SITUASI dunia 2023 tak menentu, baik itu situasi keamanan karena dipicu perang Rusia Ukraina. Perang yang akhirnya memicu krisis energi, perdagangan hingga resesi di semua belahan dunia.
Kondisi tak menentu ini bertambah jika melihat potensi konflik Cina dan Taiwan, dimana jika konfrontasi meningkat ke level perang dunia akan sangat terganggu, belum lagi masalah sengketa laut Cina Selatan antara Cina dan beberapa negara Asean yang terus memanas.
Hari ini apapun urusan yang melibatkan Cina, akan merepotkan, membuat gejolak yang kuat, kenapa? Jawabannya, karena Cina merupakan kekuatan ekonomi terbesar dunia saat ini, ketika Cina tak stabil maka ekonomi dunia akan tak stabil. Hari Cina bukan hanya produsen dari berbagai Industri, tapi juga pembeli utama dari produksi dari semua industri dunia, termasuk Indonesia.
Walhasil dari berbagai situasi ini, menurut laporan IMF, setidaknya akan ada 40 negara di mana perekonomiannya dipastikan akan mengalami resesi. Krisis keuangan ini akan berlanjut ke krisis pangan, krisis energi, hingga krisis sosial.
Di tengah situasi global yang tidak menentu itulah, pemerintah Indonesia perlu menyusun beberapa strategi keluar (exit strategy) sebagai cara untuk keluar dari potensi krisis global. Krisis yang sejatinya masih membekas secara dalam karena Pandemi Covid 19 lalu.
Untuk mencegah terjadinya krisis sosial karena melonjaknya harga energi di tingkat global, anggaran subsidi energi di APBN 2023 telah dinaikkan hingga Rp 502 triliun. Hal itu sebagai kompensasi tidak dinaikkannya harga subsidi, terutama BBM dan LPG.
Strategi selanjutnya adalah dengan melakukan penghematan anggaran di seluruh kementerian/lembaga hingga Rp 24,5 triliun untuk anggaran yang tidak prioritas. Tambahan anggaran dari penghematan ini digunakan untuk meredam gejolak ekonomi global akibat kenaikan harga pangan dan energi.
Strategi terakhir adalah pemerintah harus mendorong agar inklusi keuangan melalui pengintegrasian data kependudukan melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan data perpajakan melalui Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) segera direalisasikan, khususnya bagi warga yang sudah memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Pengintegrasian data ini penting untuk melihat seberapa besar ketimpangan ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga pemerintah akan lebih mudah menyalurkan subsidi bantuan bagi masyarakat miskin dan penindakan hukum bagi para wajib pajak. Data yang baik memberi harapan pajak akan meningkat.
Meski ditengah ancaman resesi, APBN 2023 sebenarnya cukup optimis, beberapa indikator tersebut terlihat bahwa adanya optimisme untuk melihat kepastian bahwa kondisi global dan ekonomi Indonesia akan membaik pada 2023.
Sebut saja, misalnya, pertumbuhan ekonomi dipatok pada kisaran 5,3-5,9 persen, inflasi di angka 2,0-4,0 persen. Juga tingkat pengangguran terbuka di angka 5,3-6,0 persen, tingkat kemiskinan di angka 7,5-8,5 persen hingga rasio gini di angka 0,375- 0,378.
Karena secara teori, pertumbuhan ekonomi pada dasarnya ditunjang oleh tiga hal, yaitu konsumsi rumah tangga, ekspor/impor, pengeluaran pemerintah, dan investasi. Jika situasi ekspor komoditas kembali dalam situasi normal dan beberapa negara masuk ke dalam resesi, otomatis demand akan menurun. Dampaknya, inflasi dalam negeri akan naik karena uang yang beredar tidak mampu membeli komoditas yang berlimpah tersebut.
Meskipun demikian, indikator-indikator di atas juga tidak salah jika disebut dengan tidak realistis. Meski dari indikator itu juga memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk melakukan yang terbaik dengan segala dinamika yang akan dihadapi olehnya.
Dalam kaitan realisasi APBN 2023, situasi global yang perlu diwaspadai adalah potensi berakhirnya era ledakan komoditas bahan mentah yang diekspor ke luar negeri (commodity booming) pada akhir 2023. Situasi ini dipengaruhi karena potensi pelemahan ekonomi dunia dan ancaman stagflasi.
Stagflasi adalah kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi. Kondisi ini biasanya diikuti dengan kenaikan harga-harga atau inflasi.
Sepanjang masa pandemi 2020-2022, Indonesia mengalami durian runtuh komoditas. Hal itu karena ekspor komoditas dari Indonesia ke beberapa negara mengalami lonjakan harga, di saat tingginya permintaan dan stok dunia yang terbatas. Hal ini ditunjukkan dengan Ekspor Indonesia pada Januari 2022 menunjukkan pertumbuhan sebesar 25,31 persen. Sehingga, ekspor Januari 2022 menjadi sebesar 19,16 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Selain itu rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga (fed fund rate) yang diperkirakan hingga tujuh kali pada 2022. Hal itu dalam rangka antisipasi kenaikan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir yang telah menyentuh 7,9 persen per Maret 2022. Bahkan, pada pekan ketiga Juni 2022, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin.
Naiknya fed fund rate itu berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional. Sebab, dapat memicu keluarnya modal asing di pasar surat utang karena spread antara yield SBN dan yield treasury di tenor yang sama semakin menyempit. Sehingga, investor asing cenderung mengalihkan dana ke negara maju, memicu capital outflow di pasar negara berkembang (emerging market).
Karena itu, di tengah kondisi ekspor di 2023 yang tidak menentu, pemerintah harus bisa menjaga iklim investasi di Indonesia agar tetap kondusif. Sehingga, tidak mudah terjadi capital outflow tersebut.
Meski demikian, kekuatan Indonesia adalah mempunyai koordinasi yang erat. Istilahnya adalah sinergi, terutama antara pemerintah Bank Indonesia, fiskal, moneter.
Buktinya, selama 3 tahun pandemi kinerja Indonesia lebih baik dari negara lain.Tidak hanya pertumbuhan tinggi, tetapi stabilitas juga terjaga.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 sampai 5,3 persen pada 2023 ini bisa terwujud jika didukung oleh beberapa faktor mulai dari ekspor, konsumsi dan investasi yang meningkat.
Selain itu, pertumbuhan ini juga akan tercapai dengan adanya hilirisasi, pembangunan infrastruktur, penanaman modal asing hingga aktivitas pariwisata.
Stabilitas eksternal Indonesia tahun 2023 diyakini tetap menguat dengan transaksi berjalan seimbang, neraca modal surplus dari penanaman modal asing dan harapan masuknya kembali investasi portofolio serta cadangan devisa meningkat.
Sementara stabilitas sistem keuangan juga terjaga dengan kecukupan modal yang tinggi sekaligus likuiditas yang lebih dari cukup.
Terakhir, ekonomi dan keuangan digital pada 2023 diprediksikan meningkat pesat dengan transaksi e-commerce mencapai Rp 572 triliun, uang elektronik Rp 508 triliun dan perbankan digital lebih dari Rp 67 ribu triliun.
Intinya, sinergi dan inovasi adalah kata kunci untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional, ditengah geo politik dunia yang tak menentu.
* Pengamat
Discussion about this post