Medan – Tiga kasus pidana di sejumlah daerah dihentikan penuntutan perkaranya oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dengan menggunakan pendekatan Restorative Justice atau Keadilan Restoratif (RJ/KR).
Tiga kasus pidana tersebut yakni dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan, Kejari Serdang Bedagai (Sergai), dan Kejari Asahan.
Hal itu diungkapkan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu, Yos Arnold Tarigan SH MH, dalam keterangan resmi kepada sejumlah media di Medan, Kamis, 13 April 2023.
Kata dia, proses RJ itu diawali sebelumnya dengan ekspos ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung RI Fadil Zumhana.
Saat itu, kata Yos, JAM Pidum didampingi oleh Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Direktur TP Oharda) pada Jampidum Kejaksaan Agung RI, Agnes Triani SH MH, beserta jajaran.
“Proses restorative justice dilakukan pada hari Rabu 12 April 2023 lalu,” ujar Yos.
Kemudian, kata Yos, ekspos perkara dilakukan di ruang vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut Jalan AH Nasution.
Proses itu dilakukan oleh Kajati Sumut Idianto, SH MH, didampingi Wakajati Joko Purwanto SH MH, Aspidum Luhur Istighfar SH MH, Kabag TU dan para Kasi
Yos yang mewakili Kajatisu Idianto SH MH menyebutkan, perkara yang dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif adalah dari Kejari Belawan atas nama tersangka Muhammad Yunus Zulkarnain.
Yos bilang tersangka melanggar pasal pertama 310 ayat 3 undang-undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Atau, kedua, pasal 310 ayat 2 UU No. 22 Tahun 2009 ttg Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
Kemudian, dari Kejari Sergai atas nama tersangka Gelpin Simanjuntak alias Gelpin yang melanggar pasal 80 ayat 2 jo Pasal 76c UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Perkaran ketiga, kata Yos, dari Kejari Asahan atas nama tersangka Warseno alias Seno yang melanggar pasal 363 ayat 1 ke-4 KUHPidana atau Pasal 107 huruf dan UU RI Nomor 30 tentang perkebunan Jo Pasal 55 KUHP.
“Tersangka ini ‘terpaksa’ mencuri sawit karena butuh biaya untuk persalinan isterinya,” kata Yos A Tarigan.
Adapun alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice, lanjut Yos A Tarigan, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020.
Yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara.
Lalu, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.
Lebih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan bahwa antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai.
Kata Yos, tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Ia katakan, proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat, dan tokoh agama, serta difasilitasi oleh Kajari, dan jaksa yang menangani perkaranya.
Ia menyebutkan, penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban.
“Khususnya secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula,” kata Yos Arnold Tarigan.
Reporter: Heno
Discussion about this post