Sebelumnya, tragedi gempa menimpa kawasan Cianjur dan sekitarnya pada Senin, 21 November 2022 pukul 13.21 WIB. Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengungkap korban jiwa mencapai 162 jiwa. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukabumi mengungkap ratusan rumah rusak.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa dengan kekuatan magnitudo M5,6 terletak di darat pada koordinat 107,05 BT dan 6,84 LS, berjarak sekitar 9,65 km barat daya Kota Cianjur atau 16,8 km timur maritim Kota Sukabumi.
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan morfologi wilayah sentra gempa di kawasan Cianjur tersebut kebanyakan berbentukdataran hingga dataran bergelombang, perbukitan bergelombang sampai terjal yang terletak pada bagian tenggara Gunung Gede.
Wilayah tersebut secara lazim tersusun oleh endapan Kuarter berbentukbatuan rombakan gunung api muda (breksi gunung api, lava, tuff) dan aluvial sungai. Sebagian batuan rombakan gunung api muda tersebut juga telah mengalami pelapukan.
“Endapan Kuarter yang menyusun daerah ini pada umumnya bersifat lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat imbas guncangan, sehingga rawan gempa bumi,” demikian dikutip dari vsi.esdm.
Selain itu, morfologi perbukitan bergelombang sampai terjal yang tersusun oleh batuan yang sudah mengalami pelapukan juga memiliki peluang terjadi gerakan tanah yang mampu dipicu oleh guncangan gempa bumi berpengaruh dan curah hujan tinggi.
Berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi, kedalaman dan data mekanisme sumber dari BMKG dan GeoForschungsZentrum (GFZ) Jerman, kejadian gempa bumi ini diakibatkan oleh acara sesar aktif.
Sesar aktif tersebut sampai kini belum dikenali dengan baik karakteristiknya dan lokasinya berada pada bagian timur laut zona sesar Cimandiri.
Lebih lanjut, Badan Geologi menyebut tragedi gempa bumi yang menimpa Cianjur ini potensial mengakibatkan terjadinya ancaman sesar permukaan dan ancaman ikutan (collateral hazard) berupa retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi.
Terpisah, Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengungkap Cianjur adalah salah satu daerah beresiko gempa.
“Wilayah Sukabumi, Cianjur, Lembang, Purwakarta, tempat seismik aktif. Kawasan ini memang sering terjadi gempa,” ujarnya, via pesan singkat.
Menurutnya, kawasan ini merupakan daerah jalur gempa alasannya mempunyai banyak sesar, di antaranya sesar Cimandiri, sesar Lembang, “dan masih banyak sesar-sesar minor di daerah tersebut.”
BMKG, kata Daryono, juga mencatat gempa di tempat ini telah terjadi semenjak zaman Belanda. Paling tidak, ada tiga gempa yang menghancurkan saat abad kolonial.
Yakni, gempa 1884, gempa 1910 di Cianjur dan sekitarnya, “Kemudian [gempa] 1912, ada banyak kerusakan di Cianjur dan Sukabumi, kemudian 1968 banyak rumah roboh.”
“1982, gempa 5,5 menyebabkan aneka macam kerusakan dan korban jiwa. Kemudian 12 juli (tahun) 2000 ini kekuatan 5,1 menimbulkan lebih dari 500 rumah rusak berat. Kemudian 14 November lalu ada 3 gempa terjadi berurutan 4,1, 4,3,….itu terjadi di Danau Cirata,” tutur Daryono.
Sebab Kerusakan
Gempa tersebut sepintas berkekuatan di bawah Magnitudo 5. Namun, berdasarkan Daryono, tak perlu gempa berkekuatan besar untuk menyebabkan kerusakan di daerah tersebut.
Ia pun mengungkap sejumlah aspek yang membuat gempa M 5,6 sangat merusak di Sukabumi dan Cianjur:
1. Kedalaman gempa yang dangkal.
2. Struktur bangunan tidak memenuhi kriteria aman gempa.
3. Lokasi permukiman berada pada tanah lunak (local site effect-imbas tapak) dan perbukitan (efek topografi).
Menurut Daryono, perlu ada kajian komprehensif untuk membaca peta kerawanan kawasan ini. “Penting kenali sumber gempa, dalam hal ini jalur sesar aktif. Kemudian perlu ada kajian gempa bumi komprehensif, agar bisa baca tingkat kerawanan di situ,” kata Daryono.
Sebelumnya, gempa dengan Magnitudo 5,6 terjadi di tempat Cianjur dan sekitarnya akhir gerak sesar Cimandiri.
“Kaprikornus gempa yang terjadi ini gempa tektonik yang pusat gempanya posisinya dan kedalaman gempa serta kekuatanya berada pada patahan Cimandiri,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Senin, 21 November 2022.