OPINI
Mengatasi Kontradiksi Masyarakat Terhadap Angkutan Batu Bara di Jalan Umum Provinsi Jambi

JALAN merupakan prasarana transportasi darat dalam menunjang perekonomian dan pergerakan barang dan jasa serta syarat mutlak bagi perkembangan dan pembangunan suatu daerah. Jalan memiliki peran dan fungsi utama dalam arus perpindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain.
Pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, juga memiliki peran penting dalam mempererat hubungan antar daerah serta mempercepat pengembangan wilayah dari keterisolasian dengan daerah lain. Oleh sebab itu, ketersediaan sarana transportasi jalan yang baik merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi seluruh wilayah di tanah air.
Hal di atas sejalan dengan pengertian jalan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan yang menegaskan, jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Dalam penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan menegaskan hal-hal penting mengenai peranan dan fungsi jalan yakni sebagai salah satu prasarana transportasi dalam kehidupan bangsa, kedudukan dan peranan jaringan jalan pada hakikatnya menyangkut hajat hidup orang banyak serta mengendalikan struktur pengembangan wilayah pada tingkat nasional.
Terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan antardaerah yang seimbang danpemerataan hasil-hasil pembangunan, serta peningkatan pertahanan dan keamanan
negara, dalam rangka mewujudkan rencana pembangunan jangka panjang danrencana pembangunan jangka menengah menuju masyarakat Indonesia yang adildan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Dengan kedudukan dan peranan jalan tersebut, negara berhak menguasai jalan. Penyediaan jalan umum oleh negara pada dasarnya dibangun di atas tanahyang dikuasai oleh negara.
Dalam kaitannya penggunaan jalan untuk kegiatan pertambangan batu bara sebagai salah satu sarana perpindahan hasil tambang dari satu titik ke titik lain juga sangat bergantung kepada ketersediaan dan penggunaan jalan untuk kegiatan pengangkutannya.
Batu bara merupakan salah satu penyumbang devisa yang cukup besar bagi negara berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 38/2004, juga menegaskan bahwa pembuatan peraturan perundang-undangan dalam rangka pengaturan jalan umum, haruslah sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkat pemerintahan.
Ketentuan hukum Pasal 18 ayat (1) UU 38/2004 tersebut menyatakan “Pengaturanjalan secara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi; pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya.
Sementara dalam ketentuan Pasal 121 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan
Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, memberikan definisi sebagaiberikut:
1. Jalan khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh orang atau instansi untuk melayani kepentingan sendiri.
2. Penyelenggaraan jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan menteri.
Penjelasan Pasal 121 ayat (1) yang dimaksud dengan “jalan khusus” antara lain jalan perkebunan, jalan pertanian, jalan kehutanan, jalan pertambangan, jalan inspeksi saluran pengairan, jalan sementara pelaksanaan konstruksi, jalan di kawasan pelabuhan, jalan dikawasan industri, jalan di kawasan berikat, dan jalan di kawasan permukimanyang belum diserahkan kepada penyelenggara jalan umum.
Yang dimaksud dengan “instansi” adalah pemerintah atau pemerintah daerah selain penyelenggara jalan umum.
Dengan demikian berdasarkan PP Nomor 34/2006 tersebut tidak mengatur kewajibanpemegang IUP untuk kegiatan pengangkutan batu bara menggunakan jalan khusus
tetapi hanya mengatur jenis jalan khusus yang dapat digunakan untuk jalan umum.
Ketentuan Pasal 91 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara mengatur “Pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan ketentuan tersebut, secara tegas menyatakan pemegang Izin Usaha Pertambangan dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum (termasuk jalan umum) untuk keperluan pertambangan.
Lebih lanjut UU jalan menentukan mengenai jalan umum merupakan salah satu sarana dan prasarana umum yaitu jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Oleh karena menurut UU Nomor 4/2009, pemegang IUP dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum (termasuk jalan umum untuk pengangkutan batu bara).
Di Jambi, pro dan kontra terus terjadi dan memanas terhadap permasalahan batu bara berkaitan dengan kelebihan muatan dan meningkatnya angka kecelakaan yang acapkali terjadi di wilayah yang di lintasi batu bara, namun penyebab kecelakaan itu sendiri tidak serta merta kita salahkan batu bara terlebih banyak pemberitaan yang hanya menyalahkan sepihak secara pandangan mata memang saat ini batu bara belum bisa ditertibkan dengan baik terlebih kemacetan terus terjadi terutama Lintas Tembesi menuju ke Jambi yang setiap harinya macet karena konvoi batu bara dan truk lain sehingga dalam hal ini perlu adanya perhatian khusus bagi pemerintah dan kesadaran bagi pengguna jalan lainya untuk mengatasi masalah ini.
Berharap kepuasan masyarakat Jambi dengan kebijakan pemerintah adil dan merata saat ini belum bisa tercapai. Masalah besar yang dihadapi dalam pembangunan saat ini lebih mementingkan konvensional. Pembangunan yang memang mampu meningkatkan ekonomi, tapi tidak melihat aspek sosial dan lingkungannya merujuk dari pertambangan batu bara di Provinsi Jambi. Hal ini menurut saya ditandai dengan banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh pemerintah, namun tidak menunjukkan kesejahteraan masyarakat.
Harusnya, dengan hadirnya perusahaan tambang di suatu daerah mampu menciptakan pertumbuhan berkelanjutan, yang dapat membentuk kemajuan masyarakat setempat. tujuan akhir supaya masyarakat mendapat kemakmuran berkelanjutan tersebut.
Pemerintah diharapkan tidak hanya berpikir tentang bisnis namun juga harus melakukan kajian secara mendalam. Selama ini tambang melewati jalur darat dengan menggunakan jalan umum telah banyak menimbulkan masalah yang cukup serius seperti kecelakaan lalu lintas. Selain pemerintah daerah dibebani untuk mengeluarkan dana yang sebegitu besar memperbaiki kondisi jalan rusak. Kemacetan hingga polusi udara tidak jarang berujung pada konflik.
Hal ini saya lihat sudah seharusnya punya jalan khusus supaya mengurangi risiko-risiko yang terjadi ke depan Ini merupakan kebutuhan mutlak karena melewati jalan umum justru menimbulkan kerusakan.
Saat ini solusi agar tetap berjalan paling tidak pemerintah mengatur ritme angkutannya jam operasional, perlu direvisi atau diberikan saja toleransi pada siang hari dengan jumlah kendaraan yang melalui jalan tersebut di atur, supaya tidak terjadi penumpukan di malam hari tetapi tetap disiapkan jalan khusus sembari menunggu dan tetap beroperasional. Dalam hal ini juga dibutuhkan kesadaran sopir juga soal terjadi kepadatan lalu lintas dan dampak lingkungan. Pendapatan daerah sangat didukung meningkat, tapi harus mempertimbangkan segala risiko yang akan terjadi di tengah masyarakat.
Menurut penulis jikalau ada jalan khusus yang bisa dilalui dan dirasa layak serta dapat disewakan ke perusahaan-perusahaan tambang, kelapa sawit dan hutan tanaman industri dengan memungut retribusi. Dana hasil sewa pemakaian jalan khusus dapat dialokasikan bagi kesejahteraan masyarakat di sekitar jalan, potensi masalah pun dapat diminimalkan.
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi
OPINI
Gen Z, Stop Overthinking Soal Jurusan Kuliah

Tidak sedikit dari kita, para Gen Z, yang masih bingung soal masa depan. Mikirin jurusan kuliah, kerja nanti mau jadi apa, atau jalan hidup mana yang paling tepat. Aku pun pernah ada di posisi itu, dan jujur aja, penuh drama.
Dulu aku pengen banget jadi arsitek. Bayangin deh, bikin desain bangunan keren, terus bisa lihat hasil karyaku berdiri megah di tengah kota. Keren banget, kan?
Tapi ternyata hidup punya arah lain. Pas kuliah, aku malah masuk jurusan Mass Communication. Awalnya agak kecewa juga sih, tapi ternyata ini justru salah satu keputusan terbaik yang pernah aku ambil.
Kalau dipikir-pikir, mungkin aku bakal stres berat kalau beneran masuk arsitektur. Ngerjain struktur bangunan, mikirin faktor keamanan, dan tanggung jawab gede? Bisa-bisa tiap malam nggak bisa tidur. Ternyata Mass Comm jauh lebih cocok buat aku.
Dari Hobi Doang, Jadi Serius
Aku dari kecil udah suka banget sama yang namanya bikin konten. Dulu pernah iseng bikin konten gaming di YouTube, vlog santai dan edit video-video, waktu itu sih nggak kepikiran bisa jadi kerjaan beneran. Tapi sejak masuk kuliah, aku baru sadar dunia komunikasi itu luas banget. Ada broadcasting, PR, digital media, advertising, dan banyak lagi. Dan sekarang, bikin konten udah jadi profesi yang nyata banget.
Apalagi pas lihat temen-temen mulai bikin proyek sendiri, mulai dari short movie, vlog, sampai podcast mahasiswa. Itu bikin aku makin semangat. Aku mulai ikutan bikin juga, walaupun masih kecil-kecilan. Tapi rasanya seru, dan di situ aku mulai ngerasa, “Kayaknya ini deh passion ku.”
Saat Merasa Ketinggalan
Tapi namanya juga manusia, kadang overthinking itu datang lagi. Scroll TikTok, lihat temen-temen views-nya ratusan ribu. Buka YouTube, nemu kreator baru yang udah punya jutaan subscriber. IG story temen? Isinya endorse-an semua.
Terus aku mikir, “Kok aku masih gini-gini aja ya?” Padahal aku juga udah coba bikin konten, belajar editing, ngerjain proyek. Tapi tetap aja ngerasa belum cukup. Ditambah lagi kadang ada yang nanya, “Nanti lulus mau jadi wartawan ya?”
Seakan-akan lulusan Mass Comm cuma bisa kerja di media konvensional, padahal sekarang pilihan kariernya banyak banget.
Timeline Tiap Orang Beda-Beda
Sampai akhirnya aku sadar juga, kenapa sih harus selalu ngebandingin diriku sama orang lain? Ada yang sukses di umur 18, ada yang baru nemu jalannya di umur 25.
Yang penting itu bukan siapa yang paling cepat, tapi siapa yang konsisten terus belajar dan berkembang. Sejak itu, aku mulai fokus ke proses. Setiap tugas kampus, vlog, atau video promosi yang aku kerjain, aku anggap latihan. Aku belajar hal baru, coba gaya baru, dan ngembangin skill-ku pelan-pelan.
Dan yang paling penting: aku mulai menikmati prosesnya. Aku berhenti mikir kapan bakal sukses, dan lebih fokus nikmatin tiap langkahnya.
Passion vs Prospek? Kenapa Nggak Dua-Duanya
Dulu aku mikir harus pilih salah satu: passion atau prospek. Ternyata, nggak harus gitu. Kuliah di Mass Comm ngasih aku banyak bekal. Aku ngerti gimana komunikasi yang efektif, gimana cara bangun hubungan sama audiens, dan gimana strategi media itu jalan. Itu semua kepake banget buat dunia konten sekarang.
Aku bisa kerja di digital agency, sambil tetap bangun personal brand-ku sendiri atau jadi freelance videographer, sambil bikin konten yang aku suka. Bahkan bisa mulai dari content writer, sambil belajar podcast-an pas weekend. Intinya? Aku bisa punya “kerjaan aman” dan tetap ngejar mimpi.
Mulai dari Sekarang, Bukan Nanti
Buat kamu yang masih galau, jangan tunggu semuanya sempurna dulu. Mulai aja dari yang kamu punya. Punya HP? Bikin konten.Punya laptop? Belajar editing. Punya ide? Tulis, rekam, dan bagikan.
Yang penting itu konsisten, bukan sempurna. Dan terakhir, jangan bandingin hidupmu sama orang lain. Setiap orang punya timing masing-masing, dan kamu juga pasti bakal nemu jalurmu sendiri.
Aku nggak nyangka, dari yang awalnya pengin jadi arsitek, aku malah nemu passion sejati di dunia konten. Hidup emang penuh kejutan. Tapi selama kita siap, terbuka, dan mau jalanin prosesnya, semuanya bakal jadi cerita yang keren.
Karier itu bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, tapi siapa yang paling tahan jalanin proses. Jadi daripada sibuk ngebandingin diri sama orang lain, mending fokus aja sama versi terbaik dari dirimu sendiri. Karena mungkin, jurusan yang awalnya kamu anggap “jalan kedua” justru jadi pintu utama menuju hidup yang kamu impikan.
Penulis: Puteri Nazwa Layla, Mass of Communication Student, BINUS UNIVERSITY
OPINI
Pilihan Jalan atau Hanya Berpetualang

USAI sudah Pilgub Jambi 2024. Usai sudah penghitungan. Baik penghitungan lembaga survey, quick count maupun penetapan resmi dari KPU. Baik berjenjang dari KPU Kabupaten maupun penetapan akhir KPU Provinsi Jambi. Hasilnya tidak jauh berubah. Kemenangan telak diraih oleh Al Haris-Sani. Sang incumbent yang mantap dengan peraihan 60%. Jauh dari perkiraan para ahli yang banyak meramalkan hanya mampu meraih 52%-26%.
Namun apapun hasil kemenangan Pilgub, cerita dibalik pilkada yang berlangsung selama setahun terakhir banyak memberikan pelajaran. Sekaligus cerita yang bisa ditorehkan. Sekaligus diceritakan kepada generasi muda.
Pertama. Memilih Gubernur/Wakil Gubernur Jambi tentu saja tidak memilih yang terbaik. Tentu saja banyak putra-putra terbaik di Jambi.
Berbagai teori ilmu politik maupun sebagian aliran pemikiran, memilih pemimpin bak memilih seperti kaum Sofi. Kaum yang memang dilahirkan manusia suci dan mempunyai pemikiran yang sangat bijaksana.
Bahkan banyak sekali aliran agama yang menempatkan Pemimpin politik bak memilih seperti ulama. Lengkap pengetahuan dunia, pengetahuan agama dan perilaku yang terpuji.
Maqom ini sering digunakan untuk menangkis terhadap calon-calon yang populer. Sekaligus membentengi diri dan melindungi kandidatnya.
Sebagai pemikiran, ajaran ataupun strategi, cara-cara ini sah saja digunakan.
Namun ditengah perkembangan zaman yang begitu pesat, strategi kampanye yang setiap Pilgub yang berbeda-beda, saya memilih dengan ukuran yang paling sederhana.
Memilih pemimpin ketika dia mau mendengarkan. Mau melaksanakan janji-janjinya yang sederhana. Sekaligus dia mau mendengarkan ketika saya mengumpat, memaki bahkan menghardik kinerja.
Dia lebih banyak mendengarkan. Dia sama sekali tidak memberikan klarifikasi ataupun bantahan terhadap apa yang saya sampaikan.
Apakah terlalu sederhana itu ? Ya. Cukup sederhana.
Di dalam berbagai kesempatan, ukuran realistis yang paling mudah dijangkau, apakah dia mau mengurusi pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan.
Selama itu bisa dijangkau dengan ukuran obyektif selama itu saya tetap didalam barisan. Termasuk juga kalaupun banyak yang berlarian meninggalkannya, mungkin saya orang terakhir meninggalkannya.
Sebagai manusia, tentu saja kadangkala sering dongkol, kecewa bahkan kesal. Namun ketika seseorang mau mendengarkan gerutukkan saya, lebih banyak diam ketika saya umbarkan kemarahan, itulah kemewahan saya sebagai rakyat.
Dan ketika satu persatu pertimbangan, nasihat ataupun saran kemudian diikuti, bagiku itulah seseorang pemimpin. Menjawab dengan tindakan. Bukan sekadar janji.
Kedua. Di tengah Pilgub Jambi 2024, tentu saja ada sebagian kemudian memilih berbeda barisan. Memilih kemudian berbeda bagiku tidak terlalu mengganggu pemikiran.
Namun yang menarik pemikiran tentu saja alasan kemudian ketika pernah bersama-sama kemudian memilih berbeda barisan.
Selama memilih dengan alasan prinsip dan mendasar, tentu saja respek selalu kuhargai.
Namun ketika alasan memilih bukanlah prinsip dan mendasar dan lebih mengutamakan emosi, baper, tentu saja bagiku itu kekanak-kanakan.
Padahal kutahu sang pengabar mempunyai literatur bacaan yang kuat. Sikap dan prinsip yang selama ini sempat kukagumi. Bahkan cara penyampaian yang begitu tajam tidak salah kemudian kutempatkan sebagai tokoh panutan.
Namun ketika kutahu sang tokoh kemudian meninggalkan barisan dengan alasan (mungkin bagiku konyol) seketika respekku hilang. Berganti dengan nada sentimentil yang mendayu-dayu. Persis kayak anak ABG yang lagi galau. Ketika cuma SMS, telp ataupun WA sama sekali tidak dibalas.
Padahal di ujung telepon, sang pacar malah sibuk dengan pekerjaan rutinitas yang memang memaksa tidak memegang HP.
Yang kadangkala bikin geli, selevel tokoh (kata orang bijak sering “hatinya harus jember”), yang mewarisi sikap keteladanan bersikap kekanak-kanakan justru menjadi hiburan tersendiri. Kalaupun bukan pelajaran pahit yang menjadi perjalanan hidup.
Namun apapun yang terjadi dibalik Pilgub Jambi 2024, seleksi alam begitu kejam. Hanya orang mampu menghadapi perubahan zaman yang akan bertahan.
Selain itu mereka akan tergilas dengan kehadiran generasi milenial bahkan generasi Gen Z yang tidak kenal ampun. Melumat orang-orang cengeng di kancah politik.
Dan saya kemudian memilih. Bergabung dengan generasi milenial dan generasi Gen Z untuk menertawakan “kecengengan” kaum tua yang ketika berbicara selalu menepuk-nepuk dada.
Pilgub Jambi 2024 juga mengajarkan. Kemenangan Pilgub ketika menguasai generasi millenial dan Generasi Z.
Selamat datang, Era baru. Selamat datang generasi baru. (***)
*Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani
OPINI
Kebijakan Pajak 12%: Selektivitas untuk Barang Mewah, Strategi atau Tantangan?

PEMERINTAH Indonesia telah mengumumkan bahwa mereka berencana untuk menerapkan tarif PPN sebesar 12%. Rencana ini akan dimulai per 1 Januari 2025, sesuai dengan mandat yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, telah diputuskan bahwa kebijakan ini hanya akan berlaku untuk barang mewah. Banyak orang melihat kebijakan ini sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan negara dan menghalangi daya beli industri dan masyarakat tertentu.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Barang Mewah mengatur mekanisme pemungutan pajak atas barang-barang yang dikategorikan sebagai barang mewah. Menurut pasal 1 ayat (1) UU tersebut, barang mewah adalah barang yang dalam penggunaannya tidak memberikan manfaat langsung terhadap kelangsungan hidup atau kehidupan manusia, yang menyebabkan pengenaan pajak untuk membatasi kontribusi kelangsungan hidup atau kehidupan manusia. Oleh karena itu, pengenaan pajak 12% ini dimaksudkan untuk membatasi konsumsi barang tersebut.
Pandangan Pemangku Kebijakan
Presiden Prabowo Subianto menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk meminimalisir konsumsi barang mewah yang tidak bersifat esensial bagi masyarakat umum. Ia menegaskan pentingnya melindungi rakyat kecil melalui pengecualian PPN untuk barang kebutuhan pokok.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai kebijakan ini sebagai langkah yang menyesuaikan tren global dalam perpajakan dengan pelaksanaan cukup diatur melalui PMK. Ia memastikan bahwa pelaksanaannya dirancang agar tidak merugikan ekonomi rakyat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mencerminkan asas keadilan. “Kami ingin memastikan barang-barang yang memiliki kontribusi lebih besar terhadap pendapatan pajak adalah barang-barang yang memang hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat tertentu yang memiliki daya beli tinggi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers pada awal November 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Suara Surabaya)
Namun, Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Mukhamad Misbakhun, mengatakan kelompok barang yang akan dikenai PPN 12 persen tersebut masih akan diseleksi. Khususnya untuk objek barang yang selama ini tergolong dalam kategori Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Perspektif Pemerintah: Ini adalah Pendekatan yang Mempertimbangkan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Kebijakan ini tentu tidak mengabaikan pandangan beberapa menteri yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Seperti yang dijelaskan oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan, kebijakan ini merupakan tindakan yang lebih strategis yang bertujuan untuk memastikan keseimbangan dalam pendapatan negara dan pada saat yang sama mengatur konsumsi barang-barang mewah.
Ada kalanya Sri Mulyani menguraikan masalah ini: “Pengenaan cukai dengan tarif 12 persen pada barang-barang mewah bertujuan untuk mencegah konsumsi berlebihan barang-barang mewah dan mengarahkan konsumsi pada barang-barang yang akan produktif bagi ekonomi, selain tentu saja untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan digunakan untuk pembangunan.”
Pendapatan yang diperoleh dari pajak barang-barang mewah dimaksudkan untuk digunakan dalam meningkatkan fasilitas publik, kesehatan, dan pendidikan, serta untuk meningkatkan kebijakan fiskal yang lebih luas yang melindungi proses pemulihan pasca-covid.
Tantangan yang Dihadapi
Tetapi kebijakan ini menghadapi beberapa masalah seperti berdampak pada daya beli konsumen. Ekonom bernama Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pengenaan pajak lebih tinggi pada barang tertentu dapat berdampak pada penurunan konsumsi, terutama untuk industri yang bergantung pada penjualan barang premium.
Potensi Kebijakan Tidak Efektif: Beberapa pengamat mengkhawatirkan pengalihan konsumsi masyarakat ke pasar gelap atau pembelian langsung di luar negeri untuk menghindari pajak tinggi.
Kompleksitas Administrasi: Penetapan barang mewah dalam kategori dapat menjadi kontroversial, terutama bagi bisnis yang menganggap kebijakan ini terlalu luas.
Pengaruh terhadap Sektor dan Lingkungan Sosial
Akan tetapi, ada juga dampak negatif dari kebijakan ini, terutama untuk industri yang langsung berhubungan dengan barang-barang mewah. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kebijakan tersebut perlu diikuti oleh kebijakan lain yang lebih memperhatikan industri dalam negeri. Dalam pernyataan tersebut, beliau menekankan: “Kita harus memastikan bahwa dampak dari kebijakan berbasis pajak tidak merugikan industri lokal.” Ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran besar terkait apa yang terjadi pada berbagai sektor, terutama yang paling berisiko tidak bisa bersaing di level global.
Secara khusus pada barang mewah yang dihasilkan di Negara kita Indonesia seperti otomotif, elektronik, atau barang fashion, maka kebijakan pajak akan mengurangi daya beli masyarakat dan juga akan memperlambat laju pertumbuhan industri yang bersangkutan.
Secara keseluruhan, pemerintah menggunakan kebijakan pajak 12% pada barang mewah untuk mengontrol konsumsi barang mewah sekaligus meningkatkan pendapatan negara.
Namun, kebijakan ini menghadirkan beberapa kesulitan, baik dari segi bagaimana ia diterapkan di lapangan maupun bagaimana hal itu berdampak pada sektor industri tertentu. Kebijakan ini mungkin memiliki dampak negatif yang lebih besar, terutama dalam jangka panjang, jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang mendukung industri dalam negeri dan melindungi daya beli masyarakat.
*Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI)