DETAIL.ID, Muarojambi – Sidang dengan agenda saksi dari pemohon digelar di Pengadilan Negeri Sengeti, Muarojambi pada Kamis, 24 Maret 2022. Sidang digelar atas gugatan pemilik lahan yang terdampak rencana proyek tol Jambi-Rengat.
Ganti rugi proyek tol Jambi-Rengat terkesan dipaksa. Bahkan masyarakat Simpang Selat, Kelurahan Pijoan, Kecamatan Jambi Luar Kota yang terdampak jalur Tol merasa diintimidasi KJPP.
Putra Tambunan selaku pengacara pemohon menyebutkan bahwa dalam agenda sidang tersebut 4 orang saksi telah hadir dan memberikan keterangannya.
“Sidang pada hari ini agendanya saksi dari pemohon. Disertai juga dengan alat bukti termohon 3 yaitu KJPP. Sidang dimulai dari pukul 10.00 WIB. Dari pemohon menghadirkan 4 orang saksi. Saksi yang kita hadirkan adalah masyarakat yang terdampak dari rencana pembangunan jalan tol,” ujar Putra.
Menurutnya, agenda saksi pada hari ini sudah cukup membuktikan bahwa dari pihak KJPP itu sendiri tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.
“Masyarakat Pijoan khususnya, ketika dipertemukan dalam musyawarah dengan pihak-pihak terkait, masyarakat sendiri tidak pernah dijelaskan terkait bagaimana bentuk penilaian dari KJPP itu sendiri. KJPP hanya menyebutkan ada SK Bupati tahun 2012. Namun, masyarakat kan tidak semuanya memahami hal itu. Seharusnya pihak KJPP menjelaskan lebih rinci,” tuturnya.
Putra menyebut, “Bahkan ironisnya, menurut keterangan saksi yang dihadirkan hari ini dibuat bagaikan membeli kucing dalam karung. Dikasih surat, dikasih kertas untuk ditandatangani cuma di sana tidak dijelaskan apa yang menjadi rincian harga yang diberikan oleh KJPP,” ucapnya.
Pengacara pemohon bahkan menemukan indikasi dugaan intimidasi terhadap masyarakat pemilik lahan yang akan dibebaskan guna dibuat Proyek Jalan Tol.
“Menurut keterangan saksi yang kita hadirkan tadi, ia merasa mendapat tekanan. Disebutkan, bahwa bila warga tidak terima kita tunggu di pengadilan. Yang seolah-olah di sini saya menduga adanya intimidasi. Namun untuk faktanya, KJPP itu sendiri yang tahu apa alasan dari KJPP mengatakan hal demikian. Namun hal tersebut tidak dibantah dari termohon 3 itu sendiri (pihak KJPP),” kata Putra.
Dalam kasus ini ada yang menolak penuh ada pula sebagian masyarakat memang setuju dengan menyodorkan beberapa syarat. Namun, syarat yang sudah disepakati itu pun sampai saat ini tidak dipenuhi. Total ada 119 warga yang lahannya akan dibebaskan.
Terpisah, usai sidang salah satu saksi persidangan, raden menyebut bahwa masyarakat tiba-tiba disodori amplop.
“Ketika kami buka isinya surat soal ganti rugi ini. Kalau begini maka artinya tidak ada musyawarah. Kami tidak diberitahu tiba-tiba diberi amplop itu. Nominal rinciannya pun tidak dijelaskan. Anehnya, ketika kami tanya, pihak KJPP menyebut kalau tidak setuju silakan kita ketemu di pengadilan,” ujarnya.
Raden makin bingung, di surat itu bahkan terdapat kesalahan penuliskan kecamatan. Dalam surat itu dituliskan Kecamatan Sekernan. Padahal seharusnya kecamatan Jambi Luar Kota (Jaluko).
Pengacara pemohon menyampaikan harapannya agar Gubernur Jambi dan Bupati Muaro Jambi ikut andil dan serius menyoroti persoalan ini.
“Untuk bapak Gubernur Jambi dan bapak Bupati Muarojambi agar lebih serius menanggapi permasalahan ini karena ini mencakup hak orang banyak. Sangat tidak relevan, ketika harga tahun 2012 dijadikan acuan untuk tahun 2020. Semestinya, mengikuti harga pasar terbaru. Harapan kami dari masyarakat yang menggugat,” ucapnya berharap.
Ssementara itu, ia juga berharap kepada ketua Majelis yang memeriksa perkara di pengadilan negeri Sengeti, Muaro Jambi, berkenan untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya. Apapun yang menjadi putusan dari majelis, akan kita terima.
“Namun kami siap Kasasi jika memang tuntutan ganti rugi yang pantas tidak dipenuhi. Kasasi apabila ada celah hukum untuk mengharuskan kami kasasi,” ujar Putra Tambunan menutup wawancaranya usai sidang.
Reporter: Febri Firsandi
Discussion about this post