OPINI
Rekam Jejak Al Haris-Sani

ALHAMDULLILAH. Itu kata-kata yang pertama terucap ketika Al Haris – Sani kembali mendaftarkan ke KPU untuk memasuki periode Gubernur-Wakil Gubernur Jambi. Proses yang panjang yang sempat dilakoni berbagai drama-drama yang sempat membuat degup napas sempat terhenti.
Teringat masa-masa awal, ketika Al Haris – Sani sama sekali tidak dihitung sebagai calon kandidat untuk Gubernur/Wakil Gubernur Jambi 2020-2024. Sebagai bupati dari kabupaten yang jauh dari Jambi, nama Al Haris yang kemudian berpasangan dengan Abdullah Sani (Yai Sani) jauh dari hingar-bingar dari suasana politik. Suasana politik yang hanya mengerucut berbagai nama di luar Al Haris-Sani.
Namun sebagai pekerja, rencana panjang, pemetaan wilayah, basis sekaligus kerja-kerja yang telah dilakukan merupakan modal untuk memasuki gelanggang politik Pilgub Jambi.
Diremehkan hingga sama sekali tidak dihitung membuat langkah dan kerja-kerja taktis dari Al Haris jauh dari pengamatan politik dari Jambi. Kerja-kerja senyap sekaligus berkonsentrasi dengan penguatan basis menyebabkan Al Haris memang diremehkan. Sekaligus sama sekali tidak dihitung. Termasuk 2 minggu menjelang Pilkada, lembaga-lembaga riset masih menempatkan di rangking ketiga.
Namun ketika hasil Pilkada yang membuat Al Haris-Sani unggul 18 ribu, membuat banyak kalangan yang terhenyak. Sekaligus tidak percaya. Berbagai basis-basis yang semula diklaim sebagai basis lawan, namun Al Haris mampu unggul. Sekaligus mencuri suara-suara di lumbung lawan. Sebuah paradoks yang hingga kini masih banyak tidak percaya.
Terlepas dari kemudian diadakan PSU, pemantapan kemenangan Al Haris – Sani semakin mantap. Sekaligus kemudian menempatkan “Al Haris-Sani” sebagai Gubernur/Wakil Gubernur Jambi baru 2020-2024.
Setelah pelantikan, Al Haris-Sani kemudian yang ditinggalkan suasana “mencekam” pasca OTT KPK, Provinsi Jambi menjadi sorotan di tingkat nasional. Suasana yang sempat memalukan yang harus dirasakan oleh masyarakat Jambi. Saya kemudian menyebutkan sebagai “zero”.
Namun Al Haris-Sani juga kemudian disuguhkan suasana nasional. Pandemi dan Covid-19 yang memaksa 2 tahun pertama, Al Haris – Sani berjibaku. Menyelamatkan nyawa rakyat Jambi. Sebuah suasana mencekam. Baik di Jambi dan nasional.
Namun dengan kesungguhan, Al Haris-Sani mampu melewati proses yang mencekam. Termasuk Jambi kemudian termasuk Provinsi Jambi yang mampu sekaligus mengendalikan angka Covid-19 yang meneror suasana rakyat di Jambi.
Namun sembari itu, berbagai janji-janji di dalam Visi-Misi Jambi Mantap terus dikonkretkan. Janji-janji yang merupakan mandat yang harus ditunaikan.
Setelah melewati krisis dan suasana pandemi, Al Haris kemudian mengebut. Sekaligus berbagai jargon politik kemudian diselesaikan. Tema-tema seperti Dumisake, UMKM, infrastruktur, RTH maupun berbagai program-program menyentuh langsung dengan hajat masyarakat banyak kemudian menampakkan wujud.
Berbagai jalan-jalan seperti Muara Kumpeh – Suak Kandis, Teluk Nilau – Senyerang, Simpang Pelawan – Batang Asai dengan sistem multiyears kemudian sudah membuahkan hasil. Masyarakat sudah menikmati dengan baik. Sebuah infrastruktur yang sempat mandeg hingga 10-15 tahun terakhir.
Sehingga tidak salah kemudian, berbagai dukungan pembangunan infrastruktur kemudian berhasil menurunkan tingkat pengangguran mengalami penurunan sebesar 0,08 persen. Belum lagi berhasil menurunkan tingkat kemiskinan Provinsi Jambi turun 0.48% dengan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 12,18 ribu jiwa. Dan tingkat kemiskinan ekstrem Provinsi Jambi turun 2,16 % dengan penurunan penduduk miskin sebesar 79,01 ribu jiwa. Sehingga tidak salah kemudian kemampuan Al Haris-Sani dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat Jambi.
Kemampuan Al Haris-Sani bersama-sama dengan multipihak (multistakeholder) menanggulangi kebakaran membuat Jambi menjadi decak kagum. Tahun 2023 yang diperkirakan musim panas yang berkepanjangan dan berbagai provinsi di Indonesia mengalami kebakaran hebat, Justru Jambi “aman terkendali”. Sebuah mimpi yang tidak pernah dirasakan langsung oleh masyarakat Jambi. Sehingga tidak salah kemudian berbagai pihak kemudian studi banding dan sekaligus belajar langsung dari Pemerintah Provinsi Jambi.
Kedatangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Duta Besar Norwegia dan Badan Restorasi Gambut November 2023 adalah bentuk kekaguman berbagai pihak nasional terhadap upaya serius dari Pemerintah Provinsi Jambi.
Di tingkat nasional dan internasional, Al Haris mampu menjadi “mercusuar” yang meletakkan pembangunan berkelanjutan sebagai basis dan cara pandang Pemerintah Jambi.
Berbagai peraturan seperti Perda No 11 Tahun 2021 Tentang RPJMD, Perda No 36 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Daerah Penuruan Emisi Gas rumah Kaca kemudian menempatkan Provinsi Jambi sebagai provinsi yang paling siap untuk program nasional Folu-Net Sink.
Sebuah perwujudan nyata dari Paris Agreement dan pandangan nasional di dalam program penurunan emisi gas rumah kaca.
Upaya serius ini kemudian menempatkan Provinsi Jambi adalah salah satu provinsi yang aspiratif dan provinsi yang paling responsif di dalam pembicaraan nasional dan internasional.
Tidak salah kemudian Al Haris berhasil menjadi pembicara utama (Keynote Speaker) didalam forum bergengsi di COP. COP (Conference of the Parties) ke-28 adalah konferensi bergengsi anggota UNFCCC, di Dubai (Uni Emirat Arab), Desember 2023.
Di dalam forum bergengsi ini, Al Haris menyampaikan gagasan tentang penguatan dan kebijakan Provinsi Jambi sebagai aksi nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan dan lahan.
Tidak salah kemudian dari awal memimpin dalam suasana “zero” kemudian menampilkan Provinsi Jambi sebagai “hero”. Provinsi yang paling diunggulkan.
Dengan kemampuan sekaligus kepiawaian Al Haris sebagai Gubernur Jambi didukung berbagai pemangku kepentingan, tidak salah kemudian rekam jejak menjanjikan yang Sudah dibuktikan baik di forum nasional dan internasional maka sebagai alasan utama saya kemudian memantapkan pilihan. Melanjutkan program-program yang harus dikerjakan dan ditunaikan.
Selamat bertugas, Pak Gub. Saya yakin dengan kemampuan dan kepiawaian semakin memantapkan Provinsi Jambi sebagai “mercusuar”.
Tempat belajar bagaimana mengelola pemerintahan. Dan menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai tagline yang langsung dirasakan rakyat Jambi.
“Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Gubernur/Wakil Gubernur Jambi 2024-2029
OPINI
Gen Z, Stop Overthinking Soal Jurusan Kuliah

Tidak sedikit dari kita, para Gen Z, yang masih bingung soal masa depan. Mikirin jurusan kuliah, kerja nanti mau jadi apa, atau jalan hidup mana yang paling tepat. Aku pun pernah ada di posisi itu, dan jujur aja, penuh drama.
Dulu aku pengen banget jadi arsitek. Bayangin deh, bikin desain bangunan keren, terus bisa lihat hasil karyaku berdiri megah di tengah kota. Keren banget, kan?
Tapi ternyata hidup punya arah lain. Pas kuliah, aku malah masuk jurusan Mass Communication. Awalnya agak kecewa juga sih, tapi ternyata ini justru salah satu keputusan terbaik yang pernah aku ambil.
Kalau dipikir-pikir, mungkin aku bakal stres berat kalau beneran masuk arsitektur. Ngerjain struktur bangunan, mikirin faktor keamanan, dan tanggung jawab gede? Bisa-bisa tiap malam nggak bisa tidur. Ternyata Mass Comm jauh lebih cocok buat aku.
Dari Hobi Doang, Jadi Serius
Aku dari kecil udah suka banget sama yang namanya bikin konten. Dulu pernah iseng bikin konten gaming di YouTube, vlog santai dan edit video-video, waktu itu sih nggak kepikiran bisa jadi kerjaan beneran. Tapi sejak masuk kuliah, aku baru sadar dunia komunikasi itu luas banget. Ada broadcasting, PR, digital media, advertising, dan banyak lagi. Dan sekarang, bikin konten udah jadi profesi yang nyata banget.
Apalagi pas lihat temen-temen mulai bikin proyek sendiri, mulai dari short movie, vlog, sampai podcast mahasiswa. Itu bikin aku makin semangat. Aku mulai ikutan bikin juga, walaupun masih kecil-kecilan. Tapi rasanya seru, dan di situ aku mulai ngerasa, “Kayaknya ini deh passion ku.”
Saat Merasa Ketinggalan
Tapi namanya juga manusia, kadang overthinking itu datang lagi. Scroll TikTok, lihat temen-temen views-nya ratusan ribu. Buka YouTube, nemu kreator baru yang udah punya jutaan subscriber. IG story temen? Isinya endorse-an semua.
Terus aku mikir, “Kok aku masih gini-gini aja ya?” Padahal aku juga udah coba bikin konten, belajar editing, ngerjain proyek. Tapi tetap aja ngerasa belum cukup. Ditambah lagi kadang ada yang nanya, “Nanti lulus mau jadi wartawan ya?”
Seakan-akan lulusan Mass Comm cuma bisa kerja di media konvensional, padahal sekarang pilihan kariernya banyak banget.
Timeline Tiap Orang Beda-Beda
Sampai akhirnya aku sadar juga, kenapa sih harus selalu ngebandingin diriku sama orang lain? Ada yang sukses di umur 18, ada yang baru nemu jalannya di umur 25.
Yang penting itu bukan siapa yang paling cepat, tapi siapa yang konsisten terus belajar dan berkembang. Sejak itu, aku mulai fokus ke proses. Setiap tugas kampus, vlog, atau video promosi yang aku kerjain, aku anggap latihan. Aku belajar hal baru, coba gaya baru, dan ngembangin skill-ku pelan-pelan.
Dan yang paling penting: aku mulai menikmati prosesnya. Aku berhenti mikir kapan bakal sukses, dan lebih fokus nikmatin tiap langkahnya.
Passion vs Prospek? Kenapa Nggak Dua-Duanya
Dulu aku mikir harus pilih salah satu: passion atau prospek. Ternyata, nggak harus gitu. Kuliah di Mass Comm ngasih aku banyak bekal. Aku ngerti gimana komunikasi yang efektif, gimana cara bangun hubungan sama audiens, dan gimana strategi media itu jalan. Itu semua kepake banget buat dunia konten sekarang.
Aku bisa kerja di digital agency, sambil tetap bangun personal brand-ku sendiri atau jadi freelance videographer, sambil bikin konten yang aku suka. Bahkan bisa mulai dari content writer, sambil belajar podcast-an pas weekend. Intinya? Aku bisa punya “kerjaan aman” dan tetap ngejar mimpi.
Mulai dari Sekarang, Bukan Nanti
Buat kamu yang masih galau, jangan tunggu semuanya sempurna dulu. Mulai aja dari yang kamu punya. Punya HP? Bikin konten.Punya laptop? Belajar editing. Punya ide? Tulis, rekam, dan bagikan.
Yang penting itu konsisten, bukan sempurna. Dan terakhir, jangan bandingin hidupmu sama orang lain. Setiap orang punya timing masing-masing, dan kamu juga pasti bakal nemu jalurmu sendiri.
Aku nggak nyangka, dari yang awalnya pengin jadi arsitek, aku malah nemu passion sejati di dunia konten. Hidup emang penuh kejutan. Tapi selama kita siap, terbuka, dan mau jalanin prosesnya, semuanya bakal jadi cerita yang keren.
Karier itu bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, tapi siapa yang paling tahan jalanin proses. Jadi daripada sibuk ngebandingin diri sama orang lain, mending fokus aja sama versi terbaik dari dirimu sendiri. Karena mungkin, jurusan yang awalnya kamu anggap “jalan kedua” justru jadi pintu utama menuju hidup yang kamu impikan.
Penulis: Puteri Nazwa Layla, Mass of Communication Student, BINUS UNIVERSITY
OPINI
Pilihan Jalan atau Hanya Berpetualang

USAI sudah Pilgub Jambi 2024. Usai sudah penghitungan. Baik penghitungan lembaga survey, quick count maupun penetapan resmi dari KPU. Baik berjenjang dari KPU Kabupaten maupun penetapan akhir KPU Provinsi Jambi. Hasilnya tidak jauh berubah. Kemenangan telak diraih oleh Al Haris-Sani. Sang incumbent yang mantap dengan peraihan 60%. Jauh dari perkiraan para ahli yang banyak meramalkan hanya mampu meraih 52%-26%.
Namun apapun hasil kemenangan Pilgub, cerita dibalik pilkada yang berlangsung selama setahun terakhir banyak memberikan pelajaran. Sekaligus cerita yang bisa ditorehkan. Sekaligus diceritakan kepada generasi muda.
Pertama. Memilih Gubernur/Wakil Gubernur Jambi tentu saja tidak memilih yang terbaik. Tentu saja banyak putra-putra terbaik di Jambi.
Berbagai teori ilmu politik maupun sebagian aliran pemikiran, memilih pemimpin bak memilih seperti kaum Sofi. Kaum yang memang dilahirkan manusia suci dan mempunyai pemikiran yang sangat bijaksana.
Bahkan banyak sekali aliran agama yang menempatkan Pemimpin politik bak memilih seperti ulama. Lengkap pengetahuan dunia, pengetahuan agama dan perilaku yang terpuji.
Maqom ini sering digunakan untuk menangkis terhadap calon-calon yang populer. Sekaligus membentengi diri dan melindungi kandidatnya.
Sebagai pemikiran, ajaran ataupun strategi, cara-cara ini sah saja digunakan.
Namun ditengah perkembangan zaman yang begitu pesat, strategi kampanye yang setiap Pilgub yang berbeda-beda, saya memilih dengan ukuran yang paling sederhana.
Memilih pemimpin ketika dia mau mendengarkan. Mau melaksanakan janji-janjinya yang sederhana. Sekaligus dia mau mendengarkan ketika saya mengumpat, memaki bahkan menghardik kinerja.
Dia lebih banyak mendengarkan. Dia sama sekali tidak memberikan klarifikasi ataupun bantahan terhadap apa yang saya sampaikan.
Apakah terlalu sederhana itu ? Ya. Cukup sederhana.
Di dalam berbagai kesempatan, ukuran realistis yang paling mudah dijangkau, apakah dia mau mengurusi pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan.
Selama itu bisa dijangkau dengan ukuran obyektif selama itu saya tetap didalam barisan. Termasuk juga kalaupun banyak yang berlarian meninggalkannya, mungkin saya orang terakhir meninggalkannya.
Sebagai manusia, tentu saja kadangkala sering dongkol, kecewa bahkan kesal. Namun ketika seseorang mau mendengarkan gerutukkan saya, lebih banyak diam ketika saya umbarkan kemarahan, itulah kemewahan saya sebagai rakyat.
Dan ketika satu persatu pertimbangan, nasihat ataupun saran kemudian diikuti, bagiku itulah seseorang pemimpin. Menjawab dengan tindakan. Bukan sekadar janji.
Kedua. Di tengah Pilgub Jambi 2024, tentu saja ada sebagian kemudian memilih berbeda barisan. Memilih kemudian berbeda bagiku tidak terlalu mengganggu pemikiran.
Namun yang menarik pemikiran tentu saja alasan kemudian ketika pernah bersama-sama kemudian memilih berbeda barisan.
Selama memilih dengan alasan prinsip dan mendasar, tentu saja respek selalu kuhargai.
Namun ketika alasan memilih bukanlah prinsip dan mendasar dan lebih mengutamakan emosi, baper, tentu saja bagiku itu kekanak-kanakan.
Padahal kutahu sang pengabar mempunyai literatur bacaan yang kuat. Sikap dan prinsip yang selama ini sempat kukagumi. Bahkan cara penyampaian yang begitu tajam tidak salah kemudian kutempatkan sebagai tokoh panutan.
Namun ketika kutahu sang tokoh kemudian meninggalkan barisan dengan alasan (mungkin bagiku konyol) seketika respekku hilang. Berganti dengan nada sentimentil yang mendayu-dayu. Persis kayak anak ABG yang lagi galau. Ketika cuma SMS, telp ataupun WA sama sekali tidak dibalas.
Padahal di ujung telepon, sang pacar malah sibuk dengan pekerjaan rutinitas yang memang memaksa tidak memegang HP.
Yang kadangkala bikin geli, selevel tokoh (kata orang bijak sering “hatinya harus jember”), yang mewarisi sikap keteladanan bersikap kekanak-kanakan justru menjadi hiburan tersendiri. Kalaupun bukan pelajaran pahit yang menjadi perjalanan hidup.
Namun apapun yang terjadi dibalik Pilgub Jambi 2024, seleksi alam begitu kejam. Hanya orang mampu menghadapi perubahan zaman yang akan bertahan.
Selain itu mereka akan tergilas dengan kehadiran generasi milenial bahkan generasi Gen Z yang tidak kenal ampun. Melumat orang-orang cengeng di kancah politik.
Dan saya kemudian memilih. Bergabung dengan generasi milenial dan generasi Gen Z untuk menertawakan “kecengengan” kaum tua yang ketika berbicara selalu menepuk-nepuk dada.
Pilgub Jambi 2024 juga mengajarkan. Kemenangan Pilgub ketika menguasai generasi millenial dan Generasi Z.
Selamat datang, Era baru. Selamat datang generasi baru. (***)
*Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani
OPINI
Kebijakan Pajak 12%: Selektivitas untuk Barang Mewah, Strategi atau Tantangan?

PEMERINTAH Indonesia telah mengumumkan bahwa mereka berencana untuk menerapkan tarif PPN sebesar 12%. Rencana ini akan dimulai per 1 Januari 2025, sesuai dengan mandat yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, telah diputuskan bahwa kebijakan ini hanya akan berlaku untuk barang mewah. Banyak orang melihat kebijakan ini sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan negara dan menghalangi daya beli industri dan masyarakat tertentu.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Barang Mewah mengatur mekanisme pemungutan pajak atas barang-barang yang dikategorikan sebagai barang mewah. Menurut pasal 1 ayat (1) UU tersebut, barang mewah adalah barang yang dalam penggunaannya tidak memberikan manfaat langsung terhadap kelangsungan hidup atau kehidupan manusia, yang menyebabkan pengenaan pajak untuk membatasi kontribusi kelangsungan hidup atau kehidupan manusia. Oleh karena itu, pengenaan pajak 12% ini dimaksudkan untuk membatasi konsumsi barang tersebut.
Pandangan Pemangku Kebijakan
Presiden Prabowo Subianto menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk meminimalisir konsumsi barang mewah yang tidak bersifat esensial bagi masyarakat umum. Ia menegaskan pentingnya melindungi rakyat kecil melalui pengecualian PPN untuk barang kebutuhan pokok.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai kebijakan ini sebagai langkah yang menyesuaikan tren global dalam perpajakan dengan pelaksanaan cukup diatur melalui PMK. Ia memastikan bahwa pelaksanaannya dirancang agar tidak merugikan ekonomi rakyat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mencerminkan asas keadilan. “Kami ingin memastikan barang-barang yang memiliki kontribusi lebih besar terhadap pendapatan pajak adalah barang-barang yang memang hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat tertentu yang memiliki daya beli tinggi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers pada awal November 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Suara Surabaya)
Namun, Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Mukhamad Misbakhun, mengatakan kelompok barang yang akan dikenai PPN 12 persen tersebut masih akan diseleksi. Khususnya untuk objek barang yang selama ini tergolong dalam kategori Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Perspektif Pemerintah: Ini adalah Pendekatan yang Mempertimbangkan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Kebijakan ini tentu tidak mengabaikan pandangan beberapa menteri yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Seperti yang dijelaskan oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan, kebijakan ini merupakan tindakan yang lebih strategis yang bertujuan untuk memastikan keseimbangan dalam pendapatan negara dan pada saat yang sama mengatur konsumsi barang-barang mewah.
Ada kalanya Sri Mulyani menguraikan masalah ini: “Pengenaan cukai dengan tarif 12 persen pada barang-barang mewah bertujuan untuk mencegah konsumsi berlebihan barang-barang mewah dan mengarahkan konsumsi pada barang-barang yang akan produktif bagi ekonomi, selain tentu saja untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan digunakan untuk pembangunan.”
Pendapatan yang diperoleh dari pajak barang-barang mewah dimaksudkan untuk digunakan dalam meningkatkan fasilitas publik, kesehatan, dan pendidikan, serta untuk meningkatkan kebijakan fiskal yang lebih luas yang melindungi proses pemulihan pasca-covid.
Tantangan yang Dihadapi
Tetapi kebijakan ini menghadapi beberapa masalah seperti berdampak pada daya beli konsumen. Ekonom bernama Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pengenaan pajak lebih tinggi pada barang tertentu dapat berdampak pada penurunan konsumsi, terutama untuk industri yang bergantung pada penjualan barang premium.
Potensi Kebijakan Tidak Efektif: Beberapa pengamat mengkhawatirkan pengalihan konsumsi masyarakat ke pasar gelap atau pembelian langsung di luar negeri untuk menghindari pajak tinggi.
Kompleksitas Administrasi: Penetapan barang mewah dalam kategori dapat menjadi kontroversial, terutama bagi bisnis yang menganggap kebijakan ini terlalu luas.
Pengaruh terhadap Sektor dan Lingkungan Sosial
Akan tetapi, ada juga dampak negatif dari kebijakan ini, terutama untuk industri yang langsung berhubungan dengan barang-barang mewah. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kebijakan tersebut perlu diikuti oleh kebijakan lain yang lebih memperhatikan industri dalam negeri. Dalam pernyataan tersebut, beliau menekankan: “Kita harus memastikan bahwa dampak dari kebijakan berbasis pajak tidak merugikan industri lokal.” Ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran besar terkait apa yang terjadi pada berbagai sektor, terutama yang paling berisiko tidak bisa bersaing di level global.
Secara khusus pada barang mewah yang dihasilkan di Negara kita Indonesia seperti otomotif, elektronik, atau barang fashion, maka kebijakan pajak akan mengurangi daya beli masyarakat dan juga akan memperlambat laju pertumbuhan industri yang bersangkutan.
Secara keseluruhan, pemerintah menggunakan kebijakan pajak 12% pada barang mewah untuk mengontrol konsumsi barang mewah sekaligus meningkatkan pendapatan negara.
Namun, kebijakan ini menghadirkan beberapa kesulitan, baik dari segi bagaimana ia diterapkan di lapangan maupun bagaimana hal itu berdampak pada sektor industri tertentu. Kebijakan ini mungkin memiliki dampak negatif yang lebih besar, terutama dalam jangka panjang, jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang mendukung industri dalam negeri dan melindungi daya beli masyarakat.
*Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI)