LINGKUNGAN
Antisipasi Kabut Asap, Dinas Kesehatan Siapkan Empat Ribuan Boks Masker

DETAIL.ID, Merangin – Seiring buruknya kualitas udara yang diakibatkan kebakaran hutan dan lahan, dimana Provinsi Jambi tercatat nomor dua buruknya kualitas udara se-Indonesia membuat Kabupaten Merangin khususnya Dinas Kesehatan mengantisipasi tingginya penderita ISPA dengan menyiapkan 100 dus masker yang nantinya dibagikan kepada masyarakat.
Namun untuk pembagian masker secara gratis kepada masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin masih menunggu instruksi Tim Satgas Karhutla Kabupaten Merangin.
“Untuk masker kita banyak dan siap dibagikan ada 100 dus, terdiri dari 4.000 boks dan 200.000 lembar masker namun untuk pembagian masih menunggu tim satgas,” ucap drg. Sony Propesma.
Kepala Dinas Kesehatan juga mengatakan untuk penderita ISPA di Kabupaten Merangin, dirinya belum mendapat data akurat dari bawahan yang membidanginya.
“Untuk penderita ISPA masih kita rekap, dan nanti akan kita sampaikan, apakah naik atau tidak datanya,” ujarnya.
Reporter: Daryanto
LINGKUNGAN
Perkumpulan Hijau Bakal Laporkan Tambang Batu Bara PT GAL di Tebo Atas Pencemaran Lingkungan

DETAIL.ID, Jambi – Setelah PT Bumi Bara Makmur Mandiri (BBMM) yang sampai saat ini masih dalam proses penyelidikan Polda Jambi, Perkumpulan Hijau (PH) kembali menemukan indikasi kejahatan lingkungan akibat aktivitas industri ekstraktif batu bara yaitu PT Globalindo Alam Lestari (GAL).
Perusahaan tambang batu bara yang berada di kawasan Desa Suo Suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo tersebut menjadi ancaman serius untuk lingkungan dan masyarakat, akibat aktivitas tambang batu bara yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari permukiman warga.
Direktur Perkumpulan Hijau, Feri Irawan menyoroti dampak yang ditimbulkan dari tambang batu bara yang sangat dekat permukiman warga tersebut, mulai dari ketimpangan sosial hingga ancaman terhadap lingkungan dan ketahanan pangan.
“Risiko hadirnya tambang batu bara pasti akan mengintimidasi ruang hidup masyarakat karena di mana ada tambang, pasti ada kesengsaraan,” ujar Feri dalam pernyataannya.
Ia menegaskan bahwa situasi di Desa Suo Suo mencerminkan bagaimana masyarakat dikorbankan atas nama eksploitasi sumber daya alam. Menurut Feri, ketidakpatuhan perusahaan tambang terhadap aturan jarak minimal dari permukiman merupakan bentuk kejahatan pertambangan yang nyata.
“Ketidakpatuhan perusahaan pada aturan tentang jarak minimal pun menjadi salah satu tolak ukur kejahatan pertambangan,” katanya.
Selain ancaman terhadap lingkungan dan pertanian, aktivitas tambang yang begitu dekat juga meningkatkan risiko kesehatan bagi warga sekitar. Polusi udara dari debu tambang, pencemaran air, serta potensi longsor akibat pengerukan tanah menjadi kekhawatiran utama yang dihadapi masyarakat.
Bukan hanya itu, Perkumpulan Hijau melihat PT Globalindo Alam Lestari (GAL) dituding telah menyebabkan pencemaran dan membunuh sejumlah ekosistem sungai di sekitar konsesinya.
Hasil investigasi Perkumpulan Hijau menemukan pembuangan atau pengeringan air dari bekas tambang baru yang sedang beroperasi melalui selang mengarah dan mengalir ke Sungai Batanghari, air bekas tambang yang seharusnya dialiri ke settling pond untuk mengurai zat atau bahan kimia bekas tambang yang terkandung dari air bekas tambang baru.
Dalam hal ini jelas ungkap Feri, sanksi pelanggaran UU Lingkungan terkait settling pond, dapat berupa sanksi pidana maupun sanksi administratif, tergantung pada jenis pelanggaran dan tingkat keparahannya. Sanksi pidana meliputi penjara dan denda, sedangkan sanksi administratif meliputi teguran tertulis, pembekuan izin, atau pencabutan izin.
Feri menambahkan, dalam izin PT GAL ini terlihat jelas lobang bekas galian tambang yang menganga luas, tidak ada bentuk tanggung jawab terhadap dampak akibat dari ekploitasi tambang yang dilakukan secara masif.
“Berdasarkan analisis Tim GIS ‘Perkumpulan Hijau mencatat luasan lobang tambang yang tidak direklamasi oleh PT Globalindo Alam Lestari (GAL) ialah luas lobang tambang 7,64 hektare dan luas lahan yang terbuka 10,97 hektare.
Feri menegaskan, jika tindakan kejahatan lingkungan ini tidak segera dihentikan, maka kehancuran dan bencana tinggal menunggu waktu. Perkumpulan Hijau mendesak pemerintah, Polda Jambi, Mabes Polri, khususnya inspektorat tambang, menteri lingkungan hidup untuk segera mengevaluasi praktik tambang yang berlangsung di Desa Suo Suo. Feri menekankan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warga dari dampak buruk pertambangan dan memastikan keselamatan mereka.
“Perkumpulan Hijau juga mendesak pemerintah selaku pemberi izin, untuk mengevaluasi praktik tambang yang ada dan membebaskan area masyarakat dari wilayah tambang agar dapat memberikan jaminan pada keselamatan masyarakat sekitar,” katanya.
Terkait kemungkinan sanksi, Feri menyebut bahwa pencabutan izin merupakan bentuk hukuman tertinggi yang bisa diberikan terhadap perusahaan yang melanggar aturan. Namun, hingga saat ini, belum ada pencabutan izin yang terjadi di wilayah tersebut.
Dalam hal ini, Perkumpulan Hijau akan segera melaporkan temuan di lokasi PT GAL ini ke Polda Jambi untuk dilakukan tindakan.
“Kami akan laporkan PT GAL ini atas tindakan kejahatan pencemaran lingkungan,” katanya. (*)
LINGKUNGAN
Walhi Bentang Spanduk di Seminar Pemkot Jambi: JBC, Jamtos, dan Roma Estate Dinilai Jadi Penyebab Banjir

DETAIL.ID, Jambi – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi mendesak pemerintah daerah segera menghentikan proyek-proyek pembangunan yang dinilai memperparah kerusakan lingkungan dan menyebabkan banjir di Kota Jambi. Tuntutan itu disampaikan dalam aksi protes saat forum Seminar Sehari “Pemkot Jambi Mendengar” di Rumah Dinas Wali Kota Jambi pada Rabu, 14 Mei 2025.
Direktur Walhi Jambi, Oscar Anugrah, menyebut tiga proyek utama yang menjadi penyebab terganggunya fungsi ekologis di kota ini, yakni Jambi Business Center (JBC), Jamtos, dan Perumahan Roma Estate. Ketiga proyek tersebut, kata Oscar, telah mengubah kawasan sepadan sungai menjadi beton dan menutup daerah tangkapan air.
“JBC dibangun di kawasan rawan banjir dan justru memperparah dampak lingkungan. Alih-alih memperhatikan daya dukung wilayah, pengembang malah merusaknya,” kata Oscar.
Menurut Walhi, banjir yang melanda kawasan Simpang Mayang dan sekitarnya pada April lalu merupakan dampak langsung dari buruknya tata ruang dan pembangunan tanpa pertimbangan lingkungan. Area JBC dan Jamtos disebut berada di dataran rendah atau cekungan, yang secara alami berfungsi sebagai tempat penampungan air dari drainase sekitar.
Pembangunan di kawasan tersebut dinilai bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air serta Perda Provinsi Jambi Nomor 7 Tahun 2024–2044, yang menetapkan kawasan JBC sebagai wilayah rawan bencana banjir.
“Kami tidak menolak pembangunan, tetapi menolak pembangunan yang menyengsarakan warga demi keuntungan pengusaha,” ujarnya.
Dalam aksinya, Walhi Jambi menyampaikan lima tuntutan kepada pemerintah;
- Tinjau ulang kerja sama antara Pemprov Jambi dan pengelola JBC.
- Kembalikan fungsi ekologis kawasan JBC, Jamtos, dan Roma Estate.
- Putus kerja sama jika ditemukan pelanggaran lingkungan.
- Cabut izin proyek yang terbukti merusak lingkungan.
- Hentikan seluruh pembangunan yang tak sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Aksi ini bertepatan dilakukan dalam seminar bertema “Model Kolaborasi Penanganan Banjir” yang diselenggarakan Sahabat Alam Jambi dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Ketua DPRD Kota Jambi: DPRD Solid, Takkan Mengubah Tata Ruang Demi Stockpile Batu Bara PT SAS

DETAIL.ID, Jambi – Meski perizinannya belum lengkap, PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) sudah mulai mengguyur menempatkan sejumlah alat berat lengkap dengan tiang pancang paku buminya di kawasan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.
Issu soal bakal dilanjutkannya pembangunan stockpile batu bara PT SAS pun terus mencuat, sekalipun Pemerintah Kota Jambi menegaskan bahwa belum ada memberikan perizinan.
Terkait aktivitas PT SAS tersebut, Ketua DPRD Kota Jambi Kemas Faried Alfarelly pun kembali mempertegas bahwa DPRD Kota Jambi bersepakat untuk menolak keras rencana stockpile baru bara di kawasan Aur Kenali tersebut.
“Kalau kami sepakat ya. Kemarin waktu reses bersama Pak Cek Endra selaku Komisi 12 DPR RI, kami menolak keras terkait dengan usulan perizinan yang diusulkan oleh PT SAS,” kata Kemas Faried pada Rabu kemarin, 26 Februari 2025.
Ketua DPRD Kota Jambi tersebut menegaskan bahwa Perda Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota Jambi sudah jelas, bahwa areal lahan PT SAS di Aur Kenali diperuntukkan bagi permukiman dan pertanian, tidak ada diperuntukkan bagi pertambangan batu bara.
Dia pun memastikan bahwa DPRD Kota Jambi solid, tidak akan ada perubahan RT RW demi meloloskan perizinan stockpile batu bara di kawasan Aur Kenali. Sebab selain mempertimbangkan negatif yang bakal timbul bagi masyarakat sekitar.
Lokasi stockpile PT SAS dinilai berdekatan dengan intake PDAM Aur Duri yang merupakan aset vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Lalu bagaimana menghentikan operasional PT SAS yang seolah terus berupaya mewujudkan stockpilenya itu? Soal ini Kemas menyikapi begini.
“Sekarang persoalannya kalau mereka berjalan terus berarti mereka ilegal. Kita kan punya perangka penegak peraturan ada Satpol PP. Nanti kita kolaborasi, harus kolaborasilah dengan pemerintah pusat juga,” ujarnya.
Reporter: Juan Ambarita