”
3. Total ada 13 perusahaan penyedia bansos sembako:
Berdasarkan data yang diterima oleh IDN Times, tidak semua penyedia bansos sembako mendapatkan kuota sama. Berikut daftar perusahaan yang menjadi distributor bansos tahap XII dan Tahap XI.
Penyedia bansos sembako presiden tahap XII Kemensos
PT Farmindo Meta Komunika jumlah kuota 250.000 paket
PT Tara Optima Primagro jumlah kuota 250.000 paket
PT Integra Padma Mandiri jumlah kuota 250.000 paket
PT Citra Mitra Artha jumlah kuota 250.000 paket
PT Mandala Hamonangan Sude jumlah kuota 135.000 pake
PT Indoguardika Vendos Abadi jumlah kuota 125.000 paket
PT Konsorsium Ekonomi Kerakyatanjumlah kuota 100.000 paket
PT Asri Citra jumlah kuota 100.000 paket
PT Bismacindojumlah kuota 100.000 paket
PT Pertani jumlah kuota 40.000 paket
PT Andalan Gemilang Makmur jumlah kuota 100.000 paket
PT Brahman Farm jumlah kuota 40.000 paket
PT REVAN jumlah kuota 40.000 paket
PT TIGA PILAR jumlah kuota 25.000 paket
PT Bekasi Metal jumlah kuota 25.000 paket
PT Hohian jumlah kuota 12.946 paket
PT Tallu Masempo Dalle jumlah kuota 10.000 paket
PT Rajawali Parama Indonesia jumlah kuota 18.713 paket.
Penyedia bansos sembako presiden tahap XI Jabodetabek
PT Farmindo Meta Komunika jumlah kuota 250.000 paket
PT Tara Optima Primagro jumlah kuota 250.000 paket
PT Integra Padma Mandiri jumlah kuota 250.000 paket
PT Citra Mitra Artha jumlah kuota 250.000 paket
PT Mandala Hamonangan Sude jumlah kuota 135.000 paket
PT Indoguardika Vendos Abadi jumlah kuota 125.000 paket
PT Konsorsium Ekonomi jumlah kuota Kerakyatan 100.000
PT Asri Citra jumlah kuota 100.000
PT Bismacindo jumlah kuota 100.000 paket
PT Pertani jumlah kuota 40.000 paket
PT Andalan Gemilang Makmur jumlah kuota 100.000 paket
PT Inti Jasa Utama jumlah kuota 50.000 paket
PT Nexa Supra Prima jumlah kuota 50.000 paket
Era Nusa Prestasijumlah kuota 50.000 paket
PT Rajawali Parama Indonesia jumlah kuota 18.713 paket.
4. Pengacara Juliari, Maqdir Ismail, belum bisa memberikan tanggapan soal upeti yang harus dibayarkan vendor kepada Juliari
Vendor Bansos Mundur, Tak Sanggup Bayar Uang Muka Untuk JuliariMenteri Sosial Juliari P Batubara (kiri) meninggalkan ruang pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu 6 Desember 2020
“Saya ini belum sempat bicara dengan Pak Juliari, jadi saya belum bisa sampaikan apa-apa. Saya tidak bisa komunikasi, ketemu saja gak boleh. Problemnya di situ,” paparnya saat dihubungi IDN Times, Kamis 24 Desember 2020.
5. Juliari diduga menerima suap Rp17 miliar
Vendor Bansos Mundur, Tak Sanggup Bayar Uang Muka Untuk JuliariMantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tiba untuk menjalani pemeriksaan perdana di gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/12/2020) (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Sekadar diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Juliari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi program bansos COVID-19. Ia diduga menerima suap sebesar Rp17 miliar. Masing-masing sebesar Rp8,2 miliar pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama. Periode kedua, menerima uang Rp8,8 miliar.
Saat ini KPK sudah menetapkan lima orang tersangka. Yaitu Sebagai pihak terduga penerima: Juliari, serta dua pejabat PPK Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono Sebagai pihak terduga pemberi: Ardian I M dan Harry Sidabuke yang merupakan pihak swasta.
KPK mengamankan barang bukti uang Rp14,5 miliar pecahan mata uang Rupiah dan mata uang asing saat Operasi Tangkap Tangan (OTT). Uang itu disimpan ke dalam tujuh koper, tiga tas ransel, dan amplop kecil melansir IDNnews 26 Desember 2020.
Kasus ini berawal dari pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020. Nilainya mencapai Rp5,9 triliun. Kemudian ada 272 kontrak dan dilaksanakan dalam dua periode.
Juliari menunjuk Matheus dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan proyek tersebut. Mereka menunjuk langsung para pihak yang menjadi rekanan.
“Dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS (Matheus). Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS (Matheus) dan AW (Adi) sebesar Rp10 ribu per paket sembako, dari nilai Rp300 ribu per paket bansos,” jelas Ketua KPK, Firli Bahuri, ketika konferensi pers yang disiarkan akun YouTube KPK 6 Desember 2020 lalu.

PERKARA
Sidang Kasus Korupsi Kredit PT PAL: Bengawan Kamto Akui Serahkan Pengurusan Kredit ke Viktor Gunawan

DETAIL.ID, Jambi – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi kredit investasi dan modal kerja PT Prosympac Agro Lestari (PT PAL) bersama Bank BNI dengan terdakwa Wendy Haryanto kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Rabu, 15 Oktober 2025. Dalam sidang ini, jaksa menghadirkan 4 orang saksi yang dinilai memiliki peran penting dalam proses pengajuan dan penggunaan kredit perusahaan tersebut.
Empat saksi yang dihadirkan masing-masing adalah Firdaus dari BPN Kabupaten Muarojambi, Rais Gunawan selaku Branch Business Manager BNI Palembang, serta Bengawan Kamto dan Viktor Gunawan dari pihak PT PAL.
Sidang dimulai dengan pemeriksaan saksi Firdaus, namun berlangsung singkat lantaran ia baru bertugas di BPN Muarojambi sejak 2023 dan tidak terlibat langsung dalam proses awal kredit.
Selanjutnya, giliran Bengawan Kamto dan Viktor Gunawan yang memberikan kesaksian. Bengawan mengaku membeli PT PAL pada tahun 2018 dengan harga akhir Rp 126,5 miliar, setelah melalui proses tawar-menawar dari harga awal Rp 150 miliar.
“Pembayarannya dilakukan bertahap, awalnya Rp 50 miliar, kemudian Rp 5 miliar, Rp 15 miliar, total akhir Rp 126,5 miliar,”ujar Bengawan di hadapan majelis hakim.
Dia juga menjelaskan, pengurusan kredit ke Bank BNI diserahkan sepenuhnya kepada Viktor Gunawan yang saat itu sudah disiapkan menjadi Direktur PT PAL. Dana pencairan dari bank pun, kata Bengawan, langsung masuk ke rekening perusahaan, bukan ke rekening pribadinya.
“Rp 105 miliar saya percayakan kepada Viktor. Kredit modal kerja seharusnya digunakan untuk operasional dan hal-hal terkait pembangunan,” katanya.
Bengawan juga mengungkapkan, terdapat 6 kali pembayaran utang PT PAL ke BNI dengan total Rp 112 miliar. Namun masih tersisa sekitar Rp 14 miliar yang belum terbayar. “Saya tidak tahu ke mana Rp 14 miliar itu,” katanya menjawab pertanyaan jaksa.
Sementara itu, saksi Viktor Gunawan membenarkan dirinya menjabat sebagai direktur PT PAL sejak 2018, sebagai pengurus baru menggantikan Wendy Haryanto. Ia juga mengakui proses pengajuan kredit ke BNI dilakukan melalui komunikasi telepon, bukan surat resmi.
Viktor mengaku mengenal Wendy melalui pertemuan yang difasilitasi di kantor Jaya Indah Motor, meski ia tidak mengingat pasti berapa kali pertemuan tersebut terjadi. Ia juga membenarkan adanya kredit lain dari Bank CIMB Niaga, namun tidak mengetahui detail jumlah maupun teknisnya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Ketua Poktan Desa Badang Ditetapkan Tersangka, Warga Tuduh PT DAS Rekayasa Hukum

DETAIL.ID, Tanjungjabung Barat – Ketua Kelompok Tani (Poktan) Imam Hasan, Dedi Ariyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Tanjungjabung Barat dalam kasus yang diduga berkaitan dengan konflik lahan antara warga Desa Badang dan PT DAS. Penetapan ini memicu protes warga yang menilai langkah hukum tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap pejuang tanah rakyat.
Kasus ini bermula dari sengketa lahan antara masyarakat Desa Badang dan PT DAS terkait perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Warga menilai PT DAS telah menguasai lahan masyarakat secara ilegal dan tidak menjalankan kewajiban kompensasi 20 persen lahan bagi masyarakat terdampak, sebagaimana diatur dalam ketentuan perpanjangan HGU.
Menurut warga, perusahaan justru mengubah bentuk kompensasi menjadi pemberian uang dengan nominal kecil yang dianggap tidak sepadan. Meski belum ada penyelesaian ganti rugi, PT DAS disebut telah lebih dahulu memperpanjang HGU secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat maupun perangkat desa.
“Penetapan tersangka terhadap Dedi Ariyanto ini jelas tekanan balik dari perusahaan terhadap warga yang memperjuangkan haknya,” ujar salah satu tokoh masyarakat Desa Badang pada Rabu, 15 Oktober 2025.
Ia pun menegaskan masyarakat akan terus mengawal kasus ini hingga ke tingkat pusat. “Kami hanya menuntut keadilan. Jangan sampai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujarnya.
Konflik agraria ini juga disorot karena saat kejadian berlangsung, Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial (TIMDU PKS) diketahui berada di wilayah tersebut. Publik mempertanyakan sejauh mana peran tim tersebut dalam mencegah eskalasi konflik di lapangan.
Aktivis menilai pembiaran terhadap situasi ini menunjukkan lemahnya penerapan UU No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, yang seharusnya menjadi dasar penyelesaian sengketa antara masyarakat dan korporasi.
Masyarakat Badang kini mendesak Kapolri dan Kementerian ATR/BPN turun tangan memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan, serta mencegah konflik agraria ini menjadi preseden buruk bagi perjuangan hak atas tanah rakyat.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Tuntut Lahan 586 Hektare Dikembalikan, GMNI Jambi Bersama Kelompok Tani Mandiri Purwodadi Segera Demo PT TML

DETAIL.ID, Tanjungjabung Barat – Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Jambi bersama Kelompok Tani Mandiri Desa Purwodadi, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjungjabung Barat, bakal menggelar aksi unjuk rasa pada Senin, 20 Oktober 2025.
Aksi tersebut akan dilakukan di area yang diklaim oleh PT Tri Mitra Lestari (TML) sebagai bentuk desakan agar lahan seluas 586 hektare yang disebut milik warga segera dikembalikan.
Konflik lahan ini telah berlangsung hampir 3 dekade. Persoalan bermula pada 1994, ketika PT TML diduga mengambil alih lahan masyarakat yang sebelumnya telah memiliki izin membuka lahan dari Pemerintah Desa Purwodadi tertanggal 2 Januari 1993. Sejak itu warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Mandiri mengaku mengalami berbagai bentuk intimidasi, perusakan tanaman, dan penggusuran.
Data inventarisasi dari Dinas Perkebunan Kabupaten Tanjungjabung Barat menunjukkan bahwa lahan tersebut merupakan hak sah milik masyarakat. Namun, hingga kini area itu masih dikuasai oleh PT TML tanpa ada penyelesaian yang jelas dari pemerintah maupun pihak perusahaan.
Ketua DPC GMNI Jambi, Ludwig Syarif Sitohang menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendampingi petani Purwodadi dalam memperjuangkan hak atas tanah mereka.
“Perjuangan petani ini bukan sekadar soal tanah, tetapi soal hak asasi manusia. Negara melalui Pemda dan OPD terkait seharusnya hadir membela rakyat, bukan membiarkan perusahaan merampas hak mereka,” ujar Ludwig pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Ia menambahkan, aksi yang akan digelar tersebut akan dilakukan secara damai dan konstitusional dengan melibatkan sekitar 500 peserta dari kalangan mahasiswa dan masyarakat petani.
Sementara itu, Wiranto B Manalu selaku tim pendamping menilai pemerintah daerah telah lalai dalam menangani persoalan tersebut.
“Selama 30 tahun rakyat Purwodadi menanti keadilan, namun yang datang justru intimidasi dan pembiaran. Pemerintah tidak boleh terus menutup mata. Inventarisasi Disbunak sudah jelas menunjukkan lahan itu milik rakyat,” ujar Wiranto.
GMNI Jambi juga berencana melaporkan permasalahan ini ke Panitia Khusus (Pansus) Konflik Lahan DPR RI. Langkah hukum dan advokasi akan terus ditempuh jika pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum tidak segera bertindak.
Dalam aksi nanti, GMNI Jambi bersama Kelompok Tani Mandiri mengajukan sejumlah tuntutan di antaranya:
- Mengembalikan lahan seluas 586 hektare kepada masyarakat Desa Purwodadi.
- Menuntut pertanggungjawaban atas kerugian material dan non-material yang dialami petani selama 30 tahun.
- Mendesak Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Barat untuk bersikap tegas terhadap PT TML dan berpihak pada rakyat.
- Mengevaluasi kinerja aparat penegak hukum serta pejabat terkait yang dianggap lalai dalam penyelesaian konflik agraria tersebut.
Konflik antara masyarakat dan PT TML kini menjadi salah satu kasus agraria yang mendapat perhatian luas di Provinsi Jambi, seiring meningkatnya tuntutan agar pemerintah daerah lebih tegas terhadap perusahaan yang diduga menguasai lahan secara sepihak.
Reporter: Juan Ambarita