Terlihat pada panel lini masa berjudul ‘Sejarah Riset dan Inovasi Indonesia’ yang dipajang di kantor BRIN hanya memuat dua foto animasi Presiden pertama RI Sukarno dan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Sisanya berupa logo besar G20 dan tulisan-tulisan aneka tema.
Dilihat lebih cermat, alat peraga yang dipamerkan itu memperlihatkan lini masa perjalanan riset Tanah Air.
Dari paling kiri memuat gambar Sukarno yang disebut sebagai pelopor riset usai membentuk Organisasi untuk Penyelidikan dalam Ilmu Pengetahuan Alam (OPIPA) pada 1948.
Lini masa berikutnya mengungkapkan pembangunan reaktor nuklir pertama di Indonesia pada 1960, lalu peluncuran roket Kartika-1 pada 1964.
Setuturnya, ada bagian panel yang menyebutkan soal penerbangan perdana Pesawat N-250 pada 1995. Namun, nihil keterangan siapa yang memprakarsai pengembangan pesawat pertama buatan Indonesia itu.
Panel berikutnya menjelaskan soal Undang-undang Sisnas P3 IPTEK (UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).
Pada saat itu Indonesia dipimpin Megawati Soekarnoputri, yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. Bagian terakhir mengungkap pembentukan BRIN yang dikepalai Handoko, lengkap dengan nama, foto, dan tanggal pelantikan ketika ia pertama menjabat.
Pada deret lini masa ini memang mencantumkan foto hitam putih seorang pria berkostum jas di bagian paling kiri panel. Ia sedang berpose agak menyamping sambil memegang pesawat miniatur.
Jika diperhatikan baik-baik, sosok ini mirip Presiden ke-3 yang juga ilmuwan pada teknologi aviasi, Habibie. Namun, tidak ada papan nama atau keterangan apa pun mengenai siapa sosok pria tersebut.
Meski eksposure Habibie dalam jejak lini masa tersebut tidak banyak, sebagian besar orang Indonesia menganggap bahwa Presiden RI 1998-1999 itu merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam memajukan teknologi Indonesia. Presiden ketiga RI itu menjadi sosok utama di balik pembuatan pesawat N250 Gatot kaca.
BRIN sejauh ini belum memberikan respons mengenai hal tersebut, baik melalui Humas BRIN Dyah Rachmawati maupun sang pimpinan, Handoko.
Namun, dalam sebuah video viral tahun lalu, Handoko sempat meminta para peneliti untuk lebih realistis dan tak mengulangi praktek era Habibie.
“Kita harus realistis lah, jangan diulangi lagi praktek kita yang sudah sejak zaman, mohon maaf nih ya, eyang kita ya, eyang Habibie,” ujarnya, dalam kutipan video yang beredar.
“Karena itu memang sudah eranya sudah beda. Ya zaman dulu aja enggak berjalan, apalagi zaman sekarang,” tuturnya.
Dalam video yang sama, Handoko juga berulang kali terekam menggembar-gemborkan manfaat sehari-hari dan nilai guna kencur.
Narasi itu pun sempat menuai kritik dari Anggota DPR Fadli Zon. Ia menyebut Handoko masih jauh levelnya ketimbang Habibie.
Merespons video itu, Handoko menyatakan “Kebijakan di BRIN dan riset di Indonesia saat ini tidak dimaksudkan untuk membuat dikotomi antara era Habibie dan saat ini. Karena hal tersebut tidak relevan dan tidak penting”.