“Sikap Indonesia menanggapi kebijakan UE terlalu berlebihan berdasarkan saya. Saya menganggap itu (bahaya setop ekspor) tidak menuntaskan masalah dalam negeri, khususnya perbaikan manajemen,” terperinci Sekjen SPKS Nasional Mansuetus Darto terhadap CNNIndonesia.com, Jumat (13/1).
Kendati, Darto menyaksikan sikap proteksionis RI-Malaysia dan Uni Eropa (UE) ialah hal lumrah. Menurutnya, masing-masing negara punya wewenang untuk mengontrol negaranya sendiri tanpa mendikte satu sama lain.
Hanya saja, ia mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kalau benar menentang kebijakan UE. Darto menilai kebijakan UE itu harus diterima demi memperkuat petani sawit supaya mempunyai terusan pasar. Ia mengatakan ada 78 persen petani swadaya yang mesti memasarkan ke tengkulak dengan harga rendah alasannya adalah tandan buah segar (TBS) nya dibeli pabrik.
“Kalau mereka punya pasar di UE itu akan membantu mereka bekerjasama dengan perusahaan dalam negeri, namun mengapa ditolak Jokowi?” kata Darto.
Ia memastikan bahwa bahwasanya pihak yang melaksanakan diskriminasi adalah perusahaan sawit dalam negeri. Darto menilai pebisnis tersebut mengabaikan petani dan membiarkannya bergerak sendiri tanpa pemberdayaan. Oleh alasannya itu petani sawit pada kesannya memasarkan ke tengkulak.
SPKS memastikan ada banyak praktik terbaik petani untuk merealisasikan nol deforestasi. Darto mencontohkan praktik petani sawit di Sanggau dan Sekadau, Kalimantan Barat dengan pendekatan global high carbon stok. Ini membuktikan petani sawit bisa melindungi hutan.
Menurutnya, Uni Eropa harusnya diajak bekerja sama dengan petani sawit dalam negeri untuk menentukan pasar Eropa membeli 30 persen produk dari petani yang terbukti melindungi hutan dan dengan praktik terbaik.
“Memerangi kebijakan EU sama halnya memelihara praktik kotor perusahaan sawit yang sebetulnya perusahaan (dalam negeri) lah pelakunya, tetapi hendak bersembunyi di balik gosip petani,” ucap Darto.
Ia menolak solusi-solusi yang timbul di mana malah memperkuat Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC). Darto menekankan semestinya pemerintah mempersiapkan petani atau perusahaan sawit yang teridentifikasi tidak melaksanakan deforestasi dan tersedia isu yang terperinci melalui data yang bisa dilacak.
Darto menekankan seharusnya Indonesia menjalin kemitraan dengan Eropa, bukan malah sebaliknya dengan tidak mendorong kemitraan sama sekali.
Di lain sisi, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menolak berkomentar soal ihwal penyetopan ekspor kelapa sawit ke Eropa oleh RI dan Malaysia.
“Mohon maaf aku belum bisa komentar untuk problem ini. Kami tunggu dahulu kepastian sikap dari Pemerintah Indonesia,” ujar Eddy ketika dikonfirmasi.
Sebelumnya, Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof menyampaikan Malaysia dan Indonesia akan membicarakan undang-undang yang melarang pemasaran minyak kelapa sawit dan komoditas lain yang terkait dengan deforestasi, kecuali importir mampu menawarkan bahwa produksi barang spesifik mereka tidak merusak hutan.
“Jika kita perlu melibatkan para ahli dari luar negeri untuk melawan langkah apa pun yang dijalankan UE, kita harus melakukannya,” kata Fadillah, Kamis (12/1).
“Atau pilihannya adalah kita hanya menghentikan ekspor ke Eropa, hanya fokus pada negara lain jikalau mereka (UE) mempersulit kita untuk mengekspor ke mereka,” tuturnya.
(skt/dzu)