DETAIL.ID, Sumatera Selatan – Fakta baru terungkap dalam persidangan perkara dugaan tindak pidana korupsi Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) Covid-19 di Desa Sukowarno, Musi Rawas, Sumatera Selatan, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin 29 Maret 2021. Terdakwa Askari (43) mengaku menggunakan uang itu untuk berjudi dan membayar uang muka (DP) mobil selingkuhannya.
Askari yang merupakan Kepala Desa Sukowarno didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 182,7 juta. Dia mengakui tidak menyalurkan BLT DD kepada penerima dan menggunakannya untuk kepentingan sendiri.
Setelah pencarian dana, dia menginap bersama selingkuhannya di salah satu hotel di Lubuklinggau. Saat itulah dia memberikan uang muka (DP) mobil untuk selingkuhannya yang merupakan istri warganya.
“Selingkuhan saya masih berstatus istri orang dan masih satu desa dengan saya. Saya pakai uang itu sebanyak Rp 20 juta untuk membayar DP mobil selingkuhan saya,” ungkap Askari dalam sidang virtual, Senin 29 Maret 2021.
Selain itu, Askari juga memakai dana bantuan sebesar Rp120 juta untuk berjudi. Semuanya dihabiskan dalam waktu singkat tanpa diketahui orang lain.
“Seingat saya Rp 70 juta untuk judi togel dan Rp 50 juta judi remi song,” ucap Askari.
Pernyataan Askari diakui penasihat hukumnya, Supendi. Pihaknya masih menunggu tuntutan Jaksa Penuntut Umum. “Kita tunggu tuntutan JPU dulu, baru kita lakukan upaya hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, JPU dari Kejaksaan Negeri Lubuklinggau menilai Askari telah melakukan tindak pidana korupsi bantuan Covid-19 dari dari dana desa tahap dua dan tiga tahun 2020 senilai Rp187,2 juta. Bantuan itu semestinya diberikan kepada 156 kepala keluarga masing-masing Rp 600 ribu. Namun dana itu justru digunakan terdakwa untuk membayar utang pribadi, bermain judi toto gelap (togel), dan judi remi.
“Terdakwa menggunakan dana itu untuk keperluan pribadi, untuk judi juga, tidak memberikannya kepada penerima yang berhak,” ungkap JPU Rahmawati saat dihubungi, Selasa 2 Maret 2021.
Karena itu, JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam pasal 2 itu bisa ancamanya 20 tahun penjara atau hukuman mati,” ujarnya. [yan]