DETAIL.ID, Jambi – Soal buruknya manajemen keuangan sawit petani menjadi sorotan. Banyak petani yang mengeluh harga sawit anjlok tempo hari. Bukan tanpa alasan, petani dibuat pusing dengan tagihan kredit. Mereka sudah terbayang dengan suramnya cicilan bulan-bulan berikutnya bila harga sawit terus-menerus turun.
Menanggapi soal ini, Profesor Dompak Napitupulu mengatakan, ini yang menjadi kelemahan petani di Indonesia. Manajemen keuangan yang buruk menjadi permasalahan yang terus berulang.
“Sebenarnya harga Rp 1.000 itu, petani masih untung. Break Even Point (titik impas) masih Rp 600. Banyak yang sudah menghitung itu. Artinya apa? Untuk menghasilkan 1 kilogram TBS itu memerlukan biaya Rp 600,” ujar Dompak.
Namun yang menjadi masalah adalah kemampuan petani dalam mengatur keuangannya. “Harga sempat menyentuh Rp 3.000, Rp 4.000 sehingga petani untung besar dan mereka berpikir ini akan jangka panjang. Akhirnya mereka bergaya hidup konsumtif,” katanya.
Menurut Dompak, petani yang menikmati euforia harga tinggi kemudian tanpa pikir panjang mulai membeli barang tidak produktif. Bahkan dengan cara kredit. “Mereka beli mobil, beli rumah, atau barang lain. Celakanya kredit pula. Akhirnya, saat harga sempat guncang seperti tempo hari mereka pusing sendiri,” katanya.
Ujung-ujungnya mereka tak mampu membayar kredit dengan perhitungan yang tidak matang. Ia menambahkan, mindset petani harus diarahkan untuk mengelola keuangannya untuk dibelanjakan pada sektor yang lebih produktif.
“Mereka harus diajari betul-betul. Sebenarnya kejadian anjloknya harga ini menjadi salah satu edukasi untuk petani. Bahwa selalu ada risiko bahwa harga bisa anjlok kapan pun. Dan petani harus sudah mempersiapkan. Di samping memang harus ada peran semua pihak untuk mengedukasi. Selama ini belum ada tuh penyuluh-penyuluh yang mengajari petani untuk memberitahu petani memanfaatkan uangnya ke arah produktif,” tuturnya.
Peran penyuluh-penyuluh, Dinas Perkebunan dan media juga penting untuk mengedukasi petani.
“Jangan malah kredit fortuner. Harus berpikir investasi! Seharusnya beli teknologi untuk meningkatkan produksi, atau membeli lahan lagi kalau masih ada lahan. Atau bisa pula mengembangkan usaha di bidang lain, berdagang atau jasa. Supaya ada penopang lain,” katanya.
Peran pemerintah juga harus ekstra untuk menyuluh para petani untuk mampu mengelola keuangannya. “Sadarkan para petani melalui penyuluhan, berita-berita apa pun yang mampu menyentuh langsung ke petani. Bilang, hei petani, jangan terus beli Fortuner dong. Duitmu itu gunakan untuk investasi yang produktif. Pemerintah juga jangan hanya ngomong, tapi siapkan juga jalannya,” kata Dompak.
Reporter: Febri Firsandi
Discussion about this post