OPINI
Jangan Lupakan Kasus Pembunuhan Keji Terhadap KY, Bocah yang Ditemukan Tewas Dalam Septictank!
Sampai hari ini, kasus pembunuhan bocah berinisial KY (4) yang ditemukan tewas mengenaskan di Septictank di daerah Kelurahan Rawasari, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi, pada Senin 25 Juli tahun lalu masih juga belum menemui titik terang.
Bulan berganti tahun dan kini hampir 6 bulan sudah semenjak kematian si kecil KY. Publik terus dibuat bertanya-tanya siapa sebenarnya pelaku pembunuhan keji itu. Sementara orangtua korban mengalami duka mendalam, hingga saat ini.
Sebagai perempuan yang berdomisili di daerah Kota Jambi tentu saya sangat resah serta prihatin dengan kasus keji yang menimpa bocah perempuan itu. Terlebih lagi, sudah 6 bulan kasus ini jalan di tempat.
Bukan tanpa sebab, pembunuhan sadis terhadap KY telah menggoreskan ketakutan besar bagi keluarga serta warga di sekitar TKP.
Situasi itu diperparah lagi dengan simpang siur berita yang bermunculan, mulai dari dugaan-dugaan yang mengarah ke ayah korban, tetangga, dan semua yang di anggap mempunyai kemungkinan terlibat oleh pihak berwajib atau Kepolisian.
Minggu lalu, 15 Januari 2023 saya berinisiatif mendatangi rumah orangtua korban. Disana, saya mengetahui bahwa Ayah korban bahkan sempat menjalani proses pemeriksaan, namun mirisnya penyidik diduga sampai mengokang senjata di dekat ayah korban saat proses pemeriksaan.
Mungkin hanya gertakan atau bagian dari strategi dalam pemeriksaan. Ya kita tidak tau pasti, namun itulah yang di ungkapkan ayah korban (KY).
Bayangkan betapa sangat terpukul dia, sudahlah kehilangan putri bungsunya namun dugaan-dugaan kejam mengarah kepadanya, seolah dirinya terlibat dan mengetahui pembunuhan itu.
Namun sampai hari ini, pihak Kepolisian dengan semua sumber dayanya yang telah memeriksa sejumlah orang nampak belum juga mampu menetapkan siapa Tersangka kasus pembunuhan KY.
Meski begitu, bapak korban masih berharap besar agar pelaku Pembunuhan sadis putri bungsunya segera di temukan agar tidak muncul lagi dugaan-dugaan yang menyesatkan.
Sementata itu ibu korban mengatakan jika kini rasa trauma jadi menghantuinya, untuk keluar dari dalam rumah dan melewati tempat-tempat yang di perkirakan menjadi titik terakhir korban terlihat oleh warga saja hingga kini ibu korban tidak sanggup. Tentu itu hal yang wajar dialami oleh orangtua ketika kehilangan anaknya dengan cara yang tak wajar.
Kini kematian KY menjadi pukulan yang teramat besar bagi warga sekitar, sebab pelaku nya masih bebas berkeliaran. Anak- anak dan orangtua disana merasakan ketakutan yang sama. Berdasarkan penuturan dari warga serta anak-anak setempat yang sempat saya tanyai, beberapa orangtua mengatakan sangat takut jika anak nya keluar main di sekitaran tempat itu.
Para orangtua was-was jika anak nya lepas dari pantauan mereka, beberapa anak juga mengatakan takut untuk pergi bermain, takut untuk pergi mengaji setelah peristiwa KY.
Jika kita mengingat kembali dalam kasus ini sudah banyak saksi yang diperiksa oleh polisi, anjing pelacak diturunkan hingga proses reka ulang adegan sudah di lakukan tapi sampai kini tetap saja kasusnya masih gelap pekat, seolah sangat-sangat sulit untuk diselesaikan.
Tentu kasus pembunuhan KY menjadi PR besar bagi instansi kepolisian, pasalnya sejak KY dinyatakan hilang pada tanggal 23-07-2022. Saat itu sebenarnya pihak keluarga sudah langsung melapor ke instansi terkait, namun berdasarkan pernyataan keluarga. Pihak kepolisian berdalih kasus baru bisa diproses setelah 1X24 Jam.
Sempat juga pihak keluarga mengeluh kepada pihak kepolisian karena yang hilang ini bocah berusia 4 tahun, tentu tidak mungkin sanggup pergi jauh.
Tak berhenti disitu, pihak keluarga juga melanjutkan laporan kedua setelah laporan pertama tidak begitu di respon dengan cepat. Bersama beberapa warga, ayah korban pergi namun lagi – lagi respon yang di harapkan mereka dari instansi kaepolisian tetap mengecewakan
pihak kepolisian tidak langsung turun ke lokasi kejadian setelah kurang dari 48 jam Korban Hilang ,baru lah pihak kepolisian turun ke lokasi di tanggal 25-07-2022
Warga setempat tetap melakukan pencarian mulai dari KY dinyatakan hilang di hari Sabtu siang 23 Juli 2022 hingga malam harinya namun hasilnya tetap tidak menemukan titik terang.
Septictank di sekitaran perumahan warga juga sudah di cek dan di obok-obok tapi tidak ditemukan keberadaan korban, hingga di 25 Juli 2022 pihak kepolisian baru turun ke lokasi kejadian dan septictank itu di gali lagi
atas petunjuk seorang anak laki laki berinisial AZ (5) yang atas keterangannya bermain bersama KY sebelum KY hilang.
Setelah penemuan jasad KY di septictank, almarhumah dibawa kerumah sakit untuk di otopsi, namun sempat terjadi perkara kecil disana,
keluarga korban tidak memiliki Uang untuk mengotopsi Jasad KY yang terdapat banyak kejanggalan.
Ayah korban sempat berpasrah diri dengan meminta tidak usah di Otopsi karena tidak sanggup menanggung biayanya. Namun atas dasar kemanusian dan ruhani yang masih berfungsi dengan baik, warga sekitar dan kumpulan Jurnalis Indonesia patungan agar Jenazah Korban bisa di Otopsi.
Disini juga saya sangat menyayangkan peran Instansi yang terlibat juga pemerintah, seharusnya untuk masyarakat kurang mampu negara harus hadir dan menjadi barisan nomor satu untuk hal-hal urgent.
Jangan sampai tindakan untuk mengungkap kebenaran dan fakta dari kasus meninggalkannya KY ini terhalang karena perkara rupiah, tapi untung saja ada warga setempat serta kumpulan Jurnalis Indonesia yang masih memiliki jiwa kemanusian yang tinggi dan berfungsi dengan baik sehingga Otopsi KY tetap bisa dilakukan.
Hasil dari otopsi jenazah korban pun terungkap fakta bahwa pembunuhan ini merupakan pembuhan yang luar biasa kejam, terdapat luka lebam di tubuh KY, kepalanya retak, lehernya patah, ada bagian dalam perutnya yang keluar dari kemaluan dan anusnya robek.
Dokter mengatakan itu diakibatkan kekerasan seksual yang dialami korban, hal ini di ungkapkan oleh ibu korban dengan berlinang air mata.
Banyak pihak yang bersimpati dan menawarkan bantuan kepada pihak keluarga termasuk bantuan yang datang dari pengacara, namun ayah korban mengatakan tidak ada perkembangan yang didengar dari mereka semua.
“Jika bisa nyawaku ditukar agar bisa menyelesaikan kasus yang menimpa putriku maka akan kulakukan.” kata ayah korban emosional.
Keluarga dan warga setempat berharap pelaku segera ditemukan dan dihukum seberat-beratnya agar tidak selalu dibayang bayangi dengan ketakutan dan kecemasan.
Tentu sudah menjadi tugas pihak berwajib memberikan rasa aman bagi masyarakat, sebabaken untuk itu lah Intansi itu ada di negara ini. Jangan sampai harapan dan kepercayaan yang di titipkan masyarakat di Pundak mereka pupus dan tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Kini, hampir 6 bulan semenjak peristiwa keji yang menimpa KY. Timbul pertanyaan, siapa korban selanjutnya? Berapa banyak lagi korban yang harus mengalami penderitan serupa seperti yang di alami si kecil KY?
Jika pelaku tidak bisa diungkap dan diproses Hukum, kasih berkeliaran bebas menghirup udara segar di luar sana. Maka kita bisa menilai sensori bagaimana kinerja Aparat Penegak Hukum dalam menegakkan hukum itu sendiri.
Terakhir saya ingin menyampaikan, jangan sampai kasus yang menimpa KY dianggap peristiwa biasa. Ada kejahatan besar yang harus diungkap, demi terciptanya situasi kondusif dan rasa aman bagi keluarga yang ditinggalkan serta masyarakat Jambi dan Keluarga serta publik masih tetap menunggu PR tersebut diselesaikan oleh pihak berwajib.
*Penulis merupakan Mahasiswi Unja Fakultas Hukum semester 8,
Relawan Beranda Perempuan dan aktif di Organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
OPINI
Gen Z, Stop Overthinking Soal Jurusan Kuliah

Tidak sedikit dari kita, para Gen Z, yang masih bingung soal masa depan. Mikirin jurusan kuliah, kerja nanti mau jadi apa, atau jalan hidup mana yang paling tepat. Aku pun pernah ada di posisi itu, dan jujur aja, penuh drama.
Dulu aku pengen banget jadi arsitek. Bayangin deh, bikin desain bangunan keren, terus bisa lihat hasil karyaku berdiri megah di tengah kota. Keren banget, kan?
Tapi ternyata hidup punya arah lain. Pas kuliah, aku malah masuk jurusan Mass Communication. Awalnya agak kecewa juga sih, tapi ternyata ini justru salah satu keputusan terbaik yang pernah aku ambil.
Kalau dipikir-pikir, mungkin aku bakal stres berat kalau beneran masuk arsitektur. Ngerjain struktur bangunan, mikirin faktor keamanan, dan tanggung jawab gede? Bisa-bisa tiap malam nggak bisa tidur. Ternyata Mass Comm jauh lebih cocok buat aku.
Dari Hobi Doang, Jadi Serius
Aku dari kecil udah suka banget sama yang namanya bikin konten. Dulu pernah iseng bikin konten gaming di YouTube, vlog santai dan edit video-video, waktu itu sih nggak kepikiran bisa jadi kerjaan beneran. Tapi sejak masuk kuliah, aku baru sadar dunia komunikasi itu luas banget. Ada broadcasting, PR, digital media, advertising, dan banyak lagi. Dan sekarang, bikin konten udah jadi profesi yang nyata banget.
Apalagi pas lihat temen-temen mulai bikin proyek sendiri, mulai dari short movie, vlog, sampai podcast mahasiswa. Itu bikin aku makin semangat. Aku mulai ikutan bikin juga, walaupun masih kecil-kecilan. Tapi rasanya seru, dan di situ aku mulai ngerasa, “Kayaknya ini deh passion ku.”
Saat Merasa Ketinggalan
Tapi namanya juga manusia, kadang overthinking itu datang lagi. Scroll TikTok, lihat temen-temen views-nya ratusan ribu. Buka YouTube, nemu kreator baru yang udah punya jutaan subscriber. IG story temen? Isinya endorse-an semua.
Terus aku mikir, “Kok aku masih gini-gini aja ya?” Padahal aku juga udah coba bikin konten, belajar editing, ngerjain proyek. Tapi tetap aja ngerasa belum cukup. Ditambah lagi kadang ada yang nanya, “Nanti lulus mau jadi wartawan ya?”
Seakan-akan lulusan Mass Comm cuma bisa kerja di media konvensional, padahal sekarang pilihan kariernya banyak banget.
Timeline Tiap Orang Beda-Beda
Sampai akhirnya aku sadar juga, kenapa sih harus selalu ngebandingin diriku sama orang lain? Ada yang sukses di umur 18, ada yang baru nemu jalannya di umur 25.
Yang penting itu bukan siapa yang paling cepat, tapi siapa yang konsisten terus belajar dan berkembang. Sejak itu, aku mulai fokus ke proses. Setiap tugas kampus, vlog, atau video promosi yang aku kerjain, aku anggap latihan. Aku belajar hal baru, coba gaya baru, dan ngembangin skill-ku pelan-pelan.
Dan yang paling penting: aku mulai menikmati prosesnya. Aku berhenti mikir kapan bakal sukses, dan lebih fokus nikmatin tiap langkahnya.
Passion vs Prospek? Kenapa Nggak Dua-Duanya
Dulu aku mikir harus pilih salah satu: passion atau prospek. Ternyata, nggak harus gitu. Kuliah di Mass Comm ngasih aku banyak bekal. Aku ngerti gimana komunikasi yang efektif, gimana cara bangun hubungan sama audiens, dan gimana strategi media itu jalan. Itu semua kepake banget buat dunia konten sekarang.
Aku bisa kerja di digital agency, sambil tetap bangun personal brand-ku sendiri atau jadi freelance videographer, sambil bikin konten yang aku suka. Bahkan bisa mulai dari content writer, sambil belajar podcast-an pas weekend. Intinya? Aku bisa punya “kerjaan aman” dan tetap ngejar mimpi.
Mulai dari Sekarang, Bukan Nanti
Buat kamu yang masih galau, jangan tunggu semuanya sempurna dulu. Mulai aja dari yang kamu punya. Punya HP? Bikin konten.Punya laptop? Belajar editing. Punya ide? Tulis, rekam, dan bagikan.
Yang penting itu konsisten, bukan sempurna. Dan terakhir, jangan bandingin hidupmu sama orang lain. Setiap orang punya timing masing-masing, dan kamu juga pasti bakal nemu jalurmu sendiri.
Aku nggak nyangka, dari yang awalnya pengin jadi arsitek, aku malah nemu passion sejati di dunia konten. Hidup emang penuh kejutan. Tapi selama kita siap, terbuka, dan mau jalanin prosesnya, semuanya bakal jadi cerita yang keren.
Karier itu bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, tapi siapa yang paling tahan jalanin proses. Jadi daripada sibuk ngebandingin diri sama orang lain, mending fokus aja sama versi terbaik dari dirimu sendiri. Karena mungkin, jurusan yang awalnya kamu anggap “jalan kedua” justru jadi pintu utama menuju hidup yang kamu impikan.
Penulis: Puteri Nazwa Layla, Mass of Communication Student, BINUS UNIVERSITY
OPINI
Pilihan Jalan atau Hanya Berpetualang

USAI sudah Pilgub Jambi 2024. Usai sudah penghitungan. Baik penghitungan lembaga survey, quick count maupun penetapan resmi dari KPU. Baik berjenjang dari KPU Kabupaten maupun penetapan akhir KPU Provinsi Jambi. Hasilnya tidak jauh berubah. Kemenangan telak diraih oleh Al Haris-Sani. Sang incumbent yang mantap dengan peraihan 60%. Jauh dari perkiraan para ahli yang banyak meramalkan hanya mampu meraih 52%-26%.
Namun apapun hasil kemenangan Pilgub, cerita dibalik pilkada yang berlangsung selama setahun terakhir banyak memberikan pelajaran. Sekaligus cerita yang bisa ditorehkan. Sekaligus diceritakan kepada generasi muda.
Pertama. Memilih Gubernur/Wakil Gubernur Jambi tentu saja tidak memilih yang terbaik. Tentu saja banyak putra-putra terbaik di Jambi.
Berbagai teori ilmu politik maupun sebagian aliran pemikiran, memilih pemimpin bak memilih seperti kaum Sofi. Kaum yang memang dilahirkan manusia suci dan mempunyai pemikiran yang sangat bijaksana.
Bahkan banyak sekali aliran agama yang menempatkan Pemimpin politik bak memilih seperti ulama. Lengkap pengetahuan dunia, pengetahuan agama dan perilaku yang terpuji.
Maqom ini sering digunakan untuk menangkis terhadap calon-calon yang populer. Sekaligus membentengi diri dan melindungi kandidatnya.
Sebagai pemikiran, ajaran ataupun strategi, cara-cara ini sah saja digunakan.
Namun ditengah perkembangan zaman yang begitu pesat, strategi kampanye yang setiap Pilgub yang berbeda-beda, saya memilih dengan ukuran yang paling sederhana.
Memilih pemimpin ketika dia mau mendengarkan. Mau melaksanakan janji-janjinya yang sederhana. Sekaligus dia mau mendengarkan ketika saya mengumpat, memaki bahkan menghardik kinerja.
Dia lebih banyak mendengarkan. Dia sama sekali tidak memberikan klarifikasi ataupun bantahan terhadap apa yang saya sampaikan.
Apakah terlalu sederhana itu ? Ya. Cukup sederhana.
Di dalam berbagai kesempatan, ukuran realistis yang paling mudah dijangkau, apakah dia mau mengurusi pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan.
Selama itu bisa dijangkau dengan ukuran obyektif selama itu saya tetap didalam barisan. Termasuk juga kalaupun banyak yang berlarian meninggalkannya, mungkin saya orang terakhir meninggalkannya.
Sebagai manusia, tentu saja kadangkala sering dongkol, kecewa bahkan kesal. Namun ketika seseorang mau mendengarkan gerutukkan saya, lebih banyak diam ketika saya umbarkan kemarahan, itulah kemewahan saya sebagai rakyat.
Dan ketika satu persatu pertimbangan, nasihat ataupun saran kemudian diikuti, bagiku itulah seseorang pemimpin. Menjawab dengan tindakan. Bukan sekadar janji.
Kedua. Di tengah Pilgub Jambi 2024, tentu saja ada sebagian kemudian memilih berbeda barisan. Memilih kemudian berbeda bagiku tidak terlalu mengganggu pemikiran.
Namun yang menarik pemikiran tentu saja alasan kemudian ketika pernah bersama-sama kemudian memilih berbeda barisan.
Selama memilih dengan alasan prinsip dan mendasar, tentu saja respek selalu kuhargai.
Namun ketika alasan memilih bukanlah prinsip dan mendasar dan lebih mengutamakan emosi, baper, tentu saja bagiku itu kekanak-kanakan.
Padahal kutahu sang pengabar mempunyai literatur bacaan yang kuat. Sikap dan prinsip yang selama ini sempat kukagumi. Bahkan cara penyampaian yang begitu tajam tidak salah kemudian kutempatkan sebagai tokoh panutan.
Namun ketika kutahu sang tokoh kemudian meninggalkan barisan dengan alasan (mungkin bagiku konyol) seketika respekku hilang. Berganti dengan nada sentimentil yang mendayu-dayu. Persis kayak anak ABG yang lagi galau. Ketika cuma SMS, telp ataupun WA sama sekali tidak dibalas.
Padahal di ujung telepon, sang pacar malah sibuk dengan pekerjaan rutinitas yang memang memaksa tidak memegang HP.
Yang kadangkala bikin geli, selevel tokoh (kata orang bijak sering “hatinya harus jember”), yang mewarisi sikap keteladanan bersikap kekanak-kanakan justru menjadi hiburan tersendiri. Kalaupun bukan pelajaran pahit yang menjadi perjalanan hidup.
Namun apapun yang terjadi dibalik Pilgub Jambi 2024, seleksi alam begitu kejam. Hanya orang mampu menghadapi perubahan zaman yang akan bertahan.
Selain itu mereka akan tergilas dengan kehadiran generasi milenial bahkan generasi Gen Z yang tidak kenal ampun. Melumat orang-orang cengeng di kancah politik.
Dan saya kemudian memilih. Bergabung dengan generasi milenial dan generasi Gen Z untuk menertawakan “kecengengan” kaum tua yang ketika berbicara selalu menepuk-nepuk dada.
Pilgub Jambi 2024 juga mengajarkan. Kemenangan Pilgub ketika menguasai generasi millenial dan Generasi Z.
Selamat datang, Era baru. Selamat datang generasi baru. (***)
*Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani
OPINI
Kebijakan Pajak 12%: Selektivitas untuk Barang Mewah, Strategi atau Tantangan?

PEMERINTAH Indonesia telah mengumumkan bahwa mereka berencana untuk menerapkan tarif PPN sebesar 12%. Rencana ini akan dimulai per 1 Januari 2025, sesuai dengan mandat yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, telah diputuskan bahwa kebijakan ini hanya akan berlaku untuk barang mewah. Banyak orang melihat kebijakan ini sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan negara dan menghalangi daya beli industri dan masyarakat tertentu.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Barang Mewah mengatur mekanisme pemungutan pajak atas barang-barang yang dikategorikan sebagai barang mewah. Menurut pasal 1 ayat (1) UU tersebut, barang mewah adalah barang yang dalam penggunaannya tidak memberikan manfaat langsung terhadap kelangsungan hidup atau kehidupan manusia, yang menyebabkan pengenaan pajak untuk membatasi kontribusi kelangsungan hidup atau kehidupan manusia. Oleh karena itu, pengenaan pajak 12% ini dimaksudkan untuk membatasi konsumsi barang tersebut.
Pandangan Pemangku Kebijakan
Presiden Prabowo Subianto menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk meminimalisir konsumsi barang mewah yang tidak bersifat esensial bagi masyarakat umum. Ia menegaskan pentingnya melindungi rakyat kecil melalui pengecualian PPN untuk barang kebutuhan pokok.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai kebijakan ini sebagai langkah yang menyesuaikan tren global dalam perpajakan dengan pelaksanaan cukup diatur melalui PMK. Ia memastikan bahwa pelaksanaannya dirancang agar tidak merugikan ekonomi rakyat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mencerminkan asas keadilan. “Kami ingin memastikan barang-barang yang memiliki kontribusi lebih besar terhadap pendapatan pajak adalah barang-barang yang memang hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat tertentu yang memiliki daya beli tinggi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers pada awal November 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Suara Surabaya)
Namun, Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Mukhamad Misbakhun, mengatakan kelompok barang yang akan dikenai PPN 12 persen tersebut masih akan diseleksi. Khususnya untuk objek barang yang selama ini tergolong dalam kategori Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Perspektif Pemerintah: Ini adalah Pendekatan yang Mempertimbangkan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Kebijakan ini tentu tidak mengabaikan pandangan beberapa menteri yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Seperti yang dijelaskan oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan, kebijakan ini merupakan tindakan yang lebih strategis yang bertujuan untuk memastikan keseimbangan dalam pendapatan negara dan pada saat yang sama mengatur konsumsi barang-barang mewah.
Ada kalanya Sri Mulyani menguraikan masalah ini: “Pengenaan cukai dengan tarif 12 persen pada barang-barang mewah bertujuan untuk mencegah konsumsi berlebihan barang-barang mewah dan mengarahkan konsumsi pada barang-barang yang akan produktif bagi ekonomi, selain tentu saja untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan digunakan untuk pembangunan.”
Pendapatan yang diperoleh dari pajak barang-barang mewah dimaksudkan untuk digunakan dalam meningkatkan fasilitas publik, kesehatan, dan pendidikan, serta untuk meningkatkan kebijakan fiskal yang lebih luas yang melindungi proses pemulihan pasca-covid.
Tantangan yang Dihadapi
Tetapi kebijakan ini menghadapi beberapa masalah seperti berdampak pada daya beli konsumen. Ekonom bernama Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pengenaan pajak lebih tinggi pada barang tertentu dapat berdampak pada penurunan konsumsi, terutama untuk industri yang bergantung pada penjualan barang premium.
Potensi Kebijakan Tidak Efektif: Beberapa pengamat mengkhawatirkan pengalihan konsumsi masyarakat ke pasar gelap atau pembelian langsung di luar negeri untuk menghindari pajak tinggi.
Kompleksitas Administrasi: Penetapan barang mewah dalam kategori dapat menjadi kontroversial, terutama bagi bisnis yang menganggap kebijakan ini terlalu luas.
Pengaruh terhadap Sektor dan Lingkungan Sosial
Akan tetapi, ada juga dampak negatif dari kebijakan ini, terutama untuk industri yang langsung berhubungan dengan barang-barang mewah. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kebijakan tersebut perlu diikuti oleh kebijakan lain yang lebih memperhatikan industri dalam negeri. Dalam pernyataan tersebut, beliau menekankan: “Kita harus memastikan bahwa dampak dari kebijakan berbasis pajak tidak merugikan industri lokal.” Ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran besar terkait apa yang terjadi pada berbagai sektor, terutama yang paling berisiko tidak bisa bersaing di level global.
Secara khusus pada barang mewah yang dihasilkan di Negara kita Indonesia seperti otomotif, elektronik, atau barang fashion, maka kebijakan pajak akan mengurangi daya beli masyarakat dan juga akan memperlambat laju pertumbuhan industri yang bersangkutan.
Secara keseluruhan, pemerintah menggunakan kebijakan pajak 12% pada barang mewah untuk mengontrol konsumsi barang mewah sekaligus meningkatkan pendapatan negara.
Namun, kebijakan ini menghadirkan beberapa kesulitan, baik dari segi bagaimana ia diterapkan di lapangan maupun bagaimana hal itu berdampak pada sektor industri tertentu. Kebijakan ini mungkin memiliki dampak negatif yang lebih besar, terutama dalam jangka panjang, jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang mendukung industri dalam negeri dan melindungi daya beli masyarakat.
*Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI)