Connect with us

NIAGA

Perusahaan Ini Kembali Tersandung Persoalan Lobster

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jakarta – Apakah Anda masih ingat tentang kasus yang diungkap oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait izin usaha perikanan lobster beberapa waktu yang lalu?

Ya, pada akhir tahun 2020 KPK menangkap seorang pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) bernama Siswadhi Pranoto Loe dalam kasus dugaan suap izin usaha perikanan lobster dan kemudian malah menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Edhy Prabowo.

Nah, nama PT ACK kembali mencuat setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyidang dan akhirnya mendenda perusahaan ini hingga miliaran rupiah.

Dari keterangan resmi yang diterima DETAIL.ID, Kamis 9 Juni 2022 malam, disebutkan KPPU memutuskan PT ACK telah melanggar UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Monopoli dan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Keputusan bersalah itu dibacakan dalam sidang majelis di kantor Pusat KPPU di Jakarta dengan agenda pembacaan putusan atas perkara Nomor 04/KPPU-I/2021.

Sidang itu dipimpin oleh Ketua Majelis Komisi untuk perkara Nomor 04/KPPU-I/2021 yakni Harry Agustanto SH MH dengan anggota Majelis Komisi yang terdiri dari Drs Chandra Setiawan MM Ph.D dan Dinni Melani SH ME.

Dalam sidang itu terungkap kalau perkara ini berawal dari hasil penelitian dan ditindaklanjuti ke tahap sidang Majelis Komisi terhadap dugaan pelanggaran pasal 17 UU 5/1999 terkait jasa pengurusan transportasi pengiriman (ekspor) benih bening lobster (BBL), yang
dilakukan oleh PT ACK.

Majelis Komisi dalam proses sidang majelis menemukan bahwa PT ACK merupakan perusahaan satu-satunya yang hadir pada pertemuan
sosialisasi, sehingga tidak ada substitusi perusahaan jasa pengurusan transportasi pengeluaran (ekspor) BBL untuk tujuan ke luar wilayah Indonesia.

Fakta persidangan juga menunjukkan sejumlah hambatan masuk (entry barrier) yakni berdasarkan Kep-DJPT Nomor 48 Tahun 2020 jo. Keputusan Kepala BKIPM Nomor 41 Tahun 2020 diatur mengenai persyaratan pengeluaran BBL dari wilayah Negara Republik Indonesia adalah harus memiliki dokumen surat penetapan waktu pengeluaran (SPWP) yang diterbitkan oleh Dirjen Perikanan Tangkap KKP.

Lalu, faktanya hanya PT ACK yang dapat melakukan pengurusan dokumen SPWP sebagai salah satu syarat pengeluaran BBL dan didukung dengan keterangan para saksi, dan terdapat hambatan masuk bagi perusahaan eksportir apabila tidak memiliki dokumen SPWP untuk melakukan ekpsor BBL tujuan keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.

Fakta terkait penguasaan pasar lebih dari 50% atau monopoli ditemukan dalam persidangan yakni PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan ekspor BBL setidaknya sejak terbit Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 hingga tanggal 25 November 2020.

Lalu, ada penguasaan pangsa pasar jasa ekspor BBL lebih dari 50% dilihat dari keterangan para eksportir apabila tidak menggunakan jasa transportasi milik Terlapor maka ekspor pengiriman BBL tidak dapat dilaksanakan sehingga para eksportir tidak mempunyai pilihan lain.

Kemudian, PT ACK menguasai pangsa pasar yang melebihi dari 50% sehingga memiliki posisi monopoli dalam pasar bersangkutan yakni jasa pengurusan transportasi pengeluaran (ekspor) BBL dengan menggunakan transportasi udara untuk tujuan keluar Indonesia ke Vietnam, Taiwan dan Hongkong pada periode bulan Juni – November 2020.

Selain itu, dalam fakta persidangan terbukti adanya pemusatan kekuatan ekonomi di mana adanya dukungan Pemerintah atas terbitnya dokumen SPWP. Meski tidak ada penunjukkan resmi, PT ACK merupakan satu-satunya pelaku usaha.

Sebab, selama proses persidangan perkara a quo ditemukan fakta bahwa jika eksportir menggunakan perusahaan kargo selain PT ACK dalam proses pengeluaran (ekspor) BBL tujuan keluar Indonesia.

Pihak eksportir akan terhambat atau kesulitan dalam mengurus dokumen SPWP dari Dirjen Perikanan Tangkap KKP. Sementara SPWP sebagai salah satu persyaratan pengeluaran (ekspor) BBL tujuan keluar Indonesia adalah persyaratan yang menghambat pelaku usaha eksportir BBL lainnya.

Majelis Komisi juga menemukan adanya pemusatan kekuatan ekonomi dengan melakukan penetapan harga yang eksesif. Nah, sebelum memutus, Majelis Komisi mempertimbangkan sejumlah hal yakni adanya eksesif margin yang dinikmati oleh PT ACK sebesar 323,53% atau setara dengan Rp 58.499.465.750,00.

Dengan perhitungan pengenaan sanksi denda, PT ACK dapat dikenakan sanksi denda 10% dari nilai penjualan di pasar bersangkutan yakni sejumlah Rp7.658.111.880.

Kemudian, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Nomor 28/Pid.SusTPK/2021/PN.Jkt.Pst, uang di rekening Bank BCA atas nama PT ACK sejumlah Rp 8.774.507.218,00 dan Rp 257.866.000,00 serta di rekening BNI atas nama Amri selaku Direktur Utama PT ACK uang sejumlah Rp 3.443.466.293,00 telah dirampas untuk negara.

Selain itu, keterangan ahli dari Direktorat Jenderal Pajak pada pokoknya menyatakan besaran penjualan dan laba bersih dalam laporan keuangan wajib pajak PT ACK tahun 2019 sama dengan Rp 0,00.

Majelis Komisi mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha untuk membayar berdasarkan ketentuan Pasal 14 PP Nomor 44 Tahun 2021
jo. Pasal 2 Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021.

Karena itu Majelis Komisi menilai PT ACK tidak memiliki kemampuan untuk membayar sanksi berupa denda sebagaimana diperhitungkan oleh Majelis Komisi.

Berdasarkan berbagai fakta tersebut, Majelis Komisi memutus PT ACK terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 UU 5/1999.

Lebih lanjut, Majelis Komisi pada putusannya merekomendasikan kepada Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada
Presiden Republik Indonesia.

Saran dimaksud adalah agar Presiden menginstrusikan ke seluruh Kementerian/Lembaga untuk memerhatikan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam penyusunan peraturan dan/atau kebijakanbberkonsultasi dan meminta pendapat KPPU sebelum menerbitkan peraturan dan/atau kebijakan terkait ekonomi, bisnis dan perdagangan

Kemudian, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membatalkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan Nomor 9120302232765 yang diterbitkan pada tanggal 26 Februari 2019 khusus dalam bidang Jasa Pengurusan Transportasi (JPT).

Reporter: Heno

 

NIAGA

DBH Sawit Bagi Provinsi Jambi Alami Tren Penurunan Sejak 2023

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat bagi Provinsi Jambi tercatat mengalami tren penurunan sejak 2023 lalu.

Berdasarkan penjelasan Kadis Perkebunan Provinsi Jambi, Hendrizal, alokasi DBH Sawit untuk Provinsi Jambi senilai Rp 23 M untuk tahun 2025. Lebih kecil dari tahun sebelumnya yakni Rp 33 M. Padahal awalnya di 2023 alokasi dana mencapai Rp 38 M.

Menurut Hendrizal, pasca ditransfer ke kas daerah atau BPKPD duit DBH tersebut bakal diperuntukkan bagi pendataan, rencana aksi daerah tentang kelapa sawit berkelanjutan, hingga jaminan sosial bagi buruh tani sawit.

“Sejauh ini porsinya sesuai PMK 91, porsi maksimal 20% di bidang perkebunan. 80% untuk infrastruktur,” ujar Hendrizal, Selasa, 24 Juni 2025.

Dia pun menyoal porsi dana yang bersumber dari Pungutan Ekspor CPO yang ditetapkan oleh pusat tersebut. Sebab menurutnya jika peruntukan dana lebih difokuskan spesifik pada infratruktur semacam jalan usaha tani, tentu bakal lebih menopang produktivitas hasil perkebunan rakyat.

Sementara itu terkait program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dimana insentif dana peremajaan sawit kini menjadi Rp 60 per hektar sejak September 2024 lalu. Kadis Perkebunan Provinsi Jambi tersebut menilai belum berdampak signifikan terhadap animo petani untuk ikut PSR.

“Kondisi di daerah beda-beda ya. Untuk petani yang lahannya cuman sedikit, misal cuman 2 ha dia ga akan mau. Karna ketika ditebang mau makan apa sampai 5 tahun. Beda dengan yang punya lahan luas,” katanya.

Adapun untuk tahun 2025, Disbun Provinsi Jambi menargetkan PSR seluas 14.100 hektar. Sebelumnya di tahun 2023 lalu, dari 10 ribu ha target PSR, terealisasi seluas 7800 ha atau sekitar 70% dari target.

“2025 target 14.100. Mestinya tercapai inikan masih proses. Yang lama itu tadi penyiapan status tanah. Itukan minimal 50 ha, anggota kelompok minimal 20. Kita optimislah, kalaupun tidak 100%, 70% mungkin terkejar,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

NIAGA

Harga TBS Sawit Periode 6 – 12 Juni Turun Tipis

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Provinsi Jambi untuk periode 6 – 12 Juni 2025 mengalami penurunan, Kamis, 5 Juni 2025.

Berdasarkan hasil rapat penetapan harga oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, harga TBS untuk usia tanaman 10 – 20 tahun ditetapkan sebesar Rp 3.287,72 per kilogram, turun Rp 1,09 dari periode sebelumnya.

Penurunan harga juga tercatat secara rata-rata pada seluruh umur tanaman, yaitu sebesar Rp 0,68 per kilogram.

“Harga rata-rata minyak sawit mentah (CPO) pada periode ini tercatat sebesar Rp 13.026,14 per kilogram, sementara harga rata-rata inti sawit mencapai Rp 11.879,60 per kilogram,” kata Kadis Perkebunan Hendrizal, Kamis 5 Juni 2025.

Harga tersebut berdasarkan pada indeks K yang digunakan dalam penetapan harga adalah 94,56 persen.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

NIAGA

Harga TBS Sawit Provinsi Jambi Turun Periode 16–22 Mei 2025, Berikut Harga CPO dan Kernel

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas Perkebunan (Disbun) Bidang PSPHP telah menetapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit untuk periode 16 hingga 22 Mei 2025.

Hasil rapat yang digelar pada Kamis, 15 Mei 2025 mencatat adanya penurunan harga TBS dibandingkan periode sebelumnya.

“Harga TBS untuk umur tanaman 10–20 tahun ditetapkan sebesar Rp 3.292,77/kg, turun Rp 149,39/kg dari harga pekan lalu. Rata-rata penurunan harga TBS berdasarkan umur tanaman mencapai Rp 136,40/kg,” kata Kabid Sarpas Disbun Provinsi Jambi, Bukri pada Jumat, 16 Mei 2025.

Adapun harga rata-rata Crude Palm Oil (CPO) tercatat sebesar Rp 12.797,50 sementara harga rata-rata inti sawit atau kernel mencapai Rp 12.921,05 dengan indeks K yang digunakan dalam perhitungan harga berada pada angka 94,18%.

Menurut Bukri, penurunan harga TBS disebabkan oleh melemahnya permintaan pasar global serta turunnya harga minyak nabati lainnya, yang turut memengaruhi harga sawit.

“Penyebab harga turun, permintaan melemah. Minyak nabati lain juga turun,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs