Kisah hidup atlet dayung yang dilupakan pemerintah. Ia pensiun dini dan bertahan hidup dengan mendaur ulang sampah melibatkan para janda. Sampai akhirnya sebagai pegiat lingkungan, ia meraih Kalpataru serta menciptakan Kopi Bungur.
WANITA berusia 44 tahun ini selalu ingat pesan nenek moyangnya. Moyangnya seorang tabib punya resep obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit kencing manis atau diabetes dari tanaman Bungur.
“Tanaman bungur ini punya khasiat yang luar biasa, maka saya berpikir untuk mengolahnya. Tercetuslah membuat kopi bungur ini,” kata Leni, 44 tahun ketika ditemui detail.id pada Jumat, 16 Juli 2021.
Sejak tiga tahun lalu, Leni mulai mengolah Bungur menjadi kopi. Ia beri nama Kopi Bungur dan mengemasnya sebagai produk Kampung Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi.
Di Kampung Legok, bunga Bungur memang banyak tumbuh. Alhasil, untuk bahan baku akan selalu tersedia. Ia mulai memberdayakan para janda miskin di kampungnya agar berpenghasilan.
“Selain punya khasiat untuk diabetes jika menyeduh tanpa gula, Kopi Bungur juga bisa buat menambah stamina. Ada penambahan sedikit biji kopi biasa untuk memperkuat aroma dan rasa,” ujarnya.
Untuk menambah keyakinan soal khasiat, ia meminta bantuan Universitas Jambi untuk meneliti. Hasilnya, di dalam bungur terdapat kandungan insulin murni.
Untuk proses pembuatan Kopi Bungur, ada beberapa tahapan. Biji bungur dijemur selama 3 jam, dari jam 3 sore hingga matahari terbenam. Proses penjemuran selama 6 hari.
Setelah menjemur, proses selanjutnya adalah pemanggangan (roasting), dicampur dengan sedikit biji kopi untuk aroma dan rasa. Setelah itu ditumbuk secara manual.
Semua prosesnya manual karena mesin-mesin mahal. Harganya mencapai Rp 6 juta. Ia tak punya duit sebanyak itu. “Daripada untuk beli mesin, lebih baik untuk menambah modal untuk para janda-janda pelaku industri kreatif,” ucap Leni.
Ia berharap produk ini bisa terkenal. Sebab, ini bukan produk pribadi. Tapi produk bersama Kampung Legok. Semakin laris, maka akan semakin mengangkat perekonomian kampungnya. Ia memasarkan Kopi Bungur hanya melalui media sosial dan para kolega serta lewat pameran.
Selain kopi bungur, ia juga bikin Bank Sampah. Ia menerima siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan bayaran sampah. Para janda atau warga yang ia bina juga bisa menyetorkan kerajinan daur ulang untuk dijual.
Leni Haini adalah mantan atlet dayung Jambi. Ia telah meraih puluhan medali dari PON, SEA GAMES, Asian Games, Kejuaraan Asia Terbuka di Taiwan, Kejuaraan Dunia di Hong Kong serta pernah mengikuti kejuaraan di Sidney, Australia.
Leni menggeluti dayung sejak duduk di kelas 1 SMP pada tahun 1991. Pada tahun itu pula, mengikuti pelatnas dan berhasil menyabet juara satu. Dua tahun kemudian, Leni mewakili Jambi pada Kejuaraan Nasional Dayung Junior. Saat itu, dia meraih medali emas pertama.
Leni sempat beristirahat dari dunia dayung setelah menikah pada tahun 2000. Tiga tahun kemudian, ia kembali aktif sebagai atlet sekaligus pelatih dayung. Pada tahun 2004, dia terpaksa batal berangkat ke Negeri Tirai Bambu karena mengandung anak kedua. Ia hamil tiga bulan.
Sejak itulah, Leni meninggalkan dunia dayung. Ia kerja serabutan sampai pernah menjadi buruh cuci.
Ia mendadak viral di media pada tahun 2013. Wanita tiga anak itu diberitakan hendak menjual medali yang diperoleh dari kejuaraan dayung.
Berita itu dibantah Leni. Ia mengakui bahwa kondisi keuangan keluarganya sedang susah akibat penyakit epidermolysis bullosa yang diderita oleh anak ketiganya, Habibah. Leni terpaksa bekerja ekstra untuk memperoleh uang untuk biaya pengobatan Habibah.
“Berita yang mengatakan bahwa saya ingin menjual medali itu tidak benar. Tidak ada medali yang pernah saya jual,” kata Leni.
Berita itu muncul karena salah paham. Menurut Leni, saat itu dia kedatangan teman. Temannya bertanya ibu dulunya kan atlet dayung, sudah meraih banyak penghargaan, kenapa sekarang tidak punya pekerjaan tetap?
Leni pun menjawab bahwa yang dicari oleh lembaga pemerintahan adalah orang yang sudah menempuh pendidikan sarjana sementara dia hanya tamatan SD yang mengikuti ujian paket kesetaraan SMP dan SMA. Saat temannya bertanya soal medali, apakah medali tersebut terbuat dari emas? Leni menjawab kalau dari emas tentu akan dijual untuk biaya pengobatan anaknya.
Gara-gara itulah heboh berita di media. Padahal, itu hanya cerita kalau. Ia tak pernah menjual medali.
Mendirikan Sekolah Dayung
Leni yang tergabung di Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Cabang Jambi miris melihat sistem penerimaan atlet dayung bukan mengutamakan kualitas. Pada tahun 2014, ia mendirikan sekolah dayung bagi anak-anak yang tidak diterima mengikuti pelatnas pada 2014.
Tim tersebut, ia beri nama tim atlet dayung terbuang sesuai dengan kondisi dari anak didiknya yang tidak diterima menjadi atlet dayung di bawah naungan PODSI.
“Saya miris dengan kondisi di pemerintahan yang tidak memprioritaskan potensi yang dimiliki oleh seorang atlet. Oleh karena itu, saya mendirikan sekolah dayung sendiri,” ujarnya.
Bermodal dana sendiri, setelah 7 tahun berdiri, sekolah dayung Leni kini telah memiliki 100 murid lebih. Mereka telah mengumpulkan 3 emas, 3 perak dan 3 perunggu.
Di sela-sela itu, Leni mulai menjadi pegiat lingkungan. Ia mendirikan Bank Sampah dengan memberdayakan para janda di kampungnya. Termasuk mengolah Kopi Bungur.
Sampai akhirnya pada tahun 2020, Leni diganjar penghargaan Kalpataru kategori Perintis Lingkungan dari Menteri LHK, Siti Nurbaya.
Saat ini, Leni terus memproduksi Kopi Bungur dan dipasarkan ke warung-warung. Ia dibantu mantan Sekretaris Kecamatan Danau Sipin menghubungkan dengan Disperindag Kota Jambi. Ia pun mengikuti beberapa pelatihan wira usaha dari Disperindag dan mendapat bantuan untuk mengurus keperluan usaha Kopi Bungur.
“Untuk pemasaran sejauh ini kami masih terkendala, apalagi suasana corona sekarang ini. Sejauh ini, Kopi Bungur kami pasarkan melalui media Facebook dan Instagram,” kata Leni.
Ia berharap semoga ada perhatian dari pemerintah agar UMKM bisa lebih maju dan dikenal luas. Paling tidak, ia berhasrat, Kopi Bungur dapat menjadi ikon atau oleh-oleh khas Jambi.
Soal olahraga dayung, Leni berharap pemerintah lebih serius meningkatkan kualitas olahraga dayung. Bagi dia, olahraga tak boleh dicampur adukkan dengan masalah politik.
“Saya selalu tekankan bagi pelatih atau atlet. Kalau tidak bisa memberikan kemenangan itu harusnya malu karena semua biaya itu ditanggung oleh negara. Bila memang kualitasnya tidak di situ ya jangan dipaksa. Beri kesempatan pada yang berkualitas untuk mengembangkan potensi,” kata Leni.
Di masa pandemi Covid-19 ini, Leni mengajak generasi muda untuk berkarya demi kemajuan bangsa.
“Generasi muda adalah generasi penerus bangsa, sebuah bangsa akan maju apabila generasi mudanya berbuat karya-karya positif jadi nasib bangsa ini ke depan ada di tangan generasi muda, mari berkarya,” ucapnya.
Meski telah membanggakan negeri ini, Leni sempat dilupakan pemerintah. Ia justru pernah ditawari melatih klub dayung di Malaysia. Leni menolak. Ia memilih menetap di Jambi dan memberdayakan masyarakat.
Reporter: Juan Ambarita
Discussion about this post