KETIKA diminta membantu membenahi bisnis Aulia Fashion yang lagi terpuruk, satu-satunya yang saya khawatirkan saat itu adalah penyerapan pasar.
Saya pun bertanya pada Pak Suseno Budi Prasetyo, “Pak, kalau kita benahi operations-nya. Kalau kita bisa memproduksi pakaian dengan kualitas yang baik dan jumlah yang banyak, apakah punya kemampuan untuk menjual?”
Ia pun menjawab singkat, jika hal tersebut merupakan bagian tugas istrinya, Zaida Aulia. Mendengar hal tersebut, saya teruskan pertanyaan tersebut pada istrinya. “Bisa, bu?” tanyaku menegaskan.
“Bisa, coach. Yakin bisa,” jawabnya optimis.
“Please tell me more, how will you do it?” tanyaku lagi.
“Kita punya distributor dan agen. Mereka yang akan menjualkan produk kita,” jawabnya.
“Ada berapa distributor dan agen, dan seberapa besar kemampuan menyerapnya?” kejarku.
Beliau terdiam untuk berpikir.
“Begini saja. Kumpulkan mereka saya ingin bertemu dengannya”.
Sebelum bertemu mereka, saya mengumpulkan data-data yang diperlukan. Salah satunya omset penjualan yang hanya Rp 20 – 80 juta per bulan.
Saat bertemu dengan semua distributornya yang berjumlah 8-10 orang, saya memperkenalkan diri dan menyampaikan program yang akan saya lakukan di Aulia Fashion. Saya pun mulai memasang target, bahwa omset minimal bulanan adalah Rp 200 juta.
Seorang “emak dasteran” yang omsetnya paling tinggi, bersuara lantang, “Coach tidak usah minta kami naikan omset, penuhi saja permintaan kami. Wong permintaan kami saja tidak pernah bisa dipenuhi” ujarnya berapi-api.
Saya hanya tersenyum. Mengalihkan perhatian, kemudian menggiring lagi pada omset Rp 200 juta. Namun mereka tetap bergeming. Tak ada seorang pun yang berani menerima tantangan saya.
Akhirnya saya memberi ultimatum, kalau dalam 6 bulan tak bisa mencapai Rp 200 juta saya akan membuat distribution channel yang baru.
Setelah itu, saya mengunjungi toko mereka. Melihat bagaimana cara mereka memasarkan dan mengoperasikan bisnisnya.
Akhirnya saya berkesimpulan, mereka selama ini hanya berdagang bukan berbisnis. Saya mengumpulkan lagi mereka semua. Mengubah pola pikir mereka dari mindset pedagang menjadi pebisnis. Mengubah fokus dari berjualan produk menjadi membangun jaringan. Juga meminta mereka untuk mulai merekrut karyawan. Meskipun awalnya keberatan karena khawatir tidak bisa menggaji, akhirnya mereka melakukannya juga.
Saya pun meminta bu Zaida untuk menindaklanjuti dan membimbingnya. Bu Zaida menjalankan perannya dengan sangat baik. Maka omset Rp 200 juta berhasil mereka lewati dengan mudah.
Kemudian saya naikan lagi targetnya menjadi Rp 400 juta, Rp 600 juta, Rp 800 juta kemudian Rp 1 miliar.
Satu kali bu Zaida melaporkan, meskipun emak yang satu ini selalu berhasil melewati tantangan yang saya berikan. Namun ia sering tidak konsisten, dan malah asyik menjual produk merek lain. Saya turun tangan melakukan one on one coaching, dan memang bawelnya minta ampun. Namun demikian ia selalu menjalankan apapun yang saya sarankan.
Akhirnya Wahyu Sri Wahyuningsih pun menjadi distributor pertama yang mencapai omset Rp 1 miliar per bulan.
*Penulis adalah Doktor lulusan Universitas Negeri Jakarta program doktoral Manajemen Sumber Daya Manusia, serta memperdalam Behavioral Change Specialist di IMPAC University Florida, USA. Selain itu, ia juga memiliki sertifikasi Certified Behaviour Change Specialist dan Certified Productivity Specialist, yang diperoleh dari Association of Productivity Specialist (APS) yang berkedudukan di New York, USA.
Discussion about this post