PERKARA
Makin Seru Alur Perkara Dirut Bank 9 Jambi Yunsak El Halcon dengan Melanesia Corruption Watch

DETAIL.ID, Jambi – Alur cerita perkara perdata antara Melanesia Corruption Watch (MCW) melawan Direktur Utama Bank 9 Jambi Yunsak El Halcon di Pengadilan Negeri Jambi kian alot.
Dalam kasus perdata yang teregister dengan nomor perkara 19/Pdt.G/2022/Pn Jmb yang menyeret lembaga anti rasuah RI yakni KPK sebagai turut tergugat satu dan Gubernur Jambi Al Haris sebagai turut tergugat dua tersebut. MCW selaku penggugat telah mengajukan replik tertanggal 15 Juni 2022 pada majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi.
Dalam replik gugatan yang diperoleh awak media ini dari Direktur MCW, Sahudi Ersad, pihak MCW dalam eksepsinya untuk tergugat Yunsak El Halkon menegaskan jika dalam perkara ini, MCW selaku penggugat hanya mempersoalkan masalah kejujuran Yunsak El Halcon yang tidak sesuai fakta dalam melaporkan harta kekayaannya.
Terungkap pula fakta dalam replik MCW yang menyebutkan bahwa Yunsak El Halcon melaporkan harta kekayaan untuk tahun 2020 pada 15 Januari 2021. Lalu, mengenai harta bergerak alat transportasi hanya melaporkan kendaraan sepeda motor Honda perolehan tahun 2010 senilai Rp 1,9 juta.
“Sedangkan tergugat memiliki kendaraan mobil lainnya. Tetapi tidak dilaporkan ke KPK dan begitu juga untuk LHKPN 2021 yang dilaporkan oleh tergugat pada 18 Januari 2022 juga hanya melaporkan kendaraan sepeda motor yang sama, dan tidak ada perbaikan dalam LHKPN sejak 15 Januari 2021 sampai gugatan diajukan oleh penggugat sejak Februari 2022,” tulis MCW dalam eksepsinya.
Namun, KPK selaku turut tergugat satu belum pernah melakukan pemeriksaan secara faktual di lapangan mengenai laporan harta kekayaan Yunsak El Halcon sebagaimana yang telah dilaporkan dalam LHKPN.
MCW menilai KPK sebagai turut tergugat satu hanya melakukan pemeriksaan secara administratif saja. Oleh karena itu, MCW mencatatkan dalam Repliknya bahwa keberadaan masyarakat (Penggugat) sebagai fungsi sosial kontrol dengan memberikan saran pendapat secara bertanggungjawab di hadapan Pengadilan.
Sementara itu, pihak kuasa hukum Yunsak El Halcon dalam jawaban tergugat poin 3 menyebutkan bahwa penggugat (MCW) dalam mengajukan tidak didukung oleh bukti-bukti dan hanya berdasarkan perkiraan-perkiraan saja.
Hal tersebut ditanggapi balik oleh MCW selaku penggugat dengan menyebutkan, bahwa tergugat terlalu dini (prematur) mengatakan jika penggugat tidak memiliki bukti-bukti karena agenda persidangan belum memasuki pembuktian.
Kemudian yang tak kalah menarik lagi, diketahui jika pihak tergugat El Halcon menuntut ganti rugi moril dan materiil berupa uang sebesar Rp 1,1 miliar. Hal ini dinilai oleh MCW merupakan bentuk teror kepada penggugat atau Ormas dalam berpartisipasi menjalankan peran serta sebagai sosial kontrol sesuai pasal 8 ayat 1 UU Nomor 28 tahun 1999 jo Pasal 2 Huruf C PP 43 tahun 2018.
Tak hanya itu, gugatan rekonvensi yang diajukan oleh pihak Yunsak El Halcon juga dinilai tidak berdasarkan dan beralasan hukum serta melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
“Bahwa Tergugat Konvensi adalah posisi subjek hukum Yunsak El Halcon dan posisi MCW adalah sebagai Penggugat Konvensi bukan Tergugat Konvensi. Kesalahan ini sangat fatal dan berakibat hukum bagi diri sendiri dan Yunsak El Halcon menuntut diri sendiri dalam rekonvensi dan majelis hakim wajib menolak gugatan rekonvensi perkara a quo,” demikian dikutip dari replik MCW.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Masih Penyelidikan, Berikut Update Kasus Dugaan Korupsi Jambi City Center

DETAIL.ID, Jambi – Dugaan kasus korupsi yang mengiringi pembangunan dan pengelolaan Jambi Bisnis Center (JCC) masih terus bergulir pada tahap penyelidikan di meja penyidik Pidsus Kejari Jambi pada Kamis, 10 Juli 2025.
Kasi Pidsus Kejari Jambi, Sumarsono bilang pihaknya masih mengumpulkan bahan dan keterangan dari berbagai pihak terkait.
“Ada sekitar 11, 12 lah, untuk saat ini kita masih mendalami dan cari keterangan data-data dari pihak eksekutif dalam hal ini dan juga dari pihak Bank Sinarmas,” ujar Sumarsono pada Kamis, 10 Juli 2025.
Kasi Pidsus Kejari Jambi tersebut juga memberi sinyal bahwa kedepan, pengembang atau pengelola JCC hingga pihak legislatif yang turut terlibat dalam proses persetujuan pembangunan JCC bakal dimintai keterangan.
Sementara disinggung terkait target kasus dugaan korupsi tersebut naik ke tahap sidik, Sumarsono bilang saat ini pihaknya masih mematangkan segala bahan keterangan dalam penyelidikan.
“Kalau untuk tahap penyidikan, kami harus matangkan dulu di penyelidikan. Nanti habis itu gelar perkara apakah nanti dari tim menyatakan layak naik penyidikan atau tidak. Tergantung itu, jadi untuk saat ini kita masih bicara masalah penyelidikan,” ujarnya.
Adapun JCC dibangun di eks terminal Rawasari pada tahun 2016 pada masa kepemimpinan Wali Kota Jambi Syarif Fasha dan rampung pada 2018 lalu dengan skema Build, Operate, and Transfer (BOT). Dalam PKS antara Pemkot dengan Pengembang, Pemkot Jambi kala itu digadang-gadang bakal dapat kontribusi sebesar Rp 85 miliar dalam 3 tahapan.
Lima tahun pertama 2016-2020 Pemkot dapat pemasukan ke kas daerah senilai Rp 7,5 miliar. Namun kontribusi tahap dua untuk 2021 – 2030 senilai Rp 25 miliar tidak terealisasi lantaran JCC tak kunjung beroperasi pasca selesai pembangunan.
Dengan kondisi tersebut kontribusi ke tiga senilai Rp 52,5 miliar disinyalir juga bakal tak terealisasi seiring dengan terbengkalainya JCC, ditambah lagi lahan dan bangunan JCC belakangan diketahui telah diagunkan ke Bank Sinarmas oleh pengembang atas kesepakatan bersama penguasa saat itu.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Ahli BPKP Ungkap RDKK Fiktif di Kasus Korupsi Pupuk Subsidi Bungo Sementara Pengecer Bikin Nota Palsu

DETAIL.ID, Jambi – Perkara Korupsi penyalahgunaan pupuk subsidi di Kabupaten Bungo TA 2022 menghadirkan saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jambi di Pengadilan Tipikor Jambi pada Kamis, 10 Juli 2025.
Dalam persidangan terungkap bahwa dari 18 kelompok tani yang terdaftar dan mengajukan E RDKK, ternyata tak pernah sama sekali menyusun dan mengajukan E RDKK pada penyuluh. Dan lagi mereka disebut tak pernah melakukan penebusan pupuk subsidi.
Sementara hasil klarifikasi BPKP, menyebutkan 4 kelompok diantaranya mengakui melakukan pengurusan RDKK, mereka juga menebus pupuk jenis subsidi namun harganya di atas HET.
“Ada 4 kelompok yang mengakui saat klarifikasi di lapangan. Tapi penjualannya (pengecer) diatas HET,” ujar Ahli BPKP menjawab Hakim di persidangan.
Ahli BPKP lanjut mengungkap bahwa secara dokumen 14 kelompok tani tersebut tidak menyusun dan mengajukan RDKK, akan tetapi dibuatkan oleh penyuluh dari Balai Penyuluh Pertanian.
“Secara dokumen dia tidak membuat RDKK, tapi dibuatkan oleh PPL. Namun mereka melakukan penebusan,” katanya.
Sementara itu penasihat hukum terdakwa Sri Sumarsih, menanyakan ahli soal simpulan sehingga terjadi kerugian negara dalam kasus ini. Ini apakah E RDKK yang tidak sesuai, atau bagaimana?
Menjawab hal tersebut, Ahli bilang bahwa setidaknya terdapat 5 fakta yang ditemui dilapangan, diantaranya penyuluh pertanian Batin II Babeko menyusun E RDKK tanpa musyawarah dengan kelompok tani dan menandatangani RDKK atas nama ketua kelompok tani.
Kemudian, pengecer CV Abipraya menjual pupuk subsidi dengan harga diatas HET. Hingga membuat pertanggungjawaban penyaluran pupuk subsidi yang tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Kondisi tersebut kemudian berimbas pada Harga Pokok Produksi (HPP) yang digelontorkan pemerintah pada produsen, padahal realisasi dilapangan tidak tepat sasaran.
“Sehingga ada selisih antara yang negara bayarkan, selisih sinilah yang menjadi kerugian negara sebesar Rp 3,8 miliar,” katanya.
JPU Silfanus Manullang, dalam kesempatannya pun menekankan kembali pada ahli BPKP sebagaimana hasil pemeriksaanya, dimana yang melakukan penebusan pupuk subsidi bukanlah 4 kelomlok tani melainkan 4 Ketua Kelompok Tani, namun mereka melakukan penebusan pupuk dengan harga non subsidi. Hal ini lantas dibenarkan ahli.
“Mereka tidak tau itu RDKK. Mereka baru tau setelah dilakukan pemanggilan oleh penyidik,” ujarnya.
Ahli kembali ditanyai oleh JPU, apakah sebelum melakukan penghitungan kerugian BPKP juga melakukan klarifikasi kepada terdakwa? Ahli mengaku bahwa Sri Sumarsih dilakukan klarifikasi pada 8 Agustus 2024.
Dalam poin hasil pemeriksaan yang dibacakan JPU, terungkap bahwa terdakwa dalam klarifikasinya memberikan pernyataan bahwa nota penjualan atas pupuk subsidi tersebut dibuat dan ditandatangani sendiri oleh terdakwa.
Pertanyaan JPU kembali bergulir, kali ini JPU melontarkan pertanyaan yang cukup menggelitik pada ahli.
“Orang mati juga ibu hadirkan ga waktu itu? Atau ibu minta penyidik hadirkan supaya bisa memastikan bahwa orang mati pada 2006, orang mati 2013 beli pupuk di 2022,” ujarnya.
Merespon hal itu, ahli BPKP menyebut bahwa mereka meminta surat keterangan yang menyatakan bahwa anggota kelompok sudah meninggal dunia.
Atas kesaksian ahli, terdakwa Sri Sumarsih tidak ada menyampaikan keberatan. Hanya saja dia meluruskan bahwa ahli tidak turun langsung ketika memeriksanya, melainkan diwakili oleh 2 orang dari pihak BPKP.
Penasehat hukum terdakwa pun meminta agar penuntut umum menghadirkan 2 orang pihak BPKP yang turun melakukan klarifikasi atau pemeriksaan lapangan kala itu, karena keterangannya dianggap penting di persidangan.
Namun JPU menolak, mereka beranggapan keterangan satu orang yakni koordinator dari BPKP sudah cukup. Sidang bakal kembali berlangsung pekan depan dengan agenda saksi meringankan (a de charge) dari pihak terdakwa.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Digugat Perdata Oleh Partainya Sendiri, Anggota DPRD Provinsi Jambi Cik Bur Absen Sidang Perdana

DETAIL.ID, Jambi – Burhanuddin Mahir alias Cik Bur, absen dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Rabu, 9 Juli 2025. Sebelumnya Cik Bur digugat perdata oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Jambi, belum lama ini.
Tak hanya Cik Bur, 5 tergugat lain juga absen. Kuasa Hukum Partai Demokrat, Endang bilang bahwa dari 6 tergugat hanya 1 yang menghadiri sidang diwakili kuasa hukumnya.
“Sidang pertama sudah berjalan, Cik Bur tak hadir. Hanya satu tergugat yang hadir, yaitu Ritas Mairiyanto melalui kuasa hukumnya, Bayu,” ujar Endang pada Rabu, 9 Juli 2025.
Lebih lanjut Endang bilang, sidang perdana belum memasuki pokok perkara alias masih dalam tahap pemeriksaan berkas para pihak. Meskipun para tergugat telah dipanggil secara patut, sebagian besar tidak hadir.
“Majelis hakim memutuskan akan memanggil kembali para tergugat secara patut untuk sidang kedua yang dijadwalkan pada 30 Juli 2025,” katanya.
Dalam perkara yang teregister dengan nomor perkara 117/Pdt.G/2025/PN Jmb ini Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jambi mencatat DPD Partai Demokrat Provinsi Jambi sebagai penggugat.
Sementara, Burhanuddin Mahir, Ritas Mairiyanto, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk, Hermawan Budisusilo selaku Aset Sustainability Division Head PT Tower, serta Roy Hamonangan Aritonang R, tercatat sebagai tergugat.
Informasi dihimpun dari berbagai sumber, Anggota Fraksi Demokrat DPRD Provinsi Jambi itu digugat lantaran memperpanjang kontrak kerja sama dengan PT Tower Bersama Infrastrukture (TBI) di atas kantor Demokrat Jambi sebelum masa kontrak habis.
Total perpanjangan kontrak selama 15 tahun terhitung 2024 – 2039 dengan nilai kontrak mencapai Rp 330 juta. Namun duit itu diduga kuat tidak disetorkan ke kas DPD Demokrat Jambi. Dan masalahnya lagi, perpanjangan kontrak diinisiasi oleh Cik Bur ketika dirinya tidak tak lagi menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Jambi.
Terkait hal ini, belum diperoleh keterangan resmi dari Cik Bur maupun penasihat hukumnya.
Reporter: Juan Ambarita