Connect with us
Advertisement

TEMUAN

Kuasa Ilegal PT TPL di Kawasan Danau Toba, Menteri LHK Didesak Segera Cabut Perizinan dan Pengukuhan Kawasan Hutan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Sumatra Utara – Aliansi Gerak Tutup TPL yang terdiri dari sejumlah Non Goverment Organization (NGO) yaitu, KSPPM, Aman Tano Batak, Bakumsu, Walhi Sumut, Jikalahari. Mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera menutup operasional PT Toba Pulp Lestari (PT TPL).

Hasil investigasi KSPPM, AMAN Tano Batak, bersama Jikalahari menemukan operasional PT TPL yang dinilai bertindak secara illegal, melanggar peraturan perundang-undangan, merusak lingkungan hidup dan merampas hutan tanah adat masyarakat adat.

“Kita meminta Menteri LHK untuk tegas menyelesaikan persoalan PT TPL di tanah batak. Sangat banyak kerusakan lingkungan dan kerugian bagi masyarakat adat batak yang disebabkan oleh operasional PT TPL,” Kata Roki Pasaribu, KSPPM.

Sepanjang 2-16 Juni 2021 KSPPM, AMAN Tano Batak, bersama Jikalahari melakukan investigasi di sektor Tele, Habinsaran, Padang Sidempuan dan Aek Raja mendapat temuan lapangan dan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT TPL.

Pertama, areal kerja atau konsesi PT TPL illegal. Konsesi PT TPL berada di atas Kawasan Hutan dengan Fungsi Lindung (HL), Fungsi Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), dan Areal Penggunaan Lain (APL) tidak dibenarkan merujuk pada UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hasil overlay GIS tim Jikalahari mencatat kawasan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) atau IUPHHKHT PT TPL dengan fungsi kawasan hutan menunjukkan areal PT TPL berada dalam kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 11.582,22 hektar, Hutan Produksi Tetap (HP) 122.368,91 hektar, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 12.017,43 hektar, Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) 1,9 hektar dan Areal Penggunaan Lain (APL) 21.917,59 hektar. Dari luas izin atau legalitas PT. TPL seluas 188.055 hektar, setidaknya 28 persen atau 52.668,66 hektar adalah ilegal karena berada di atas HL, HPK dan APL.

Kedua, PT TPL melakukan penanaman dalam kawasan Hutan Lindung di konsesinya. Areal yang seharusnya menjadi kawasan yang dilindungi, justru diubah PT TPL menjadi areal produksi. Ditemukan adanya penanaman eukaliptus yang berdekatan dengan tanaman hutan alam. Tim investigasi tahun 2021 menemukan telah ditanami eukaliptus Sekitar 318 meter dari jarak penebangan tahun 2017. Artinya, tanaman eukaliptus yang ditemukan tim Investigasi 2021 bekas kayu alam yang ditebang oleh PT TPL. Penebangan hutan alam kemudian ditanami eukaliptus bertentangan dengan UU No 18 Tahun 2013 sebagaimana diubah dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 36 No 12 yang mengubah ketentuan Pasal 82 ayat 3 huruf a, b dan c.

Ketiga, PT TPL melakukan penanaman di dalam konsesinya yang berada dalam fungsi APL. Perusahaan kehutanan ini seharusnya mengajukan enclave untuk mengeluarkan areal dengan fungsi APL dari izin konsesi mereka. Areal kerja PT TPL di dalam Areal Penggunaan Lain umumnya berada di luar kawasan hutan bertentangan dengan UU Kehutanan maupun UU Pokok Agraria yang pada prinsipnya APL berada di luar kawasan hutan, dan tidak boleh ada izin atau perizinan berusaha kawasan hutan di APL. Wewenang mengelola APL yang berasal dari kawasan hutan menjadi kewenangan Menteri ATR/BPN.

Keempat, PT TPL memanfaatkan pola Perkebunan Kayu Rakyat (PKR) untuk menanam eukaliptus di luar izin konsesinya demi memenuhi bahan baku produksi. Pola PKR ini memanfaatkan areal milik masyarakat yang dikerjasamakan dengan PT TPL untuk ditanami eukaliptus. Dalam kehutanan dikenal pola kerja sama antara masyarakat dengan korporasi berupa Kemitraan Kehutanan merujuk pada Permenhut 39 Tahun 2013 tentang pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan. Lalu, pada 2016 terbit P.83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial jo P9 Tahun 2021 tentang pengelolaan perhutanan sosial. Singkatnya, kerja sama PT TPL dengan pola PKR dalam areal konsesinya bertentangan dengan aturan kehutanan.

Kelima, PT TPL menebang kayu hutan alam jenis Kulim dan Kempas di dalam konsesinya. Ditemukan aktifitas pembukaan hutan alam, termasuk jenis kulim dan kempas, yang diperuntukkan untuk areal penanaman bibit eukaliptus baru di konsesi PT TPL sektor Habinsaran. Jenis kayu Kulim dan Kempas termasuk pada tanaman yang dilindungi sesuai dengan PermenLHK No 20 Tahun 2018 jo. PermenLHK No 106 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas PermenLHK 20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, di mana Kempas dikeluarkan dari jenis tumbuhan yang dilindungi.

Keenam, Tanpa pengukuhan kawasan hutan Legalitas yang illegal dan tidak legitimate atau tidak diakui masyarakat adat seharusnya segera dikoreksi oleh pemerintah berupa melakukan pengukuhan kawasan hutan. Konsesi PT. Toba Pulp Lestari (TPL) diberikan berdasar peta TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) 1982. Peta TGHK ini sifatnya memberikan arahan alokasi kawasan hutan dan fungsinya. Statusnya dalam konteks tata perencanaan kehutanan berupa ‘penunjukan’ yang kemudian ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri. Peta TGHK 1982 belum masuk ke status penunjukan.

Ketujuh, Banyak fasilitas umum seperti kantor pemerintah, perkampungan, jalan lintas, pemakaman, kebun karet, sawit, kopi hingga sawah berada dalam konsesi PT TPL sektor Padang Sidempuan. Sebagian besar izin PT TPL di sektor Padang Sidempuan telah ditempati masyarakat. Izin yang berada di Desa Pangkal Dolok Lama, Kecamatan Batang Onang ini sebagian besar telah menjadi kawasan desa yang diatasnya terdapat kebun masyarakat, fasilitas umum, Jalan Lintas Sosopan, pemukiman masyarakat hampir 1 kecamatan Batang Onang dan seluruh kawasan Desa Pangkal Dolok Lama berada dalam izin PT TPL sektor Padang Sidempuan bahkan Kantor Bupati Tapanuli Selatan berada di dalam izin konsesi yang dalam kawasan APL.

Temuan investigasi, PT TPL bekerja secara tidak sah (illegal), berada dan beroperasi di atas kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung, HPK dan APL. Selain itu, pemberian izin PT TPL yang merujuk pada TGHK dijalankan dengan proses ketidakpatuhan terhadap amanat pengukuhan kawasan hutan, karena tidak melibatkan masyarakat adat di Kawasan Danau Toba. Hal tersebut bertentangan dengan peraturan Kehutanan dan Agraria di mana PT TPL seharusnya dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum yang berakibat pada tindakan pidana dan pencabutan perizinan berusaha.

“Dampak dari legalitas yang illegal sebabkan konflik dan kekerasan terhadap masyarakat adat, lingkungan hidup rusak, ekonomi masyarakat hancur, potensi ledakan konflik horizontal, hingga pembiayaan yang tidak layak diberikan pada PT TPL,” Kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.

Konflik sosial serta intimidasi dan kekerasan PT TPL terhadap masyarakat adat begitu besar. Sepanjang 2020-2021 saja, setidaknya terjadi 8 kali konflik dan menyebabkan korban 12 orang dan 9 orang terlapor polisi. Selain itu, PT TPL juga mengintimidasi 3 komunitas (Huta/Kampung) untuk tidak bercocok tanam di atas wilayah adatnya dan merusak tanamannya.

Roganda, ketua Aman Tano Batak menyebutkan, kehadiran PT TPL tak hanya sebabkan konflik dan kekerasan terhadap masyarakat. Penghancuran hutan yang tadinya hutan alam menjadi tanaman eukaliptus berdampak pada kerusakan lingkungan. Tidak hanya untuk masyarakat sebagai pemilik hutan, tapi juga berdampak ke daerah lainnya. Seperti yang terjadi Huta (kampung) Napa, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara setelah penghancuran hutan mereka yang dilakukan oleh PT TPL menyebabkan sumber air minum “Aek Nalas” yang peruntukannya untuk sumber air minum masyarakat di desa dan juga kecamatan Sipahutar membuat air sering berlumpur dan kuning.

“Kasus lain seperti Huta Natinggir, Nagasaribu, dan Natumingka, kerusakan hutan karena penebangan hutan alam oleh PT TPL berdampak pada sulitnya masyarakat mendapatkan air minum dan irigasi untuk persawahan. Kesulitan air menyebabkan sawah berubah fungsi. Bukan hanya lingkungan, ekonomi masyarakat adat batak juga mengalami penurunan serius. Sebelum kehadiran PT TPL, masyarakat di kawasan Danau Toba hidup dari hasil hutan, berladang, beternak dan bersawah,” kata Roganda.

Namun saat ini, sumber mata pencaharian masyarakat adat di wilayah konsesi mengalami penurunan.

“PT TPL menghancurkan lingkungan hidup dan memiskinkan masyarakat adat. Karena masyarakat adat batak bergantung pada hutan alam yang dirusak oleh PT TPL,” Kata Roganda.

Aliansi Gerak Tutup TPL merekomendasikan pemerintah untuk mencabut izin PT TPL di Kawasan Danau Toba dan segera lakukan pengukuhan kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat adat dalam semua proses pengukuhan kawasan hutan.

Reporter: Juan Ambarita

TEMUAN

Soal Dugaan Pemalsuan Data Sespri Untuk PPPK, Pejabat BNN RI Bilang Begini…

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Sampai saat ini, Kepala BNN Kabupaten Tanjungjabung Timur, Emanuel Hendri Wijaya, yang tengah diterpa isu tak sedap terkait dugaan pemalsuan data pegawai honor dalam pengajuan PPPK TA 2025 ke BKN RI, masih jadi perbincangan menarik.

Namun pejabat BNN yang dalam waktu dekat bakal menduduki jabatan baru sebagai Kepala Bagian Umum BNN Provinsi Jambi tersebut, tampak tidak merespons sama sekali upaya konfirmasi yang dilayangkan awak media lewat WhatsApp.

Sementara itu Plt Kabiro SDM dan Organisasi BNN RI, Brigjen Pol Deni Dharmapala hanya merespons singkat terkait dugaan kasus pemalsuan yang menyeret nama Emanuel Hendri.

“Terima kasih, akan ditindaklanjuti,” kata Brigjen Pol Deni lewat pesan WhatsApp pada Kamis, 25 September 2025.

Emanuel Hendri Wijaya menarik perhatian lantaran diduga memalsukan dokumen masa kerja sekretaris pribadi/ajudan nya untuk PPPK TA 2025 ke BKN RI. Informasi dihimpun bahwa NN, sosok ajudan Hendri sebenarnya baru bekerja hitungan bulan sebagai tenaga honor di BNNK Tanjabtim.

Namun oleh Hendri, dibuatkan seolah-olah sudah bekerja selama 2 tahun agar syarat mutlak minimal telah bekerja terpenuhi. Hal itupun tampak miris, sebab masih dalam lingkup BNNP Jambi yakni BNNK Jambi dan Batanghari terdapat honorer atau PPNPN yang tidak dapat diajukan menjadi PPPK lantaran belum mencapai masa kerja minimal 2 tahun.

Hal tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Kepala BNNK di wilayah tersebut benar-benar mempedomani aturan yang disyaratkan okeh BKN RI.

Sementara Emanuel Hendri Wijaya sendiri dikonfirmasi lewat pesan WhatsApp pada Rabu 24 September lalu, memilih untuk tidak merespons.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

TEMUAN

Kacau! Kepala BNNK Tanjungjabung Timur Diduga Palsukan Dokumen Buat Pengajuan Data PPPK Sesprinya

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Dugaan pemalsuan dokumen dalam pengajuan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) TA 2025 oleh Kepala BNN Kabupaten Tanjungjabung Timur terhadap sosok ajudan pribadinya, mencuat ke permukaan.

Informasi dihimpun dari sejumlah sumber terpercaya, Kepala BNNK Tanjabtimur, Emanuel Hendry Wijaya diduga turut serta membantu pemalsuan data atas sekretaris/ajudan pribadinya berinisial NN.

Padahal NN sendiri diketahui belum memenuhi kriteria untuk pengajuan PPPK, lantaran dia belum genap 1 tahun sebagai tenaga honor di BNNK Tanjabtim. Sementara syarat mutlak untuk pengajuan PPPK yakni minimal sudah bekerja selama 2 tahun.

“Sampai sekarang kalau dihitung baru 11 bulan tapi laporan ke BKN. Dio buatlah lebih 2 tahun, pemalsuan data,” ujar salah seorang sumber yang meminta dirahasiakan.

Sementara itu, masih di instansi serupa informasi diperoleh bahwa di BNNK Kota Jambi maupaun di BNNK Batanghari terdapat PPNPN yang masa kerjanya kurang beberapa bulan dari syarat 2 tahun. Namun tidak dapat diajukan. Lantaran Kepala BNNK masing-masing mempedomani betul aturan yang disyaratkan oleh BAKN Pusat.

Sementara itu Kepala BNNK Tanjabtim, Emanuel Hendry Wijaya dikonfirmasi lewat pesan WhatsApp pada Rabu, 24 September 2025, belum merespons hingga berita ini terbit.

Tim awak media masih terus menghimpun informasi lebih lanjut.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

TEMUAN

Rumah Subsidi di Alfar Residence Ini Disulap Jadi Rumah Mewah, Kok Bisa?

DETAIL.ID

Published

on

Salah satu rumah di Alfar Residence yang langsung dirombak total oleh pemiliknya. (DETAIL/Jogi)

DETAIL.ID, Jambi – Tinggal sedikit lagi, renovasi rumah subsidi jadi rumah mewah di komplek perumahan subsidi Alfar Residence yang terletak di Jalan Pinang Merah, Kelurahan Bagan Pete, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi selesai dan menjadi rumah mewah yang bertetangga dengan rumah-rumah subdisi.

Pemandangan tak biasa ini tentu menimbulkan tanya, bagaimana bisa sebuah rumah subsidi yang belum genap 5 tahun pasca selesai digarap pembangunannya oleh developer lokal PT Swadaya Ribani Properti, bisa langsung direnovasi besar-besaran oleh si pemilik buat jadi semacam rumah mewah dua lantai?

Soal ini Riwa dari PT Swadaya Ribadi Properti ketika dikonfirmasi mengakui bahwa komplek perumahan yang ia bangun berstatus rumah subsidi. Ketika dikonfirmasi lebih lanjut soal renovasi total dari salah satu unit rumah tersebut, Riwa bilang bahwa si pemilik membeli unit secara tunai alias tidak lewat skema Kredit Perumahan Rakyat (KPR).

“Dia beli cash jadi enggak KPR. Itu yang punya orang Sarolangun dia beli terus mungkin pengembangan jadi saya enggak tahu kalau mau dibuat apa, yang pasti ga KPR itu,” kata Riwa pada Kamis lalu, 11 September 2025.

Menurut Riwa, pihaknya selaku developer tidak ada masalah dengan renovasi besar-besaran rumah tersebut. Alasannya kembali karena si pemilik membeli secara tunai. Selain itu, rumah tersebut sudah jadi hak milik, cukup lama pasca dibeli yakni 3 tahun yang lalu dan baru belakangan ada renovasi.

Sementara itu Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jambi, Abror Lubis masih merespons singkat soal pengembangan total satu unit rumah subsidi tersebut.

“Ini yang punya tidak ikut asosiasi REI,” kata Abror Lubis pada Senin, 15 September 2025.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari ketentuan Permen PUPR No. 20/PRT/M/2014 dan aturan subsidi perumahan, menyebut; “Penerima rumah bersubsidi tidak boleh mengalihkan kepemilikan atau mengubah bentuk bangunan secara permanen dalam jangka waktu 5 tahun.”

Larangan ini berlaku untuk semua pembeli, baik KPR maupun cash. Alasannya, rumah subsidi hanya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bukan untuk investasi cepat.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs