Connect with us

OPINI

Pejuang Rakyat yang Tersesat: Kontradiksi antara Pengakuan dan Realitas

DETAIL.ID

Published

on

PEJUANG rakyat adalah sosok yang dikenal karena dedikasinya dalam memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan masyarakat luas, terutama mereka yang sering kali terpinggirkan atau kurang beruntung. Dalam konteks politik dan sosial, seorang pejuang rakyat bukan hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang banyak, khususnya mereka yang suaranya jarang didengar dalam pengambilan keputusan. Sosok ini selalu berdiri di garis depan dalam memperjuangkan keadilan sosial, memastikan bahwa setiap orang, tanpa memandang latar belakang atau status sosial, memiliki akses yang setara terhadap hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan tempat tinggal.

Tak hanya memahami permasalahan, pejuang rakyat juga berupaya menciptakan solusi nyata yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat secara langsung. Mereka memahami dengan mendalam permasalahan sehari-hari yang dihadapi oleh masyarakat dan berusaha untuk memberikan solusi yang membawa perubahan positif. Hubungan yang erat antara pejuang rakyat dan komunitas yang mereka wakili menciptakan kepercayaan di antara mereka. Hal ini terjadi karena pejuang rakyat benar-benar merasakan dan memahami kebutuhan serta harapan masyarakat, bukan hanya sekadar berbicara atas nama mereka. Pengorbanan yang mereka lakukan, baik itu waktu, tenaga, maupun kenyamanan pribadi, menunjukkan bahwa mereka berjuang demi kebaikan bersama, bukan untuk meraih kekuasaan atau kepentingan pribadi semata.

Lebih dari itu, pejuang rakyat sering kali menjadi teladan bagi orang lain melalui tindakan nyata, bukan hanya retorika. Mereka tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi juga terlibat langsung dalam upaya untuk mewujudkan perubahan tersebut. Dengan berani memimpin melalui contoh, mereka memperlihatkan integritas dan ketulusan dalam setiap langkah yang diambil. Perjuangan mereka bukan hanya untuk masalah yang bersifat individual, tetapi juga untuk mengubah sistem sosial, politik, dan ekonomi yang dianggap tidak adil.

Namun, jika klaim sebagai pejuang rakyat tidak didukung oleh tindakan nyata selama masa kepemimpinan, hal ini justru akan memicu keraguan dan kekecewaan di kalangan masyarakat. Dalam konteks ini, pengakuan sebagai “pejuang rakyat” seharusnya diikuti oleh tindakan nyata yang mendukung kepentingan masyarakat luas, terutama kelompok yang paling rentan. Ketika janji dan klaim tidak sejalan dengan kenyataan, berbagai konsekuensi dapat muncul.

Pertama, kehilangan kepercayaan publik adalah dampak utama. Masyarakat akan merasa tertipu ketika melihat bahwa pemimpin yang mereka harapkan untuk memperjuangkan hak-hak mereka malah tidak menepati janji-janji yang dibuat. Pengakuan sebagai pejuang rakyat tanpa adanya bukti konkret berupa kebijakan dan tindakan yang pro-rakyat hanya akan dianggap sebagai retorika kosong. Hal ini menciptakan jarak antara pemimpin dan rakyatnya, serta memperdalam ketidakpuasan sosial.

Kedua, kerusakan reputasi bagi pemimpin tersebut menjadi konsekuensi serius. Reputasi sebagai pejuang rakyat adalah aset penting dalam dunia politik. Ketika seorang pemimpin gagal memenuhi perannya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, citra mereka sebagai pemimpin yang tulus akan rusak. Alih-alih dikenal sebagai pembela keadilan, pemimpin tersebut mungkin akan dicap sebagai oportunis yang hanya menggunakan narasi populis untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.

Selanjutnya, dampak yang lebih luas adalah hilangnya harapan rakyat terhadap sistem politik secara keseluruhan. Ketika banyak pemimpin mengaku sebagai pejuang rakyat, tetapi kenyataannya tidak menunjukkan komitmen nyata terhadap kesejahteraan masyarakat, rakyat bisa menjadi semakin skeptis terhadap proses politik dan pemimpin masa depan. Mereka mungkin merasa bahwa tidak ada pemimpin yang benar-benar peduli dengan kondisi mereka, yang berisiko menurunkan partisipasi publik dalam pemilu dan aktivitas demokrasi lainnya.

Selain itu, konsekuensi moral juga harus dipertimbangkan. Seorang pemimpin yang mengklaim dirinya sebagai pejuang rakyat memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk menjalankan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. Jika mereka gagal, hal ini bisa dilihat sebagai pelanggaran moral yang serius. Pengakuan palsu ini tidak hanya merugikan dari sisi politik, tetapi juga merusak standar etika kepemimpinan, di mana seorang pemimpin harus menjadi teladan bagi rakyatnya.

Dalam jangka panjang, konflik antara kata dan tindakan ini dapat menyebabkan penurunan dukungan politik bagi pemimpin tersebut, baik dari pendukungnya maupun dari kelompok masyarakat yang sebelumnya netral. Pemimpin yang tidak mampu menunjukkan konsistensi antara janji dan tindakan biasanya akan mengalami penurunan popularitas dan bahkan bisa kehilangan dukungan dari partai politik atau kelompok pendukung utama.

Secara keseluruhan, pemimpin yang mengaku sebagai pejuang rakyat namun bertindak sebaliknya hanya akan memperkuat siklus ketidakpercayaan dan sinisme dalam politik. Tindakan seperti ini akan membahayakan legitimasi mereka sebagai pemimpin dan menciptakan luka dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Kejujuran, integritas, dan tindakan nyata adalah hal-hal yang sangat diharapkan dari seorang pejuang rakyat; tanpa itu, klaim apapun hanya akan menjadi omong kosong yang tidak berarti.

Akhirnya, ketika seseorang yang memiliki masa lalu kelam, seperti sebagai mantan pecandu narkoba, mengklaim dirinya sebagai pejuang rakyat, keraguan di kalangan masyarakat semakin kuat. Keraguan ini tidak hanya terbatas pada aspek moral, tetapi juga meluas ke masalah integritas yang mendasar.

Pertama, keraguan terhadap integritas menjadi isu utama. Masyarakat merasa skeptis terhadap kemampuan individu tersebut untuk benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat. Latar belakang sebagai mantan pecandu narkoba dapat menciptakan pandangan bahwa orang ini tidak memiliki disiplin atau komitmen yang kuat, yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Jika tindakan dan keputusan politik mereka tidak konsisten dengan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang pejuang rakyat, maka integritas mereka akan dipertanyakan.

Kedua, ada risiko stigma dan prasangka. Masyarakat seringkali memiliki pandangan negatif terhadap mantan pecandu narkoba, dan ini bisa menghalangi penerimaan mereka sebagai pemimpin. Pengakuan mereka sebagai pejuang rakyat dianggap tidak tulus atau hanya sebagai upaya untuk mencari legitimasi di mata publik. Jika publik tidak dapat mengesampingkan masa lalu individu tersebut, maka harapan untuk diakui sebagai pejuang rakyat akan sulit tercapai.

Selanjutnya, ketidakpastian mengenai agenda dapat muncul. Masyarakat merasa khawatir bahwa pengalaman masa lalu sebagai seorang pecandu narkoba dapat mempengaruhi keputusan politik yang diambil. Ada kemungkinan bahwa mereka lebih berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan kecanduan atau rehabilitasi untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan masyarakat secara luas. Ini dapat menyebabkan pandangan bahwa mereka tidak sepenuhnya obyektif dan lebih mengutamakan agenda pribadi daripada aspirasi kolektif.

Dari perspektif kepercayaan publik, pengakuan sebagai pejuang rakyat tanpa adanya bukti konkret dari tindakan nyata bisa memperburuk citra calon pemimpin tersebut. Jika masyarakat melihat ketidakcocokan antara klaim dan kenyataan, mereka akan merasa tertipu dan kehilangan kepercayaan tidak hanya terhadap individu tersebut, tetapi juga terhadap sistem politik secara keseluruhan. Ketidakpuasan ini bisa memperburuk polarisasi dan merusak ikatan antara calon pemimpin dan rakyat.

Akhirnya, dalam konteks moral dan etika, seseorang yang mengklaim diri sebagai pejuang rakyat namun memiliki latar belakang sebagai mantan pecandu narkoba bisa dipandang sebagai contoh buruk. Ini dapat memunculkan pertanyaan tentang sejauh mana seseorang bisa berjuang untuk keadilan dan kebenaran jika mereka sendiri memiliki pengalaman dengan perilaku yang dianggap merusak. Ketidakselarasan antara pengakuan dan kenyataan ini bisa merusak norma-norma moral yang seharusnya dijunjung oleh seorang pemimpin.

Ketika kita memilih pemimpin, kita sedang menentukan nasib dan masa depan bersama. Memilih seseorang yang pernah terperosok dalam dunia narkoba bukan hanya mengizinkan masa lalu yang kelam menguasai keputusan masa depan, tetapi juga berisiko mengabaikan nilai-nilai moral dan etika yang seharusnya menjadi fondasi kepemimpinan. Bagaimana kita bisa mempercayakan nasib rakyat kepada seseorang yang telah kehilangan kendali atas hidupnya sendiri? Apakah kita siap mempercayakan masa depan kita kepada seseorang yang mungkin masih bergumul dengan demons pribadi mereka? Keberanian kita untuk menolak calon pemimpin dengan riwayat gelap adalah tindakan mempertahankan integritas dan keadilan bagi masyarakat yang kita cintai.

Jangan biarkan retorika manis dan janji-janji kosong menutupi kenyataan. Pilihlah pemimpin yang mampu menjadi teladan, bukan hanya bagi diri mereka sendiri, tetapi juga bagi kita semua.

Mari kita gunakan suara kita untuk memastikan bahwa kepemimpinan diisi oleh mereka yang benar-benar layak dan siap membawa perubahan positif, bukan calon pemimpin yang memiliki masa lalu sebagai mantan pecandu narkoba. (***)

*Akademisi UIN STS Jambi

OPINI

Gen Z, Stop Overthinking Soal Jurusan Kuliah

DETAIL.ID

Published

on

Tidak sedikit dari kita, para Gen Z, yang masih bingung soal masa depan. Mikirin jurusan kuliah, kerja nanti mau jadi apa, atau jalan hidup mana yang paling tepat. Aku pun pernah ada di posisi itu, dan jujur aja, penuh drama.

Dulu aku pengen banget jadi arsitek. Bayangin deh, bikin desain bangunan keren, terus bisa lihat hasil karyaku berdiri megah di tengah kota. Keren banget, kan?

Tapi ternyata hidup punya arah lain. Pas kuliah, aku malah masuk jurusan Mass Communication. Awalnya agak kecewa juga sih, tapi ternyata ini justru salah satu keputusan terbaik yang pernah aku ambil.

Kalau dipikir-pikir, mungkin aku bakal stres berat kalau beneran masuk arsitektur. Ngerjain struktur bangunan, mikirin faktor keamanan, dan tanggung jawab gede? Bisa-bisa tiap malam nggak bisa tidur. Ternyata Mass Comm jauh lebih cocok buat aku.

Dari Hobi Doang, Jadi Serius

Aku dari kecil udah suka banget sama yang namanya bikin konten. Dulu pernah iseng bikin konten gaming di YouTube, vlog santai dan edit video-video, waktu itu sih nggak kepikiran bisa jadi kerjaan beneran. Tapi sejak masuk kuliah, aku baru sadar dunia komunikasi itu luas banget. Ada broadcasting, PR, digital media, advertising, dan banyak lagi. Dan sekarang, bikin konten udah jadi profesi yang nyata banget.

Apalagi pas lihat temen-temen mulai bikin proyek sendiri, mulai dari short movie, vlog, sampai podcast mahasiswa. Itu bikin aku makin semangat. Aku mulai ikutan bikin juga, walaupun masih kecil-kecilan. Tapi rasanya seru, dan di situ aku mulai ngerasa, “Kayaknya ini deh passion ku.”

Saat Merasa Ketinggalan

Tapi namanya juga manusia, kadang overthinking itu datang lagi. Scroll TikTok, lihat temen-temen views-nya ratusan ribu. Buka YouTube, nemu kreator baru yang udah punya jutaan subscriber. IG story temen? Isinya endorse-an semua.

Terus aku mikir, “Kok aku masih gini-gini aja ya?” Padahal aku juga udah coba bikin konten, belajar editing, ngerjain proyek. Tapi tetap aja ngerasa belum cukup. Ditambah lagi kadang ada yang nanya, “Nanti lulus mau jadi wartawan ya?”

Seakan-akan lulusan Mass Comm cuma bisa kerja di media konvensional, padahal sekarang pilihan kariernya banyak banget.

Timeline Tiap Orang Beda-Beda

Sampai akhirnya aku sadar juga, kenapa sih harus selalu ngebandingin diriku sama orang lain? Ada yang sukses di umur 18, ada yang baru nemu jalannya di umur 25.

Yang penting itu bukan siapa yang paling cepat, tapi siapa yang konsisten terus belajar dan berkembang. Sejak itu, aku mulai fokus ke proses. Setiap tugas kampus, vlog, atau video promosi yang aku kerjain, aku anggap latihan. Aku belajar hal baru, coba gaya baru, dan ngembangin skill-ku pelan-pelan.

Dan yang paling penting: aku mulai menikmati prosesnya. Aku berhenti mikir kapan bakal sukses, dan lebih fokus nikmatin tiap langkahnya.

Passion vs Prospek? Kenapa Nggak Dua-Duanya

Dulu aku mikir harus pilih salah satu: passion atau prospek. Ternyata, nggak harus gitu. Kuliah di Mass Comm ngasih aku banyak bekal. Aku ngerti gimana komunikasi yang efektif, gimana cara bangun hubungan sama audiens, dan gimana strategi media itu jalan. Itu semua kepake banget buat dunia konten sekarang.

Aku bisa kerja di digital agency, sambil tetap bangun personal brand-ku sendiri atau jadi freelance videographer, sambil bikin konten yang aku suka. Bahkan bisa mulai dari content writer, sambil belajar podcast-an pas weekend. Intinya? Aku bisa punya “kerjaan aman” dan tetap ngejar mimpi.

Mulai dari Sekarang, Bukan Nanti

Buat kamu yang masih galau, jangan tunggu semuanya sempurna dulu. Mulai aja dari yang kamu punya. Punya HP? Bikin konten.Punya laptop? Belajar editing. Punya ide? Tulis, rekam, dan bagikan.

Yang penting itu konsisten, bukan sempurna. Dan terakhir, jangan bandingin hidupmu sama orang lain. Setiap orang punya timing masing-masing, dan kamu juga pasti bakal nemu jalurmu sendiri.

Aku nggak nyangka, dari yang awalnya pengin jadi arsitek, aku malah nemu passion sejati di dunia konten. Hidup emang penuh kejutan. Tapi selama kita siap, terbuka, dan mau jalanin prosesnya, semuanya bakal jadi cerita yang keren.

Karier itu bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, tapi siapa yang paling tahan jalanin proses. Jadi daripada sibuk ngebandingin diri sama orang lain, mending fokus aja sama versi terbaik dari dirimu sendiri. Karena mungkin, jurusan yang awalnya kamu anggap “jalan kedua” justru jadi pintu utama menuju hidup yang kamu impikan.

Penulis: Puteri Nazwa Layla, Mass of Communication Student, BINUS UNIVERSITY

Continue Reading

OPINI

Pilihan Jalan atau Hanya Berpetualang

DETAIL.ID

Published

on

USAI sudah Pilgub Jambi 2024. Usai sudah penghitungan. Baik penghitungan lembaga survey, quick count maupun penetapan resmi dari KPU. Baik berjenjang dari KPU Kabupaten maupun penetapan akhir KPU Provinsi Jambi. Hasilnya tidak jauh berubah. Kemenangan telak diraih oleh Al Haris-Sani. Sang incumbent yang mantap dengan peraihan 60%. Jauh dari perkiraan para ahli yang banyak meramalkan hanya mampu meraih 52%-26%.

Namun apapun hasil kemenangan Pilgub, cerita dibalik pilkada yang berlangsung selama setahun terakhir banyak memberikan pelajaran. Sekaligus cerita yang bisa ditorehkan. Sekaligus diceritakan kepada generasi muda.

Pertama. Memilih Gubernur/Wakil Gubernur Jambi tentu saja tidak memilih yang terbaik. Tentu saja banyak putra-putra terbaik di Jambi.

Berbagai teori ilmu politik maupun sebagian aliran pemikiran, memilih pemimpin bak memilih seperti kaum Sofi. Kaum yang memang dilahirkan manusia suci dan mempunyai pemikiran yang sangat bijaksana.

Bahkan banyak sekali aliran agama yang menempatkan Pemimpin politik bak memilih seperti ulama. Lengkap pengetahuan dunia, pengetahuan agama dan perilaku yang terpuji.

Maqom ini sering digunakan untuk menangkis terhadap calon-calon yang populer. Sekaligus membentengi diri dan melindungi kandidatnya.

Sebagai pemikiran, ajaran ataupun strategi, cara-cara ini sah saja digunakan.

Namun ditengah perkembangan zaman yang begitu pesat, strategi kampanye yang setiap Pilgub yang berbeda-beda, saya memilih dengan ukuran yang paling sederhana.

Memilih pemimpin ketika dia mau mendengarkan. Mau melaksanakan janji-janjinya yang sederhana. Sekaligus dia mau mendengarkan ketika saya mengumpat, memaki bahkan menghardik kinerja.

Dia lebih banyak mendengarkan. Dia sama sekali tidak memberikan klarifikasi ataupun bantahan terhadap apa yang saya sampaikan.

Apakah terlalu sederhana itu ? Ya. Cukup sederhana.

Di dalam berbagai kesempatan, ukuran realistis yang paling mudah dijangkau, apakah dia mau mengurusi pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan.

Selama itu bisa dijangkau dengan ukuran obyektif selama itu saya tetap didalam barisan. Termasuk juga kalaupun banyak yang berlarian meninggalkannya, mungkin saya orang terakhir meninggalkannya.

Sebagai manusia, tentu saja kadangkala sering dongkol, kecewa bahkan kesal. Namun ketika seseorang mau mendengarkan gerutukkan saya, lebih banyak diam ketika saya umbarkan kemarahan, itulah kemewahan saya sebagai rakyat.

Dan ketika satu persatu pertimbangan, nasihat ataupun saran kemudian diikuti, bagiku itulah seseorang pemimpin. Menjawab dengan tindakan. Bukan sekadar janji.

Kedua. Di tengah Pilgub Jambi 2024, tentu saja ada sebagian kemudian memilih berbeda barisan. Memilih kemudian berbeda bagiku tidak terlalu mengganggu pemikiran.

Namun yang menarik pemikiran tentu saja alasan kemudian ketika pernah bersama-sama kemudian memilih berbeda barisan.

Selama memilih dengan alasan prinsip dan mendasar, tentu saja respek selalu kuhargai.

Namun ketika alasan memilih bukanlah prinsip dan mendasar dan lebih mengutamakan emosi, baper, tentu saja bagiku itu kekanak-kanakan.

Padahal kutahu sang pengabar mempunyai literatur bacaan yang kuat. Sikap dan prinsip yang selama ini sempat kukagumi. Bahkan cara penyampaian yang begitu tajam tidak salah kemudian kutempatkan sebagai tokoh panutan.

Namun ketika kutahu sang tokoh kemudian meninggalkan barisan dengan alasan (mungkin bagiku konyol) seketika respekku hilang. Berganti dengan nada sentimentil yang mendayu-dayu. Persis kayak anak ABG yang lagi galau. Ketika cuma SMS, telp ataupun WA sama sekali tidak dibalas.

Padahal di ujung telepon, sang pacar malah sibuk dengan pekerjaan rutinitas yang memang memaksa tidak memegang HP.

Yang kadangkala bikin geli, selevel tokoh (kata orang bijak sering “hatinya harus jember”), yang mewarisi sikap keteladanan bersikap kekanak-kanakan justru menjadi hiburan tersendiri. Kalaupun bukan pelajaran pahit yang menjadi perjalanan hidup.

Namun apapun yang terjadi dibalik Pilgub Jambi 2024, seleksi alam begitu kejam. Hanya orang mampu menghadapi perubahan zaman yang akan bertahan.

Selain itu mereka akan tergilas dengan kehadiran generasi milenial bahkan generasi Gen Z yang tidak kenal ampun. Melumat orang-orang cengeng di kancah politik.

Dan saya kemudian memilih. Bergabung dengan generasi milenial dan generasi Gen Z untuk menertawakan “kecengengan” kaum tua yang ketika berbicara selalu menepuk-nepuk dada.

Pilgub Jambi 2024 juga mengajarkan. Kemenangan Pilgub ketika menguasai generasi millenial dan Generasi Z.

Selamat datang, Era baru. Selamat datang generasi baru. (***)

*Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani

Continue Reading

OPINI

Kebijakan Pajak 12%: Selektivitas untuk Barang Mewah, Strategi atau Tantangan?

DETAIL.ID

Published

on

PEMERINTAH Indonesia telah mengumumkan bahwa mereka berencana untuk menerapkan tarif PPN sebesar 12%. Rencana ini akan dimulai per 1 Januari 2025, sesuai dengan mandat yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, telah diputuskan bahwa kebijakan ini hanya akan berlaku untuk barang mewah. Banyak orang melihat kebijakan ini sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan negara dan menghalangi daya beli industri dan masyarakat tertentu.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Barang Mewah mengatur mekanisme pemungutan pajak atas barang-barang yang dikategorikan sebagai barang mewah. Menurut pasal 1 ayat (1) UU tersebut, barang mewah adalah barang yang dalam penggunaannya tidak memberikan manfaat langsung terhadap kelangsungan hidup atau kehidupan manusia, yang menyebabkan pengenaan pajak untuk membatasi kontribusi kelangsungan hidup atau kehidupan manusia. Oleh karena itu, pengenaan pajak 12% ini dimaksudkan untuk membatasi konsumsi barang tersebut.

Pandangan Pemangku Kebijakan

Presiden Prabowo Subianto menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk meminimalisir konsumsi barang mewah yang tidak bersifat esensial bagi masyarakat umum. Ia menegaskan pentingnya melindungi rakyat kecil melalui pengecualian PPN untuk barang kebutuhan pokok.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai kebijakan ini sebagai langkah yang menyesuaikan tren global dalam perpajakan dengan pelaksanaan cukup diatur melalui PMK. Ia memastikan bahwa pelaksanaannya dirancang agar tidak merugikan ekonomi rakyat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mencerminkan asas keadilan. “Kami ingin memastikan barang-barang yang memiliki kontribusi lebih besar terhadap pendapatan pajak adalah barang-barang yang memang hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat tertentu yang memiliki daya beli tinggi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers pada awal November 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Suara Surabaya)

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Suara Surabaya)

Namun, Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Mukhamad Misbakhun, mengatakan kelompok barang yang akan dikenai PPN 12 persen tersebut masih akan diseleksi. Khususnya untuk objek barang yang selama ini tergolong dalam kategori Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Perspektif Pemerintah: Ini adalah Pendekatan yang Mempertimbangkan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara

Kebijakan ini tentu tidak mengabaikan pandangan beberapa menteri yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Seperti yang dijelaskan oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan, kebijakan ini merupakan tindakan yang lebih strategis yang bertujuan untuk memastikan keseimbangan dalam pendapatan negara dan pada saat yang sama mengatur konsumsi barang-barang mewah.

Ada kalanya Sri Mulyani menguraikan masalah ini: “Pengenaan cukai dengan tarif 12 persen pada barang-barang mewah bertujuan untuk mencegah konsumsi berlebihan barang-barang mewah dan mengarahkan konsumsi pada barang-barang yang akan produktif bagi ekonomi, selain tentu saja untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan digunakan untuk pembangunan.”

Pendapatan yang diperoleh dari pajak barang-barang mewah dimaksudkan untuk digunakan dalam meningkatkan fasilitas publik, kesehatan, dan pendidikan, serta untuk meningkatkan kebijakan fiskal yang lebih luas yang melindungi proses pemulihan pasca-covid.

Tantangan yang Dihadapi

Tetapi kebijakan ini menghadapi beberapa masalah seperti berdampak pada daya beli konsumen. Ekonom bernama Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pengenaan pajak lebih tinggi pada barang tertentu dapat berdampak pada penurunan konsumsi, terutama untuk industri yang bergantung pada penjualan barang premium.

Potensi Kebijakan Tidak Efektif: Beberapa pengamat mengkhawatirkan pengalihan konsumsi masyarakat ke pasar gelap atau pembelian langsung di luar negeri untuk menghindari pajak tinggi.

Kompleksitas Administrasi: Penetapan barang mewah dalam kategori dapat menjadi kontroversial, terutama bagi bisnis yang menganggap kebijakan ini terlalu luas.

Pengaruh terhadap Sektor dan Lingkungan Sosial

Akan tetapi, ada juga dampak negatif dari kebijakan ini, terutama untuk industri yang langsung berhubungan dengan barang-barang mewah. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kebijakan tersebut perlu diikuti oleh kebijakan lain yang lebih memperhatikan industri dalam negeri. Dalam pernyataan tersebut, beliau menekankan: “Kita harus memastikan bahwa dampak dari kebijakan berbasis pajak tidak merugikan industri lokal.” Ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran besar terkait apa yang terjadi pada berbagai sektor, terutama yang paling berisiko tidak bisa bersaing di level global.

Secara khusus pada barang mewah yang dihasilkan di Negara kita Indonesia seperti otomotif, elektronik, atau barang fashion, maka kebijakan pajak akan mengurangi daya beli masyarakat dan juga akan memperlambat laju pertumbuhan industri yang bersangkutan.

Secara keseluruhan, pemerintah menggunakan kebijakan pajak 12% pada barang mewah untuk mengontrol konsumsi barang mewah sekaligus meningkatkan pendapatan negara.

Namun, kebijakan ini menghadirkan beberapa kesulitan, baik dari segi bagaimana ia diterapkan di lapangan maupun bagaimana hal itu berdampak pada sektor industri tertentu. Kebijakan ini mungkin memiliki dampak negatif yang lebih besar, terutama dalam jangka panjang, jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang mendukung industri dalam negeri dan melindungi daya beli masyarakat.

*Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI)

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs