Putin untuk pertama kalinya menyebut kata “perang” untuk menggambarkan invasi itu pada Kamis, 22 Desember 2022, sehabis bertemu dengan Dewan Negara Rusia.
“Tujuan kami bukan untuk memutar roda ke arah konflik militer, namun sebaliknya, untuk menghentikan perang ini,” ujar Putin, seperti dikutip CNN.
Pemilihan diksi Putin menyedot perhatian alasannya adalah berdasarkan seorang kritikus pemerintah Rusia, Negeri Beruang Merah melarang penggunaan kata “perang” untuk menggambarkan pertentangan Ukraina.
Larangan itu muncul semenjak Maret lalu, ketika Putin meneken undang-undang sensor yang membuat penyebar info “artifisial” tentang invasi itu bisa dibui.
Informasi imitasi itu juga meliputi kalau seseorang menyebut invasi Rusia di Ukraina selaku perang. Pasalnya, selama ini Putin menyebut invasi itu sebagai “operasi khusus.”
Seorang anggota dewan perwakilan rakyat dari St. Petersburg, Nikita Yuferev, pun menyampaikan bahwa Putin semestinya bisa dipenjara alasannya “mengembangkan gosip artifisial mengenai serdadu.”
Yuferev mampu leluasa mengutarakan pendapatnya ini sebab ia sudah kabur dari Rusia karena perbedaan pandangan soal perang di Ukraina.
Menanggapi perdebatan ini, seorang pejabat AS memaparkan hasil asesmen permulaan pihaknya atas pernyataan Putin ini.
Berdasarkan asesmen itu, Putin kemungkinan melontarkan pernyataan tersebut tanpa maksud tertentu, bahkan disangka cuma salah ucap.
Meski demikian, para pejabat Negeri Paman Sam bakal memantau ketat pernyataan dari bulat pemerintahan Putin perihal ucapan sang presiden.
Selain itu, dunia juga tengah memantau maksud pernyataan Putin itu secara keseluruhan.
Putin menyebut ingin menghentikan perang, namun tak diketahui niscaya maksud yang bahwasanya.
Pernyataan ini terlontar dari verbal Putin setelah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, berkunjung ke Amerika Serikat.
Dalam lawatan itu, Zelensky berjumpa dengan Presiden Joe Biden dan Kongres AS. Ia juga membawa pulang derma alutsista senilai Rp 1,8 miliar.