Jambi, DETAIL.ID – Pernyataan akademisi Fakultas Hukum Universitas Jambi Herry Liyus terkait konflik yang melibatkan Koperasi Fajar Pagi dengan 4 Kelompok Tani Hutan (KTH) di areal kawasan hutan yang dibebani IUPHTI PT WKS, kini bikin heboh.
Sebelumnya dikutip dari berita terbit di laman web wartapembaruan.co.id, Herry Lyus mengatakan begini pada Jumat, 18 Agustus 2023.
“Sebenarnya mereka itu sudah tidak benar, apalagi lahan-lahan sawit ini sudah lama dimiliki oleh para petani, dan soal dijualkan kepada siapa itukan terserah, tapi mereka sudah punya kekuatan hukum, surat sporadik, sedangkan mereka ini tidak punya surat, tetapi mengklaim mereka punya, dan sekarang saya kembalikan pada mereka dasar mereka untuk memiliki lahan ini apa dasarnya tidak ada,” katanya.
Sementara Christian Napitupulu selaku Ketua STN Provinsi Jambi sskaligus pendamping masyarakat 4 KTH sangat menyayangkan pernyataan yang dilontarkan oleh Herry Liyus.
“Sepertinya statemennya titipan, enggak objektif, tendensius sehingga tidak mengerti permasalahan secara utuh dan benar apa yang terjadi,” kata Christian emosi.
Menurut Christian bahwa, lahan objek konflik saat ini merupakan wilayah kawasan hutan. Dia pun mempertanyakan soal pernyataan yang menyampaikan soal warga mendapat surat sporadik.
“Dapat sporadik dari mana? Jangan-jangan Bapak dosen gak tau sporadik itu digunakan di status tanah seperti apa. Bahkan Kepala Desa saja bisa dipenjara apabila membuat sporadik di dalam kawasan hutan,” ujar Napitupuluh.
Dia pun menegaskan bahwa terkait penguasaan lahan kemitraan Koperasi Fajar Pagi itu 74 hektare terletak di Areal Penggunaan Lain (APL). Sementara yang dikuasainya 890 hektare berada di kawasan hutan.
“Untuk yang di 74 hektare masyarakat itu tidak pernah mengganggu lahan tersebut,” katanya.
Christian pun lagi-lagi menegaskan bahwa bukan ranah atau bahkan wewenang akademisi memvonis benar atau salah terhadap suatu permasalahan. Apalagi konflik lahan.
“Akademisi itu menyumbang pemikiran yang benar dan objektif bukan menyesatkan apalagi beliau itu dosen tata negara bukan dosen pertanahan,” katanya.
Terakhir dia meminta Rektor Universitas Jambi untuk melakukan evaluasi kepada para dosen dalam menyampaikan pernyataan (statemen) di luar dari wewenang mereka. Apalagi, katanya, membawa nama besar Universitas Jambi.
Reporter: Juan Ambarita
Discussion about this post