PERKARA
Jaksa Agung Tugaskan Jaksa Koordinator Satgas Penertiban Kawasan Hutan, Berikut 9 Perusahaan di Jambi yang Merambah Kawasan Hutan
DETAIL.ID, Jambi – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menugaskan jaksa koordinator untuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan di berbagai daerah, termasuk di Provinsi Jambi.
Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Noly Wijaya mengonfirmasi bahwa Albertus Roni telah ditunjuk sebagai jaksa koordinator untuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan di Provinsi Jambi. Penugasan ini berdasarkan surat Jampidsus bernomor B-602/F/Fjp/02/2025 tertanggal 7 Februari 2025, yang dikirimkan kepada 20 Kepala Kejaksaan Tinggi di berbagai provinsi seperti Sumatera Utara, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Riau, Kepulauan Riau, Maluku, dan Papua.
“Jaksa Koordinator Albertus Roni dari Kejati Jambi saat ini merupakan anggota Satgas yang bertugas dalam penertiban kawasan hutan,” kata Noly pada Rabu 26 Februari 2025.
Adapun tugas satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 untuk memastikan keberlanjutan perlindungan kawasan hutan di Indonesia. Satgas ini memiliki tiga tugas utama yakni;
- Penagihan Denda Administratif, menindak pihak yang melanggar aturan dengan pemberian sanksi denda.
- Penguasaan Kembali Kawasan Hutan, mengembalikan lahan yang digunakan secara ilegal ke dalam pengelolaan negara.
- Pemulihan Aset Kawasan Hutan, mengelola kembali kawasan hutan yang telah ditertibkan.
Satgas PKH bekerja di bawah koordinasi langsung Presiden dengan sistem kerja yang terintegrasi bersama berbagai kelompok kerja (Pokja) antara lain;
Pokja Database, yang mengumpulkan dan memverifikasi data perkebunan sawit dalam kawasan hutan.
Pokja Identifikasi dan Verifikasi, yang mengklarifikasi kepemilikan lahan dan menilai potensi gangguan keamanan.
Pokja Keamanan dan Ketertiban, yang melakukan operasi intelijen, sosialisasi, dan edukasi kepada masyarakat.
Pokja Penegakan Hukum, yang bertindak jika ditemukan pelanggaran untuk menguasai kembali lahan atas nama pemerintah.
Pokja Pemulihan Aset, yang bertugas mengelola kembali kawasan hutan yang telah dikembalikan ke negara.
“Melalui Satgas ini, pihak yang melanggar aturan akan diwajibkan membayar ganti rugi kepada negara. Pada akhirnya, penguasaan kembali kawasan hutan akan dilakukan pemerintah melalui Pokja Pemulihan Aset,” ujar Noly.
Ia menegaskan bahwa Satgas PKH di Jambi akan bekerja secara sinergis dengan seluruh Pokja untuk menyelesaikan permasalahan kawasan hutan di daerah tersebut.
SK Menteri Kehutanan RI Nomor 36 tahun 2025
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI Nomor 36 tahun 2025 terdapat setidaknya 436 perusahaan perkebunan sawit dinyatakan beroperasi dalam kawasan hutan, 9 diantaranya berada di wilayah Provinsi Jambi, yakni;
Kabupaten Batanghari, PT Indokebun Unggul grup KPN Plantation tercatat mengajukan permohonan perizinan sebanyak 771 hektare, 765 hektare di antaranya sedang berproses, dan 6 hektare ditolak.
Kemudian PT Pratama Sawit Mandiri dengan permohonan 116 hektare, berproses 111 hektare, dan 5 hektare ditolak.
Di Kabupaten Muarojambi, ada PT Puri Hijau Lestari dengan permohonan 379 hektare, berproses 393 hektare, ditolak 4 hektare. Selanjutnya PT Muaro Kahuripan Indonesia permohonan 863 hektare, 698 hektare berproses, 165 Ha ditolak dan PT Ricky Kurniawan Kertapersada, permohonan 300 hektare, berproses 267 hektare dan 33 hektare ditolak.
Di wilayah Kabupaten Bungo dan Tebo ada PT Satya Kisma Usaha (Sinarmas Agro) dengan catatan permohonan 105 hektare, 7 hektare berproses dan 98 hektare ditolak.
Selanjutnya, PT Sukses Maju Abadi, group Incasi, permohonan 403 hektare, berproses 324 hektare, ditolak 79 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Barat PT Pradira Mahajana, permohonan 49 hektare dan berproses 49 hektare.
Terakhir, Kabupaten Tanjungjabung Timur tercatat 1 perusahaan yakni PT Ladang Sawit Sejahtera group PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk permohonan 51 hektare berproses 51 hektare.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Vonis Rendahan Bikin Heran! Aktivis Segera Lapor JPU Kejari Tebo yang Tangani Perkara Pasar Tanjung Bungur ke Jamwas Kejagung
Jambi – Vonis rendah terhadap 7 terdakwa korupsi pasar Tanjung Bungur TA 2023, Muara Tebo jadi sorotan salah satu aktivis yang tergabung dalam Aliansi GERAM (Gerakan Rakyat Menggugat) yakni Afriansyah. Dia mengaku heran dengan vonis rendah yang beriringan dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tebo.
Dimana dalam tuntutan atas perkara korupsi yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 1.061.233.105,09 tersebut, JPU Kejari Tebo menuntut ke-7 terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 5 bulan. Yang kemudian divonis lebih rendah oleh Majelis Hakim PN Tipikor Jambi.
“Sangat bertentangan dengan Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana korupsi. Seharusnya minimal JPU menuntut 4 tahun,” kata Afriansyah, Rabu 17 September 2025.
Kalau mengacu pada Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana korupsi, yang dimaksudkan jadi acuan penuntut umum dalam menentukan tuntutan pidana perkara korupsi dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan kemanfaatan.
Terdakwa dituntut dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 7 tahun, tergantung pada persentase pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh terdakwa, untuk kategori kerugian keuangan negara Rp 750 juta hingga Rp 1 Milliar.
Afriansyah pun menyayangkan minimnya hasil dari proses hukum atas perkara korupsi Pasar Tanjung Bungur senilai Rp 1.061.233.105,09 yang digarap oleh Kejari Tebo.
“Ya kalau seperti ini, gimana Tebo mau bersih dari praktik Korupsi?” ujarnya.
Sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintahan yang bersih dari korupsi, sosok aktifis ini pun mengaku akan segera melaporkan oknum-oknum JPU Kejari Tebo yang menyidangkan perkara ini pada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.
“Segera kita laporkan, ini sebagai bentuk perjuangan kita menekan angka korupsi di kampung halaman kita Kabupaten Tebo,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Tujuh Terdakwa Korupsi Pasar Tanjung Bungur Divonis 1 Tahunan
DETAIL.ID, Jambi – Tujuh terdakwa perkara korupsi pembangunan Pasar Tanjung Bungur TA 2023 di Muara Tebo akhirnya menjalani sidang putusan di PN Jambi pada Rabu, 17 Desember 2025.
Dalam perkara korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp Rp 1.061.233.105,09 sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis Hakim berpendapat bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagaimana dakwaan subsidair penuntut umum, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Nurhasanah, selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang menjabat Kadis Perindagnaker pada perkara ini divonis selama 1 tahun penjara, dengan denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan penjara.
Kemudian, Edy Sopyan selaku Pejabat Pembuat Surat Perintah Membayar (PPSPM) yang menjabat Kabid Perdagangan, divonis 1 tahun 3 bulan serta denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan.
Vonis serupa juga dijatuhkan majelis hakim pada Rahmad Solihin selaku pihak yang menerima pengalihan pekerjaan dari pelaksana CV Karya Putra Bungsu. Namun Rahmad juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti senilai Rp 417 juta.
Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan dalam 1 bulan setelah perkara ini berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Jika harta benda tidak mencukupi maka diganjar dengan pidana penjara 8 bulan.
Sementara Dhiya Ulhaq Saputra, selaku Direktur CV Karya Putra Bungsu divonis 1 tahun dengan denda Rp 50 juta, subsidair 1 bulan. Dengan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 36 juta, subsider 2 bulan.
Adapun 3 terdakwa lainnya, yakni Paul Sumarsono, Haryadi, dan Harmunis juga mendapat vonis serupa. Terdakwa Haryadi mendapat pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 29 juta subsidair 1 bulan. Sementara Harmunis dapat pidana pengganti terbesar yakni Rp 578 juta subsidair 3 bulan.
“Saudara semua punya hak untuk pikir-pikir selama 7 hari, apakah menerima atau mengajukan banding,” ujar Ketua Majelis Hakim, Syafrizal Fakhmi, usai membacakan putusan.
Terhadap putusan tersebut para terdakwa ada yang menerima, juga ada yang menyatakan pikir-pikir. Sementara JPU Kejari Tebo, menyatakan pikir-pikir atas putusan para terdakwa tersebut.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Sidang Perdana Thawaf Aly Ricuh, Kuasa Hukum Ajukan Keberatan Atas Bukti Nihil
DETAIL.ID, Muara Sabak – Sidang perdana perkara pidana dengan terdakwa Thawaf Aly digelar di Pengadilan Negeri Sabak pada Rabu, 17 Desember 2025. sidang berupa pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabak.
JPU Kamila Delima dalam dakwaannya menjerat Thawaf Aly dengan Pasal 363 ayat 1 ke-4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan pemberatan. Selain itu, JPU juga menyusun dakwaan alternatif Pasal 480 ayat 1 dan 2 KUHP.
Thawaf Aly dikenal sebagai aktivis petani yang telah lama mendampingi masyarakat dalam konflik agraria, baik di sektor kehutanan maupun non-kehutanan.
Dalam persidangan tersebut, terdakwa didampingi oleh 13 orang pengacara, di antaranya pengacara senior Suratno bersama Agus Elfandri dan tim.
Sidang sempat berlangsung ricuh usai JPU membacakan dakwaan. Tim kuasa hukum terdakwa menyampaikan keberatan karena menilai persidangan tidak didukung bukti yang jelas.
“Sidang sudah dibuka oleh Hakim Ketua, namun kami belum melihat bukti berupa sporadik atau Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Sucipto atau ayahnya, Hary Chandra, yang seharusnya diunggah di sistem E-Berpadu,” ujar Ihsan, SH.
Keberatan tersebut diperkuat oleh R Siregar yang menyatakan bahwa tanpa kehadiran bukti surat, persidangan menjadi tidak jelas dan tidak terang.
Sementara itu, Azhari secara tegas menyatakan bahwa sidang seharusnya tidak dapat dilanjutkan. Ia merujuk pada informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jambi dalam perkara nomor 111/Pid.B/2025/PN-PJT yang mencantumkan status barang bukti nihil.
“Jika barang bukti nihil, maka saksi tidak bisa mengidentifikasi atau melihat apa pun. Untuk itu, sidang ini seharusnya dihentikan,” ujar Azhari.
Menanggapi perdebatan tersebut, majelis hakim memutuskan agar seluruh keberatan dan dalil dari tim kuasa hukum dituangkan secara resmi dalam nota eksepsi. Sidang kemudian ditunda dan akan dilanjutkan pada Selasa, 13 Januari 2026, dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.
Reporter: Juan Ambarita

