Connect with us

PERKARA

Orangtua Airul Harahap Polisikan Pimpinan Ponpes Raudhatul Mujawwidin Tebo dan Wali Santri ke Polda Jambi

DETAIL.ID

Published

on

Salim Harahap bersama kuasa hukumnya dari Tim Hotman 911. (DETAIL/Juan)

DETAIL.ID, Jambi – Salim Harahap, orangtua almarhum Airul Harahap masih tak terima dengan kematian anaknya di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Tebo.

Didampingi kuasa hukumnya dari Tim Hotman 911, Salim melaporkan pimpinan ponpes Raudhatul Mujawwidin, Karim dan Wali Santri bernama Aris Munandar ke Polda Jambi pada Selasa kemarin, 21 April 2024.

Salim berharap agar kasus kematian anaknya segera diungkap dan diusut tuntas oleh Polda Jambi. Kepada semua yang turut terlibat agar mendapat ganjaran hukuman yang setimpal sebab ia tak ingin muncul korban-korban baru seperti anaknya ke depan.

“Itulah tujuan saya, karena untuk ke depannya jangan terjadi lagi seperti ini di sekolah-sekolah yang lain, jadi untuk pelajaranlah. Walaupun anak kami yang jadi korban tapi ini bisa jadi pelajaran untuk sekolah atau di pesantren-pesantren lainnya,” kata Salim Harahap usai membuat laporan polisi.

Sementara itu Orde Prianata menghimbau agar pihak-pihak atau lembaga terkait yang mengawasi Ponpes agar turun dan lihat kondisi Ponpes Raudhatul Mujawwidin, Tebo.

“Tolong turun ke ponpes itu apa yang terjadi di sana, usut! Apakah memang suatu tindak kejahatan dianggap lumrah? Mukuli junior dan segala macam. Tolong supaya tidak ada lagi Airul-airul yang lain,” kata Orde.

Orde mengungkap lebih lanjut bahwa dasar pihaknya membuat laporan polisi atas pimpinan ponpes dan wali santri tersebut adalah putusan pengadilan nomor 02 Pidsus Anak Pengadilan Negeri Tebo.

Dimana terlapor pimpinan ponpes Raudhatul Mujawwidin, Karim dan wali santri Aris Munandar diduga meghalang-halangi proses penyidikan dan juga kelalaian yang menyebabkan kematian dalam kasus kematian Airul Harahap.

“Dugaan dari pimpinan Ponpes dan wali kamar pada saat ini kami laporkan dugaan pasal menghalang-halangi penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 221 KUHP dan juga Pasal Kelalaian 359 KUHP,” ujar Orde.

Berdasarkan keterangan Tim Hotman 911 tersebut kepada sejumlah awak media, terlapor Aris Munandar yang saat kejadian mengetahui tragedi yang menimpa Airul. Dia lantas membawa Airul ke Klinik. Namun Airul disebut sudah meninggal sesampainya di klinik.

Aris pun mengabari Pimpinan Ponpes, Karim soal meninggalnya santri Airul dengan kondisi yang mengenaskan yakni luka dan lebam di sejumlah bagian badannya. Namun respons Karim malah mengejutkan.

“Jawabannya adalah jangan disampaikan kepada pihak keluarga karena ini adalah masalah besar. Silakan bahwa ke Ponpes biar kita mandikan, kita salatin baru kita kirim ke rumah duka. Jadi diktum sudah kelihatan niat mens rea, menutupi proses penyidikan seakan-akan mereka membuat pengadilan sendiri di sana,” katanya.

Dan juga Orde mengungkap bahwa berdasarkan pengakuan dari beberapa anak dalam putusan perkara aquo kematian Airul bahwa memang terdapat praktik senioritas di luar batas wajar di sana.

Pimpinan Ponpes dan Wali Santri pun dianggap jadi sosok yang tak bisa lepas tanggung jawab dalam masalah ini. Ditambah sejumlah fakta persidangan yang terungkap, Salim Harahap beserta Tim Hotman 911 pun melaporkan mereka ke Polda Jambi.

Saskia, juga dari Tim Hotman 911 pun menambahkan bahwa memang ditemukan pengakuan dari Wali Santri dalam perkara Aquo yang mengakui bahwa dirinya lalai dalam kematian santri Ponpes Raudhatul Mujawwidin itu.

Terakhir, Salim Haharap dan Tim Hotman 911 berterima kasih kepada Polda Jambi karna sudah diterima dengan baik, mereka berharap kematian Airul dapat diusut tuntas hingga ke akar-akarnya.

Reporter: Juan Ambarita

PERKARA

Jaksa Nyatakan Banding Atas Vonis Yanto

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Polemik penolakan putusan majelis hakim terhadap terdakwa Riski Aprianto alias Yanto oknum ASN dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi terus bergulir.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi pun akhirnya menyatakan banding terhadap putusan yang dijatuhkan kepada Yanto, dengan kurungan 2 tahun penjara.

“Jaksa Penuntut Umum Kejari Jambi sudah menyatakan banding, perkara Yanto ASN. Tanggal 8 Juli 2025,” kata Kasi Penkum Kejati Jambi Noly Wijaya pada Selasa, 8 Juli 2025.

Sebelumnya, Yanto divonis 2 tahun penjara, didenda Rp 15 juta, jika tidak dibayar selama 30 hari akan diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan tahanan.

Putusan itu, dibacakan Ketua Majelis Hakim, Suwarjo dalam sidang putusan, di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Kamis, 3 Juni 2025.

Adapun putusan ini, jauh lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dimana Yanto, dituntut 7 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsidair 1 tahun penjara.

Begitupun dengan orang tua korban, Imelda yang teriak histeris usai mengikuti persidangan. Di pekarangan kantor PN Jambi orang tua korban menduga ada permainan atas putusan tersebut.

“Dak puas aku (putusan hakim), 2 tahun katanya. Bermain berarti hakim tuh. Pikirkan kalau anaknyo yang dikayak gitu kan, biso dak dia ngasih hukuman segitu!. Dak terimo. Banding aku,” ujar Imelda, berteriak histeris.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Yosi, menyatakan pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Menurutnya, fakta persidangan tak cukup membuktikan dakwaan jaksa terhadap kliennya.

“Kami menghormati putusan hakim, tapi tetap akan pikir-pikir. Menurut kami, klien kami seharusnya dibebaskan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Yosi.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Orang Tua Korban Pencabulan Masih Tak Terima dengan Vonis Rendah Yanto, Imelda Juga Ungkap Soal Tawaran Duit

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Imelda masih tak habis pikir dengan vonis ringan 2 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim pada Yanto alias Risky Aprianto. Orangtua korban pencabulan tersebut bahkan menilai jika Yanto memutarbalikkan fakta sepanjang persidangan.

Dalam pertimbangan hal yang meringankan, sebagaimana Hakim Suwarjo menyebut terdakwa berperilaku sopan dan mengakui perbuatannya di muka persidangan. Juga dibantah oleh Imelda, menurut Imelda Yanto bahkan tidak pernah meminta maaf secara langsung pada keluarganya.

Padahal imbas aksi pencabulan yang dilakukan Yanto terhadap putranya yakni A (14), anak Imelda itu kini mengalami trauma berkepanjangan. Korban yang masih duduk di bangku SMP itu juga disebut kerap mengalami bullying ikhwal peristiwa yang dialaminya.

“Masih (trauma) sampai sekarang. Emosinya tuh kalau dia marah tuh, enggak stabil,” kata Imelda, Sabtu 5 Juli 2025.

Imelda juga mengungkap bahwa semenjak kasus pelecehan sesama jenis yang menimpa anaknya tersebut mulai mencuat di media massa, sampai ditangani polisi hingga bergulir di pengadilan. Rumahnya silih berganti didatangi orang tak dikenal.

Mereka berupaya meloby negoisasi agar kedua pihak bisa berdamai. Dalam negoisasi bahkan Imelda bilang keluarganya pernah dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Namun semua tawaran duit gede tersebut diabaikan oleh Imelda bersama keluarga. Mereka takut, perkara serupa bakal kembali berulang kepada anak-anak yang lain. Terlebih pelaku Yanto sendiri disebut tak pernah meminta maaf secara langsung.

“Ado sampai 1 (Rp 1 M), ibu mau berapa Rp 500, Rp 1 M. Itu dikirim lewat WA, saya screnshoot saya kirim ke JPU. Wah banyak yang datang, saya yang ketakutan jadinya. Sampai jam setengah 12 malam datang,” ujarnya.

Sementara itu Ketua LPAI Provinsi Jambi Amsyarnedi Asnawi menyayangkan vonis ringan 2 tahun kepada Yanto. Dia juga bertanya-tanya, kenapa pasal yang dikenakan dalam perkara Yanto bukan Pasal Perlindungan Anak, melainkan Pasal Tindak Pidana Pencegahan Kekerasan Seksual (TPKS).

Padahal menurut Eed sapaan akrabnya, segala unsur telah terpenuhi dalam riwayat perkara. “Seharusnya kalau (pakai) UU Perlindungan Anak jelas itu menyatakan 5 tahun minimal. Kalau pun hakim punya hati nurani, ya minimal 5 tahun pelaku dihukum,” ujar Eed.

Ketua LPAI Provinsi Jambi tersebut pun menegaskan bahwa pihaknya bakal mendorong JPU buat banding. Selain itu ia juga berencana untuk bersurat kepada LPAI pusat. Semua demi mengupayakan agar kasus serupa tak lagi berulang.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Tanggapi Vonis Yanto, LPAI: Miris Terhadap Putusan Hakim yang Tidak Berpihak pada Anak

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Vonis 2 tahun terhadap Yanto alias Risky Apriyanto, oknum ASN pelaku pencabulan anak di bawah umur langsung mendapat sorotan tajam dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Jambi.

Ketua LPAI Provinsi Jambi, Amsyarnedi Asnawi merasa miris dengan putusan pengadilan yang dalam perkara yang dinilai tidak berpihak terhadap anak, dimana Majelis Hakim yang mengadili perkara memilih menjatuhkan pidana dengan menitikberatkan pada pelecehan seksual dibanding perlindungan anak.

“Ini kasus sodomi yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur tentunya seharusnya hakim harus berpedoman pada UU Perlindungan Anak Nomor 35/2014 yang mana prinsipnya anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan korban seksual,” kata Amsyarnedi menanggapi putusan pada Kamis, 3 Juli 2025.

Lebih lanjut Ketua LPAI Jambi itu bilang, bahwa jika hakim mengacu pada UU PA, terdakwa bisa diputus serendah-rendahnya 5 tahun pidana penjara atau maksimal 15 tahun.

Dia pun menilai bahwa keluarga korban sudah selayaknya banding atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut.

“Harus banding dan LPAI mengharapkan di pengadilan banding, hakim akan memutuskan hukuman maksimal,” ujarnya.

Sementara ibu korban yakni Imelda, usai sidang dengan penuh emosi tak terima atas vonis rendah yang diberikan hakim pada terdakwa. Dengan lantang dia menuding hakim telah bermain dalam perkara anaknya.

“Dak puas aku, 2 tahun katanya. Aku dak puas nian. Masa percobaan pula 2 tahun tuh. Bermain berarti hakim tu. Pikirkan macam mano kalau anaknya yang dikayak gitukan. Biso dak dia ngasih hukuman segitu. Dak terimo, banding aku,” ujar Imelda.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs