PERKARA
Pondok Bandar Sabu Dalam Kebun Sawit Digerebek BNN Batanghari

DETAIL.ID, Batanghari – Tim Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Batanghari, Jambi menangkap Heri Gondrong, bandar narkoba jenis sabu asal Palembang, Sumatera Selatan dalam pondok kebun sawit.
“Tim berhasil menemukan diduga narkoba jenis sabu seberat 21,11 gram. Tersangka Matri alias Heri Gondrong merupakan jaringan asal Palembang,” kata Kepala BNN AKBP Zuhairi dalam gelaran konferensi pers, Selasa 6 Juli 2021.
Zuhairi berujar tersangka memperoleh barang haram dengan membeli dari seseorang berisinial N. Namun dia tak pernah bertatap muka langsung dengan N. Transaksi cuma berlangsung melalui peluncur atau kurir.
“Tersangka tercatat sebagai warga Dusun I RT 00, RW 00 Desa Air Hitam, Kecamatan Penukal, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Dia sudah 5 tahun menetap di daerah Kecamatan Bajubang,” ucapnya.
Penangkapan Heri Gondrong berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor: Sprin.Gas/04/VII/KA/PB.01.03/2021/BNNK dan Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sprin. Kap/04/VII/KA/PB.01.03/2021/BNNK. Tim menangkap Heri Gondrong pada Jumat 2 Juli 2021.
“Lokasi penangkapan di kebun sawit RT 01 Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari. Dari keterangan tersangka, bisnis haram baru dilakoni berkisar 1 tahun,” ujar perwira dua melati ini.
Penangkapan tersangka, kata Zuhairi berbekal informasi masyarakat adanya aktivitas bandar narkoba bernama Matri alias Heri Gondrong melakukan transaksi di lokasi pondok sekaligus tempat tinggal tersangka. Tak ingin buruan kabur, personel BNN langsung menuju lokasi.
“Penggerebekan pondok Heri Gondrong berlangsung sekira pukul 23.15 WIB. Selain menemukan narkoba, petugas juga menemukan dan mengamankan barang bukti berupa timbangan digital, bungkus plastik klip bening,” ucapnya.
Tak hanya itu, sendok sabu dari pipet, kaca pirek, telepon genggam, tas warna cokelat dan uang tunai Rp550 ribu juga turut diamankan. Bubuk kristal beracun tangkapan anak buah Zuhairi dari tangan Heri Gondrong merupakan terbanyak selama pria 35 tahun ini jadi bandar narkoba.
“Pengakuan tersangka, biasanya pasokan sabu cuma ia dapat setengah kantong dari bandar besar,” katanya.
BNN Batanghari akan mengambil langkah-langkah guna pengembangan serta memutus mata rantai jaringan narkoba Heri Gondrong. Apalagi kawasan Desa Bungku merupakan areal tambang minyak ilegal. Zuhairi berkomitmen memberangus semua bandar narkoba.
“Tersangka disangkakan Pasal 114 ayat (2) subsidair Pasal 112 ayat (2) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman 15 tahun penjara,” ujarnya.
Heri Gondrong kepada awak media mengaku sabu-sabu ia jual beragam harga. Mulai paket harga 100 ribu, 150 ribu hingga 200 ribu. Sebelum menyambi bandar sabu, ia bekerja sebagai operator polot menggunakan sepeda motor sebelum lokasi sumur tambang minyak ilegal ditutup.
“Pelanggan sehari empat hingga enam orang. Saya jual sabu karena kebutuhan ekonomi,” katanya.
Reporter: Ardian Faisal
PERKARA
Diduga Jejaring Narkoba dari Lapas Jambi, Dua Pengedar Ditangkap Polisi

DETAIL.ID, Jambi – Dua pria terduga pelaku tindak pidana narkotika ditangkap oleh tim Satreskrim Polresta Jambi dalam sebuah penggerebekan di Jl Depati Parbo RT 17, Kelurahan Pematang Sulur, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi pada Senin, 14 Juli sekira pukul 03.00 WIB.
Kedua pelaku yang diamankan berinisial AS (23) warga Kecamatan Jambi Timur, dan RP (23) warga Kecamatan Jelutung, Kota Jambi.
Dalam penangkapan tersebut, tim berhasil menyita sejumlah barang bukti narkotika dari kedua pelaku. Dari tangan AS ditemukan satu paket sedang dan dua paket kecil sabu dengan berat bruto total 5,23 gram, serta 5,5 butir pil ekstasi berbentuk kepala cicak seberat 2,12 gram. Kemudian tim juga mengamankan alat isap sabu-sabu, timbangan digital, buku catatan penjualan, dan satu unit ponsel Oppo F7.
Sementara itu, dari RP disita 5 paket kecil sabu dengan berat bruto 4,98 gram, satu wadah permen bekas, timbangan digital, dan satu unit ponsel Oppo A77S. Total barang bukti narkotika yang diamankan dari kedua tersangka mencapai 12,33 gram bruto, terdiri dari sabu-sabu dan pil ekstasi.
“Pengungkapan ini disebut berawal dari informasi masyarakat. Saat dilakukan penggeledahan oleh tim, A mengaku mendapatkan sabu dari seorang narapidana berinisial IGA dan pil ekstasi dari narapidana lain Y, yang keduanya diduga berada di Lapas Jambi. Transaksi dilakukan melalui sistem transfer, dengan harga sabu sebesar Rp 4,3 juta dan ekstasi Rp 220 ribu per butir,” kata Kasi Humas Polresta Jambi, Ipda Dedy, dalam keterangan tertulis, Rabu 16 Juli 2025.
AS kemudian membagi sabu-sabu tersebut kepada RP untuk dijual kembali. RP diberi setengah dari jumlah sabu-sabu dengan sistem setor, di mana ia diwajibkan menyetor hasil penjualan sebesar Rp 3 juta kepada AS, sementara keuntungan lebih menjadi milik RP.
Saat ini, kedua pelaku beserta barang bukti telah diamankan di Mapolresta Jambi untuk penyelidikan dan pengembangan lebih lanjut. Keduanya dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) dan/atau Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara maksimal seumur hidup atau pidana mati.
Sementara penyidik masih melakukan pengembangan terhadap jaringan peredaran narkotika yang melibatkan narapidana di dalam Lapas.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Jaksa Tuntut Didin 12 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar

DETAIL.ID, Jambi – Setelah sempat tertunda selama dua minggu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya membacakan tuntutan terhadap terdakwa kasus narkotika jaringan Helen, yakni Didin alias Diding bin Tember. Dalam sidang yang digelar pada Selasa, 15 Juli 2025, Didin dituntut hukuman 12 tahun penjara.
Selain pidana penjara, Didin juga dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan subsider 8 bulan kurungan penjara. Berdasarkan fakta persidangan, JPU menilai Didin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana narkotika sebagaimana dalam dakwaan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Didin alias Diding Bin Tember berupa pidana penjara 12 tahun dan denda sejumlah Rp 1 miliar subsider 8 bulan penjara,” ujar JPU saat membacakan tuntutan.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Ilham Kurniawan, usai sidang menekankan bahwa kliennya bersikap kooperatif dan turut membantu mengungkap jaringan narkotika yang lebih besar, termasuk peran pengendali jaringan yakni Helen.
“Selama proses persidangan, terdakwa telah membantu JPU dalam mengungkap fakta-fakta terkait jaringan Helen,” kata Ilham.
Menanggapi tuntutan tersebut, tim kuasa hukum terdakwa berencana mengajukan pledoi atau nota pembelaan. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 22 Juli 2025.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Diduga Dizolimi Ketua Yayasan, Institut Islam Maarif Jambi Digugat PHI di PN Jambi

DETAIL.ID, Jambi – Dua orang mantan dosen Institut Islam Maarif Jambi yakni Sukri Nasution, MM bersama Dr Alfia Apriani, M. E.Sy mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) setelah diduga mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak tanpa prosedur yang sah oleh pihak Yayasan Pendidikan Bintang Sembilan Jambi.
Kronologi bermula pada Juli 2023, ketika keempat pengelola kampus termasuk dua dosen yang kini menggugat dituduh melakukan pencurian oleh Ketua Yayasan. Tuduhan tersebut muncul saat berlangsungnya proses ujian komprehensif mahasiswa. Tuduhan ini disampaikan secara terbuka dalam grup internal pengelola.
Namun, menurut para dosen tuduhan tersebut tidak berdasar karena selama ini pengelolaan keuangan dan akses ke rekening bank sepenuhnya berada di bawah kendali Ketua Yayasan. Para pengelola kampus hanya bertanggung jawab atas administrasi berkas dan tidak pernah diberi akses keuangan langsung.
“Nominal dak terlalu banyak, cuma ratusan ribu dan itupun sudah kami diaudit dua kali oleh pengurus yayasan dan tidak terbukti. Satu lagi kami usulkan audit eksternal supaya objektif, tapi Yayasan tidak bersedia. Alasannya mahal,” kata Alfia Apriani pada Senin, 14 Juli 2025.
Akibat situasi kampus yang dinilai tidak kondusif, keempat tenaga pendidik memilih mengundurkan diri dari jabatan struktural pada 6 September 2023 dengan harapan kondisi kampus bisa membaik. Namun kenyataannya, setelah pengunduran diri, mereka mengaku justru mendapat intimidasi, dibatasi aktivitas akademiknya, bahkan aktivitas mengajar pun dibatasi.
Puncaknya terjadi pada semester ganjil tahun akademik 2024, saat dua dosen dinonaktifkan secara sepihak tanpa proses yang jelas. Mereka menerima surat yang meminta pengunduran diri dari status dosen tetap.
Pada 12 Februari 2024, kedua dosen resmi mengajukan permintaan penyelesaian hak normatif ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jambi. Proses mediasi dilakukan empat kali, di mana pihak yayasan hanya hadir pada mediasi keempat. Namun dalam mediasi itu pun, kedua dosen tetap dianggap bersalah oleh Yayasan, walau tanpa pembuktian yang jelas.
Disnaker akhirnya mengeluarkan anjuran untuk menyelesaikan persoalan pemutusan kerja serta kekurangan pembayaran upah yang mereka alami. Namun hal ini juga tak lepas dari permasalahan lain, salah satu poin konflik adalah pemotongan tunjangan sertifikasi sebesar Rp1.200.000 dari total Rp 1.400.000 yang harusnya mereka terima.
Alasannya, pemotongan tersebut dinilai oleh yayasan sebagai kontribusi mereka terhadap kampus lantaran sertifikasi dosen diusulkan oleh kampus pada kementerian. Kedua dosen tersebut lantas menggugat PHI ke PN Jambi atas dasar PHK sepihak, pelanggaran hak normatif, serta pembayaran upah di bawah standar UMK dan pemotongan tunjangan tanpa dasar.
“Kami sudah empat kali menyampaikan surat dan mencoba jalan kekeluargaan. Tapi tidak ada iktikad baik dari yayasan. Maka kami menggugat ke PHI,” ujar Alfia.
Reporter: Juan Ambarita