Ekspresinya tenang dan tidak gusar menjalani sidang. Hampir semua media memuat pemberitaan tentang sosok ini.
Satu bulan lebih, namanya selalu jadi tranding topic. Ya, Irjen Pol. Ferdy Sambo, Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Dirinya telah menjalani sidang kode etik pada Kamis, 25 Agustus 2022 lalu.
Bukan tanpa alasan sidang ini digelar. Ferdy Sambo terbukti terlibat dalam kasus pembunuhan ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Saat persidangan, dua bintang masih melekat di pundaknya. Namun, ada yang berbeda sebelum ia dicopot sebagai Kadiv Propam. Kini, pangkatnya tidak lagi bersinar seterang dulu.
Bintang dua Sambo tidak lagi memiliki bingkai merah. Itu menandakan, Sambo bukan lagi perwira tinggi Polri yang memegang sebuah komando.
Mari menilik ke belakang. Sang Jenderal sebelumnya gencar, tegas dan berwibawa menyuarakan penegakan disiplin di institusi Polri. Bukan Kadiv Propam namanya kalau tidak tegas, ya.
Namun sayang seribu sayang, di muka persidangan, ia pula yang menyuarakan “maaf” atas pelanggaran dan ketidakdisiplinan yang diperbuatnya.
Belasan jam Sambo disidang. Hasilnya pun sesuai dengan dugaan banyak pihak. Ia dipecat atau dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat.
Eits! Bukan Sambo namanya jika tidak bertaji. Tak tinggal diam dengan keputusan sidang, Sambo pun mengajukan banding.
Berdiri tegap, Ferdy Sambo berkata “Mohon izin, sesuai dengan Pasal 69 PP (Perpol) 7 (Tahun) 2022, izinkan kami mengajukan banding.”
Sambo, seorang perwira tinggi Polri dengan segudang prestasi. Tidak menjadi lebay jika dirinya digadang- gadang jadi Kapolri masa depan. Eh tunggu, itu dulu. Sebelum timah panas bersarang dan merenggut nyawa sang ajudan, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Dulu, ia bagaikan roket dengan kekuatan tinggi. Ia melesat meraih bintang. Bahkan menikung tajam menyalip para seniornya. Ya, kata orang sih karena prestasi.
Bintangnya pun cerah dan dirinya bersinar. Anggota Polri segan dan bisa dibilang takut kepadanya. Wibawanya tentu membuat orang gemetar bertatap muka dengannya.
Namun semua itu telah sirna. Bintangnya kini redup. Cita- citanya terjegal jadi pucuk pimpinan Polri. Bahkan, ulahnya membuat kepercayaan masyarakat meredup terhadap institusi yang ia cintai.
Sidang di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta telah memutuskan ia diberhentikan. Sebagai insan ciptaan Tuhan dan seorang yang berjiwa kesatria, ia harus meminta ampun dan menanggung segala perbuatannya.
Dan semoga, Mendiang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat diberi tempat terbaik di sisi-Nya.
Tulisan ini hanya goresan pemuda disaat minum kopi sambil melihat pemberitaan di layar HP. Tak perlu baper dan mari bekerja, saling berbenah untuk kebaikan bersama. Salam, Frangki Pasaribu.
Discussion about this post