Hingga akhir hayatnya, dia terus memperjuangkan keadilan untuk suaminya yang dihilangkan alasannya kerap mengkritik rezim orde gres.
Hastin Dirgantari, seorang advokat yang lama mendampingi Sipon menyebutkan hingga saat ini keluarga sama sekali belum menerima kompensasi dari pemerintah. Apalagi solusi aturan terkait hilangnya Wiji Thukul.
“Dia telah berjuang sampai titik darah penghabisan. Sudah dilakoni semua, beliau pergi ke mana-mana untuk mencari suaminya,” kata Hastin saat dijumpai di rumah sedih di Kampung Kalangan, RT 01 RW 14, kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, Solo.
Hastin menuturkan, Sipon dalam beberapa peluang mengaku sudah letih memperjuangkan keadilan untuk Thukul. Hingga bulan Agustus 2022 Presiden Jokowi mempublikasikan Keppres No 17 tahun 2022 perihal Pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
Sipon bahkan sempat dimintai untuk menceritakan kembali peristiwa traumatis yang dialami keluarganya sebelum Thukul dinyatakan hilang tahun 1998.
“Sebenarnya Mbak Pon nggak suka menceritakan peristiwa itu sebab bagi beliau sangat menyakitkan,” katanya.
Sayang, Sipon keburu mengembuskan nafas terakhirnya sebelum menikmati buah dari Keppres tersebut.
“Sebenarnya saat Keppres itu terjadi, itu impian dia kan. Tapi dia belum bisa menikmati itu, Tuhan telah mengundang Mbak Sipon,” katanya.
Hastin berpesan kedua anak Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah meneruskan usaha ibunya mencari keadilan.
“Saya enggak tahu belum dewasa ya. Tapi aku berharap masih terus dilanjutkan alasannya adalah memang belum akhir. Mbak Pon belum menerima keadilan apapun,” kata Hastin.
Pemerintah dibutuhkan mampu menuntaskan perkara pelanggaran HAM berat era lalu secara hukum sekaligus merehabilitasi nama korban orang hilang mirip Wiji Thukul.
“Saya pesen kepada Pak Jokowi biar menyelesaikan secara aturan dan merehabilitasi nama Wiji Thukul agar nama Wiji Thukul higienis lagi.
Rehabilitasi tersebut dinilai penting mengingat cap subversif yang disematkan Pemerintah Orde Baru terhadap Wiji Thukul belum dihapuskan hingga dikala ini.
“Padahal kita tahu Wiji Thukul dan orang-orang yang senasib dengan ia tidak mirip itu (subversif),” kata Hastin.