LINGKUNGAN
Gentar, 10 Tahun Menjaga Hutan Konservasi Tanpa Legalitas dari Pemerintah

DETAIL.ID, Jambi – Usai berdiskusi bersama Sokola Rimba dan Walhi Jambi pada tahun 2011, anak muda Rimba ini punya obsesi membuat hutan konservasi. Ia mulai khawatir dengan ancaman deforestasi.
Gentar – demikian namanya – juga hendak menjaga lokasi makam Orang Rimba atau Suku Anak Dalam yang berada di dalam hutan. Maklum, Orang Rimba punya kebiasaan tak menguburkan jenazah namun membuat rumah dan meletakkan jenazah di hutan.
Tak lama kemudian, Gentar mulai merintis hutan konservasi seluas 65 hektare di daerah Tanah Garo, Kecamatan Muara Tabir, Kabupaten Tebo, Jambi. “Saya mulai mengecat pohon dengan warna merah sebagai penanda. Baru saya pasang kaleng sebagai patoknya,” kata Gentar pada 27 Agustus 2021. Gentar adalah murid pertama Butet Manurung.
Hutan konservasi itu boleh dibilang semacam hutan larangan. Di lokasi tersebut tak boleh dibuat kebun. Keasliannya tetap dijaga, baik itu tanaman hutan maupun habitat hewan di sana.
Tujuh tahun kemudian atau sekitar tahun 2018, Gentar mulai mengurus legalitas hutan konservasi tersebut. Ia mengajak Dinas Kehutanan untuk memetakan serta membuat titik koordinatnya.
Namun hingga kini, meski telah dijaga selama 10 tahun, Gentar tak kunjung mendapat bukti legalitas dari pemerintah. Padahal sepengetahuan Gentar, kawasan itu sudah disetujui pada tahun 2018 oleh pihak pemerintah dan unsur Kementerian LHK.
“Tahun 2018 sudah dibuat koordinatnya, baru dibuat kaleng patoknya. Baru dibikin peta, cuman setelah dipetakan, suratnya ibarat kekuatan dasarnya belum diberikan. Sudah disetujui oleh kementerian. Tapi kalau SK-nya sudah kita terima kan kekuatannya ada, Hutan ini baru sebatas ditetapkan pemerintah menjadi hutan larangan,” ujarnya.
Selama belum memiliki legalitas, Gentar terus waswas terhadap kemungkinan perusakan oleh orang lain.
“Kalau ibaratnya itu kita buat itu hutan konservasi di tengah-tengah kampung kan mereka yang berkebun iri kadang. Apalagi kalau orang sudah berpolitik itu kan hutan adat ini besok bisa jadi untuk berkebun. Tidak ada memikirkan masa depannya dan apa tujuannya hutan larangan ini,” katanya.
Walhasil, Gentar masih merahasiakan lokasi hutan larangan yang telah dijaga olehnya selama 10 tahun ini. Ia mengakui bahwa hanya beberapa orang saja yang mengetahui lokasi persisnya. Sejauh ini lokasinya masih aman, hanya berbatasan dengan beberapa lahan dari kelompok tani.
“Kalau pikiran aku itu hutan larangan bukan untuk diri sendiri, tapi untuk umum. Boleh buat cari rotan, damar, ramuan, boleh cari buruan. Intinya jangan dirusak, jangan buat perkebunan. Karena ada di dalam itu makamnya bukan puluhan ada ratusan, makam nenek moyang kami di situ,” katanya.
Sebagai salah satu masyarakat SAD yang merasakan bahwa kini kawasan hutan semakin hari semakin sempit. Gentar berpikiran bahwa idealnya dalam satu kelompok masyarakat SAD wajib memiliki lahan adat atau hutan larangan sekitar 60 atau 65 hektar yang akan dipergunakan sebagai tempat melaksanakan ritual atau tradisi adat istiadat maupun untuk mencari penghidupan dari hasil hutan.
Saat ditanyai apa harapan Gentar terhadap kawasan hutan larangan, ia berharap semoga hutan tetap terjaga kelestariannya. Kemudian agar para pembalak liar mendapat hukum sesuai yang berlaku.
“Bagi SAD yang penting pemerintah menjaga hutan milik Suku Anak Dalam,” ujar Gentar dengan teguh.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Ketua DPRD Kota Jambi: DPRD Solid, Takkan Mengubah Tata Ruang Demi Stockpile Batu Bara PT SAS

DETAIL.ID, Jambi – Meski perizinannya belum lengkap, PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) sudah mulai mengguyur menempatkan sejumlah alat berat lengkap dengan tiang pancang paku buminya di kawasan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.
Issu soal bakal dilanjutkannya pembangunan stockpile batu bara PT SAS pun terus mencuat, sekalipun Pemerintah Kota Jambi menegaskan bahwa belum ada memberikan perizinan.
Terkait aktivitas PT SAS tersebut, Ketua DPRD Kota Jambi Kemas Faried Alfarelly pun kembali mempertegas bahwa DPRD Kota Jambi bersepakat untuk menolak keras rencana stockpile baru bara di kawasan Aur Kenali tersebut.
“Kalau kami sepakat ya. Kemarin waktu reses bersama Pak Cek Endra selaku Komisi 12 DPR RI, kami menolak keras terkait dengan usulan perizinan yang diusulkan oleh PT SAS,” kata Kemas Faried pada Rabu kemarin, 26 Februari 2025.
Ketua DPRD Kota Jambi tersebut menegaskan bahwa Perda Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota Jambi sudah jelas, bahwa areal lahan PT SAS di Aur Kenali diperuntukkan bagi permukiman dan pertanian, tidak ada diperuntukkan bagi pertambangan batu bara.
Dia pun memastikan bahwa DPRD Kota Jambi solid, tidak akan ada perubahan RT RW demi meloloskan perizinan stockpile batu bara di kawasan Aur Kenali. Sebab selain mempertimbangkan negatif yang bakal timbul bagi masyarakat sekitar.
Lokasi stockpile PT SAS dinilai berdekatan dengan intake PDAM Aur Duri yang merupakan aset vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Lalu bagaimana menghentikan operasional PT SAS yang seolah terus berupaya mewujudkan stockpilenya itu? Soal ini Kemas menyikapi begini.
“Sekarang persoalannya kalau mereka berjalan terus berarti mereka ilegal. Kita kan punya perangka penegak peraturan ada Satpol PP. Nanti kita kolaborasi, harus kolaborasilah dengan pemerintah pusat juga,” ujarnya.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Sembilan Perusahaan Perkebunan di Provinsi Jambi Beroperasi di Kawasan Hutan

DETAIL.ID, Jambi – Sebanyak 436 perusahaan perkebunan sawit dinyatakan beroperasi dalam kawasan hutan. Di Provinsi Jambi, setidaknya terdapat 9 perusahaan sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Kehutanan RI Nomor 36 tahun 2025.
Dalam lampiran subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan yang berproses atau ditolak permohonannya di Kementerian Kehutanan.
Perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi yakni PT Indokebun Unggul, grup KPN Plantation tercatat mengajukan permohonan perizinan sebanyak 771 hektare, Seluas 765 hektare di antaranya sedang berproses, dan 6 hektare ditolak.
Kemudian PT Pratama Sawit Mandiri dengan permohonan 116 hektare, berproses 111 hektare, dan 5 hektare ditolak.
Di Kabupaten Muarojambi, ada PT Puri Hijau Lestari dengan permohonan 379 hektare, berproses 393 hektare, ditolak 4 hektare. Selanjutnya PT Muaro Kahuripan Indonesia permohonan 863 hektare, 698 hektare berproses, 165 hektare ditolak dan PT Ricky Kurniawan Kertapersada, permohonan 300 hektare, berproses 267 hektare dan 33 hektare ditolak.
Di wilayah Kabupaten Bungo dan Tebo ada PT Satya Kisma Usaha (Sinarmas Agro) dengan catatan permohonan 105 hektare, 7 hektare berproses dan 98 hektare ditolak.
Selanjutnya, PT Sukses Maju Abadi, group Incasi, permohonan 403 hektare, berproses 324 hektare, ditolak 79 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Barat PT Pradira Mahajana, permohonan 49 hektare dan berproses 49 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Timur juga tercatat 1 perusahaan yakni PT Ladang Sawit Sejahtera group PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk permohonan 51 hektare berproses 51 hektare.
“Penetapan daftar subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam amar kesatu sebagai bahan masukan Kementerian Kehutanan kepada Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan,” demikian bunyi putusan kedua, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 tahun 2025.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Hasil Laboratorium, Sumur Milik Sawal di Dekat Kolam Limbah PT SGN Tak Layak Dikonsumsi

DETAIL.ID, Merangin – Teka-teki hasil laboratorium terhadap sumur milik Sawal yang berada tak jauh dari kolam limbah milik PT Sumber Guna Nabati (SGN) sudah terjawab.
Dasar pengujian sampel air limbah sesuai dengan Permen LH Nomor 5 tahun 2004 pasal 16 ayat 3, dan dasar pengujian air sumur no p.68/MenLhk.setjen/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, serta Permenkes No 32 tahun 2017.
Dari hasil pengujian sampel yang diambil oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Merangin didapat hasil bahwa sumur milik Sawal dengan hasil PH 3,09 tidak layak konsumsi.
Hal ini berdasarkan hasil uji laboratorium, dengan mengunakan parameter fisika padatan tersuspensi total (TTS), temperatur dan padatan terlarut total dan juga mengunakan parameter kimia seperti PH, BOD, COD dan CL.
“Dari hasil uji laboratorium, dengan menggunakan parameter fisika dan kimia, untuk air sumur milik Sawal tidak layak konsumsi sebab PH airnya 3,09 atau lebih asam jika diminum maka berasa seperti asam air jeruk,” kata Kadis DLH Kabupaten Merangin, Syafrani pada Senin, 13 Januari 2025.
Sementara itu hasil laboratorium di outlet 13 milik PT SGN, terdapat PH air 9,05, BOD 39, COD 188, outlet parit warga diketahui PH airnya 9,7, BOD 24, COD 283. Sementara sampel air yang diambil di hulu Sungai Retih PH 5,36, BOD 2, COD 54, CL 1 dan sampel air di hilir Sungai Retih PH 6,52, BOD 2, COD 51, Cl 11.
“Dengan hasil yang kami rilis, ada beberapa titik sampel yang diambil mengalami peningkatan. Agar warga berhati-hati tidak mengonsumsi air yang tercemar dan jika terkonsumsi maka bisa saja ada reaksi pada tubuh,” ujarnya.
Terkait dengan hasil yang dirilis DLH Kabupaten Merangin, Feri Irawan Direktur Perkumpulan Hijau, mengatakan bahwa izin perusahaan PT SGN bisa saja direkomendasikan untuk dicabut, dan mendorong pemerintah daerah dan pemerintah provinsi untuk meninjau ulang izin Amdal yang pernah dikeluarkan.
“Ada kejahatan lingkungan, pemerintah wajib meninjau ulang, jika tidak bisa saja aparat kepolisian menindaklanjuti agar kejadian ini tidak terulang,” kata Feri Irawan yang juga anggota forum WALHI.
Reporter: Daryanto