Connect with us
Advertisement

PERKARA

Menteri ATR/BPN AHY Ungkap 3 Kasus Mafia Tanah di Jambi, Pemalsuan Dokumen Jadi Modus Operandi

DETAIL.ID

Published

on

Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono bersama Satgas Anti Mafia Tanah di Polda Jambi. (DETAIL/Juan)

DETAIL.ID, Jambi – Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudoyono menilai korban kejahatan mafia pertanahan ada dimana-mana dan telah banyak menimbulkan korban di seluruh penjuru Indonesia.

Sejak menjabat sebagai Menteri ATR/BPN, dia pun mengakui adanya kompleksitas permasalahan konflik lahan yang melibatkan mafia tanah di Indonesia.

“Yang menjadi korban rakyat kecil, dan siapa pun tidak memandang latar belakang ekonomi sosial dan politiknya. Semua bisa jadi korban,” kata Agus Harimurti Yudoyono.

Menteri ATR/BPN tersebut pun mengungkap sejumlah kasus tindak pidana pertanahan yang terjadi di Provinsi Jambi. Menurut dia hal ini merupakan bukti konkret komitmen ATR/BPN serta aparat penegak hukum dalam pengusutan kasus pertanahan.

Kalau berdasarkan pemaparan Menteri ATR/BPN itu, secara umum pada 2024 ini setidaknya terdapat 86 kasus mafia tanah yang menjadi Target Operasi (TO). Kata Agus, ada kenaikan 4 TO dari tahun sebelumnya.

Agus merinci dari 86 kasus tersebut, 48 TO di antaranya dengan jumlah tersangka mencapai 89 orang. Kemudian dalam pengembangan kasusnya, terdapat penambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum ada 21 TO dengan 36 tersangka.

Total luasannya bukan main, catatan Menteri ATR/BPN itu luasan objek tanah dari kasus-kasus yang dimainkan mafia tanah itu mencapai 194 hektare dengan potensi kerugian baik negara dan masyarakat yang berhasil diamankan senilai Rp 2,75 triliun.

“Sekali lagi ini adalah kerja serius konkret dan nyata bukan hanya sekadar mengejar sensasi. Karena kita tidak butuh sensasi. Yang kita butuhkan adalah bagaimana rakyat yang menderita, yang menjerit karena diperlakukan tidak adil oleh mafia tanah ini bisa mendapat keadilannya,” ujar AHY.

Di Provinsi Jambi, AHY mencatat 3 kasus mafia tanah. Pertama perkara mafia tanah yang dilakukan oleh tersangka EM (42), warga Sungai Jernih, Muara Tebo, Jambi. Modus operandinya tersangka membuat surat keterangan jual beli palsu.

Agus menjelaskan kronologisnya berawal pada rentang 2022 dimana PT Andika Permata Nusantara membeli lahan dari masyarakat dan mendapatkan Izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dari pemerintah seluas 50,2 hektare di Tanah Garo, Muara Tabir.

Terhadap lahan tersebut, rencananya akan digunakan untuk usaha minyak mentah kelapa sawit. Namun, tersangka EM melakukan penguasaan terhadap objek tanah tersebut seluas 34,5 hektare dengan cara menggarap lahan tersebut dan memalsukan surat keterangan jual belinya. Rencana perusahaan untuk bangun pabrik pun terhenti.

“Dari pengungkapan kasus ini kami berhasil menyelamatkan potensi kerugian masyarakat dan negara dari total investasi usaha tersebut senilai lebih dari Rp 1 triliun. Termasuk hilangnya pendapatan negara dari BPHTB dan PPH,” katanya.

Kasus ke-2, ada perkara yang dilakukan tersangka MS (44), warga Muara Bungo, bersama 3 orang lainnya yakni ID (28), warga Kota Jambi serta HT dan RY, warga Bungo. Modus operandinya menguasai tanah orang dan memalsukan sertifikatnya.

Kejadian bermula pada tahun 2010 saat kantor pertanahan Muara Bungo menerbitkan SHM atas tanah seluas 1,9 hektare atas nama Arnarus Suhamdi – orangtua pelapor Beni Suhamdi. Yang kemudian di tahun 2019, tanah tersebut dikuasasi oleh HT tanpa sepengetahuan Andan dan Beni lalu serftifikatnya dipalsukan.

“Saudara Beni baru mengetahui pada Agustus 2022 dari seorang calon pembeli tanah di lokasi tersebut. Tapi bukan atas nama Arnan melainkan atas nama HT. Kerugian masyarakat dan negara yang berhasil diselamatkan senilai Rp 211 juta,” katanya.

Selanjutnya untuk kasus ke-3, kasusnya hampir sama dengan kasus ke-2. Dengan modus operandi penguasaan tanah milik orang lain dan pemalsuan sertifikat. Hal ini dilakukan oleh sosok tersangka inisial MS (55) warga Batanghari.

Dimana pada tahun 1987 seorang warga bernama Sukur Rahman telah punya SHM atas objek tanah di Pal 10, Kecamatan Kota Baru, Jambi seluas 60.000 meter persegi atau 6 hektare.

Yang kemudian dikuasai oleh tersangka MS pada 2004. MS menguasai lahan dengan memasang spanduk dan memasukkan alat berat seolah lahan tersebut miliknya. Sementara korban baru sadar pada tahun 2023 ketika seorang pengacara menawarkan tanah yang ternyata milik korban tetapi dengan SHM yang sudah berganti nama.

Dalam kasus ini, Menteri AHY bilang telah berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara dan masyarakat senilai kurang lebih Rp 37 miliar.

“Kesimpulannya dari 3 kasus tadi, mafia tanah melakukan kejahatan dengan memalsukan dokumen-dokumen untuk menguasai tanah yang bukan hak miliknya,” kata AHY.

Adapun total luas objek tanah, lanjut AHY, yaitu 580.790 meter persegi dengan potensi nilai kerugian negara dan masyarakat senilai Rp 1,19 triliun yang berasal dari harga tanah tersebut dan nilai investasi usaha termasuk pendapatan negara atas pajak.

“Semua berkas perkara statusnya sudah dalam P21 atau berkas lengkap dimana saat ini sebanyak 2 kasus sedang dalam proses persidangan dan 1 kasus sudah diputus oleh Pengadilan Negeri,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Advertisement Advertisement

PERKARA

Sidang Praperadilan Aktivis Tani Thawaf Aly Digelar di PN Jambi, Kuasa Hukum Sebut Penangkapan Tak Sah

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Sidang praperadilan aktivis tani Thawaf Aly terhadap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Senin pagi, 20 Oktober 2025.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim Halim Tunggal Deny Firdaus, tim kuasa hukum Thawaf Aly yakni Ahmad Azhari, Agus Efandri, Syamsurizal, dan Ringkot Nedy Harahap dari Pantasirua & Yatsirubisatya Law Firm menilai penetapan, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly oleh penyidik Subdit III Jatanras Polda Jambi tidak sah oleh karena itu harusnya batal demi hukum.

Mereka menilai tindakan penyidik melanggar Pasal 77 huruf a KUHAP karena dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa bukti permulaan yang cukup. Kuasa hukum juga menilai dasar kepemilikan lahan yang digunakan penyidik, yakni sporadik tahun 2013, tidak relevan dengan lokasi perkara.

Dalam petitumnya, mereka meminta majelis hakim menyatakan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly tidak sah serta memerintahkan Polda Jambi untuk segera membebaskannya.

“Penetapan hingga penahanan terhadap klien kami dilakukan sebelum pemeriksaan selesai, tanpa dasar hukum yang sah, dan melanggar hak asasi manusia,” ujar Ahmad Azhari.

Kasus ini bermula dari dugaan pencurian buah sawit di lahan pelepasan kawasan hutan yang belum dibebani hak apa pun di Desa Merbau, Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Thawaf Aly ditangkap pada 29 September 2025 atas tuduhan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP.

Kuasa hukum menilai kasus tersebut sarat rekayasa dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap petani, karena akar persoalannya adalah sengketa lahan antara petani Merbau dan pengusaha sawit asal Medan, Sucipto Yudodiharjo.

“Ini skenario konflik lahan antara korporasi dan rakyat kecil. Penangkapan terhadap Thawaf Aly sangat tidak berdasar dan sarat kepentingan,” ujar Azhari.

Rekan setimnya, Agus Efandri menilai penegakan hukum terhadap mafia tanah seperti Sucipto sangat lemah, sementara petani kecil justru menjadi korban.

“Mafia tanah seperti Sucipto bebas, sementara petani seperti Thawaf Aly langsung ditangkap. Ini bentuk ketimpangan hukum yang harus dilawan,” ujarnya.

Perkara hukum yang kini mebjerat aktivis petani Thawaf Aly juga menjadi sorotan dari kalangan aktivis mahasiswa, Vikri selaku Menko Gerakan BEM Universitas Jambi, menyatakan mahasiswa akan terus mengawal proses hukum tersebut.

“Kami akan melakukan eskalasi perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengkriminalisasi petani. Ini bukan sekadar kasus hukum, tapi soal keberpihakan negara kepada rakyat,” katanya.

Sementara pihak termohon, melalui kuasa hukumnya, mengklaim bahwa penetapan Thawaf Aly sebagai tersangka telah dilakukan sesuai prosedur hukum dan berdasarkan alat bukti yang sah.

“Penetapan tersangka dilakukan setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang sesuai serta dapat dibuktikan dalam tahap pembuktian selanjutnya,” ujar kuasa hukum termohon di hadapan majelis hakim.

Polda Jambi juga membantah adanya pelanggaran prosedur dalam proses penangkapan dan penahanan, serta menyatakan seluruh tindakan penyidik didukung bukti permulaan yang cukup.

Atas segala klaim tersebut, pihak pemohon masih akan mengungkap sejumlah fakta lebih lanjut dalam persidangan yang masih bakal terus bergulir di PN Jambi.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

RSUD Mattaher Respons Soal Laporan Polisi, Katanya Sudah Sesuai Prosedur Tangani Pasien

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Setelah dilaporkan ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik dan penjualan alkes, pihak RSUD Mattaher akhirnya angkat bicara. Wakil Direktur Pelayanan RSUD Raden Mattaher, Anton Triyartanto mengaku bahwa kasus yang menyeret dr Deri Mulyadi dkk, sudah lama diproses.

Pembahasan bahkan melibatkan Komite Medik RSUD Mattaher, Komite Etik IDI Jambi, Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), hingga Ombudsman. Hasilnya disebut RSUD Mattaher sudah sesuai prosedur dalam penanganan pasien.

“Ini sudah dibahas sebelumnya, antara RSUD Mattaher, Ombusman dan dari pihak Penasehat Hukum pasien. Bahwa RSUD Raden Mattaher sudah melaksanakan sesuai prosedur,” ujar Anton pada Jumat, 17 Oktober 2025.

Wakil Direktur Pelayanan RSUD Mattaher tersebut mengungkap bahwa dr Deri selaku pihak yang terseret dalam laporan polisi pasien baru-baru ini, merupakan dokter mitra (PNS) dari Universitas Jambi yang mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum proses Pilkada 2024 lalu. Jadi, kata Anton, bukan diberhentikan oleh RSUD Mattaher.

Soal dugaan permintaan sejumlah uang demi alat bantu sendi sebagaimana terungkap dalam laporan polisi Kualam. Wadiryan Mattaher menegaskan bahwa RSUD tidak pernah memungut biaya kepada pasien BPJS kelas 3. Semua biaya layanan digratiskan.

“Terkait dugaan penarikan biaya, RSUD Mattaher tidak pernah memungut biaya tambahan terhadap pasien BPJS kelas 3. Cuma kalau keterangan pasien seperti itu, perlu pembuktian lagi dia bayar sama siapa? Yang jelas rumah sakit tidak pernah ada penarikan biaya dari pasien BPJS kelas 3, kita haramkan itu,” katanya.

Sementara dalam kronologi sebagaimana dilaporkan ke Polda Jambi, Kualam mengaku dimintai sejumlah uang terkait biaya kekurangan alat bantu sendi yang sudah dipasang di lutut Kualam, lewat orang suruhan dr Deri. Setelah mendapat telepon, pihak keluarga saat itu kemudian memberikan uang permintaan tersebut. Sekalipun Kualam masih terbaring lemah, tak bisa menggerakkan kakinya.

Anton Triharyono juga mengklarifikasi terkait kondisi Kualam yang tak kunjung membaik pasca operasi lulut, pihak RSUD kemudian sudah mengarahkan untuk rujuk ke RSUD Tipe A di Palembang. Namun entah bagaimana ceritanya, harapan Kualam untuk sembuh malah berakhir pupus di RS Mitra, yang notabenenya masih rumah sakit Tipe C.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Jadi Lumpuh! Pasien Polisikan Dokter RSUD Mattaher Atas Dugaan Malpraktik dan Penjualan Alkes

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Kualam, seorang warga Kasang Pundak, Kumpeh Ulu didampingi tim kuasa hukumnya melaporkan dokter spesialis Ortopedi RSUD Raden Mattaher sekaligus RS Mitra yakni dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik serta penjualan alat kesehatan yang tidak sesuai standar.pada Jumat, 17 Oktober 2025.

Kualam merasakan nyeri pada lututnya dan berobat ke RSUD Raden Mattaher pada 9 Oktober 2023 lalu. Kala itu dr Deri disebut menyampaikan bahwa Kualam harus menjalani operasi lutut dan kemudian dipasangi alat pengganti sendi yang dibeli dari China.

Namun biaya operasi disebut-sebut oleh dr Deri tidak ditanggung oleh BPJS. Sehingga korban harus membayar senilai Rp 35 juta. Korban yang memikirkan kesehatannya menyetujui dan operasi lantas dilakukan oleh dr Deri beserta 5 orang rekannya di kamar bedah RSUD Raden Mattaher pada 3 November 2023. Namun sayangnya operasi lutut dan pemasangan alat pengganti sendi tersebut rupanya tak bikin korban sembuh.

“Sejak operasi dilakukan luka pada bekas operasi tidak kunjung sembuh dan keluar darah, tiap kontrol hanya diberi penghilang nyeri. Karena terus mengeluarkan darah dan bernanah, korban meminta untuk diperiksa takut infeksi. Kondisi korban makin parah pada 23 Juli 2024, sehingga dirawat di UGD selama 2 Minggu,” kata Bahari, kuasa hukum Kualam pada Jumat, 17 Oktober 2025.

Karena kondisi korban makin parah, alat pengganti sendi yang diklaim dr Deri berkualitas bagus dan berasal dari China terasbut kemudian dioperasi kembali oleh asisten dr Deri, yakni dr Zaki Asad. Dan setelah barang tersebut diangkat, lutut korban akhirnya kering.

Saat itu dr Deri disebut masih menyampaikan harapan bagi korban untuk bisa sembuh, namun harus pindah ke RS Mitra dengan alasan alat lebih lengkap. Dan juga pengurusannya hanya dikenakan biaya senilai Rp 5 juta dengan alat lain ganti sendi yang kualitasnya lebih baik.

“Karena percaya dengan ucapan dokter tersebut dan harapan besarnya untuk sehat kembali, korban kemudian menyetujui lagi,” ujarnya.

Namun alangkah kecewanya korban, ketika bertemu kembali dengan dr Deri di RS Mitra. Korban kembali dihadapkan pada pilihan berat.

“(Terlapor) dia mengatakan pada klien kita, agar kaki kirinya dimatikan atau dibuat lurus saja, biaya ditanggung BPJS tetapi kalau mau dioperasi dengan alat kemarin (alat bantu sendi serupa) boleh juga. Sehingga klien kita bukan cuma sakit di lutut lagi, tapi stres juga,” katanya.

Pasca operasi di RSUD Raden Mattaher, korban pun mengalami kelumpuhan hingga kini. Lewat kuasa hukumnya, Kualam beberapa kali melayangkan somasi meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak RSUD Mattaher atas tindakan Dr Deri Mulyadi. Namun tak ada respons hingga saat ini.

Malahan pihak rumah sakit diduga lepas tangan, dengan memberhentikan sang dokter. Sehingga tak lagi berpraktik di RSUD Mattaher. Kualam pun muak, lewat kuasa hukumnya kini ia resmi melaporkan dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi, atas dugaan malpraktik hingga penjualan alkes yang tak sesuai standar.

Hingga berita ini terbit, awak media masih berupaya menghimpun informasi lebih lanjut pada pihak-pihak terkait.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs