Connect with us

PERKARA

Kurator: Belum Ada yang Mengakui Pemilik Solar dan 3 Armada PT BES, LSM Desak Polisi Lakukan Penyelidikan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Alur cerita dugaan penimbunan ribuan liter solar ilegal yang melibatkan PT Bahari Energi Sentosa (BES) di gudang perusahaan pailit eks PT Jambi Nusantara Energi (JNE) di kawasan Taman Rajo, Muarojambi masih terus berlanjut.

Terbaru, Sekjen DPP LSM Mappan Hadi Prabowo mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penimbunan solar yang ditemukan oleh pihak Polsek Maro Sebo dengan Tim Kurator yang ditunjuk PN Niaga Medan.

“Polres dan Polda Jambi harus melakukan proses penyelidikan terkait Keterlibatan PT BSE atas dugaan penimbunan BBM jenis solar yang ditemukan di gudang PT JNE. Dari mana asal usul BBM tersebut?” kata Hadi Prabowo pada Sabtu, 15 Maret 2025.

Satu minggu pasca ditemukan dan disegel dalam gudang eks PT JNE, Eri Pulungan selaku Kurator yang ditunjuk oleh PN Niaga Medan untuk pencatatan aset eks perusahaan cangkang pailit PT JNE juga mengaku bahwa puluhan tedmon solar serta 3 armada BM industri bermerek PT Bahari Energi Sentosa (BES), belum ada yang mengklaim kepemilikannya.

“Sampai saat ini belum ada yang mengaku itu milik siapa, Bang. Kalau PT JNE jelas menyatakan itu bukan milik PT JNE dan orang-orang yang kemarin berada di dalam stockpile juga bukan orang-orang dari PT JNE,” kata Eri Pulungan pada Jumat malam, 14 Maret 2025.

Karena empunya solar-solar diduga ilegal beserta 3 armada PT BES itu seolah menghilang ditelan bumi, Kurator PT JNE itu pun membenarkan bahwa ke depan pihaknya bakal bersurat ke Polres Muarojambi untuk penyelidikan atas tindak pidana migas tersebut. “Bener Bang,” ujar Eri.

Sikap yang ditunjukkan oleh pihak-pihak tak bertanggungjawab yang memanfaatkan gudang eks PT JNE tersebut sebagai lokasi pengolahan atau penimbunan BBM pun kian memperkuat dugaan bahwa solar-solar tersebut diperoleh dengan cara melawan hukum alias ilegal.

Padahal tindak pidana migas punya sanksi berat yang tak main-main. Lihat saja Pasal 53 UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

“Setiap orang yang melakukan penyimpanan pada kegiatan usaha hilir migas tanpa izin usaha penyimpanan dari pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi Rp 30 miliar,” demikian bunyi Pasal 53 UU No 22 tahun 2001.

Sementara itu hingga berita ini terbit awak media masih terus menghimpun informasi lebih lanjut dari berbagai pihak terkait.

Reporter: Juan Ambarita

PERKARA

Polisi Tunggu Hasil Keterangan Ahli Untuk Kasus Karhutla di Desa Gambut Jaya

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Polisi masih terus mendalami kasus kebakaran lahan di Desa Gambut Jaya, Sungai Gelam, Muarojambi yang menghanguskan areal lahan mencapai 181 hektare pada pertengahan Juli lalu.

Sebanyak 18 saksi termasuk pemilik lahan bernama Edi, yang merupakan sosok pengusaha asal Medan, Sumatera Utara juga disebut oleh polisi telah dimintai keterangan. Namun kasus ini masih mentok dengan status penyelidikan di meja polisi.

Direktur Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia, mengakui bahwa proses pada kasus ini memang cukup lama. Hal itu menurutnya lantaran tidak ditemukan barang bukti yang mengarah langsung pada tindak pidana di lokasi kebakaran.

“Gini kalau yang lain itu (perkara serupa) alat buktinya ada. Korek, minyak ada di situ. Sekarang kan kita tidak punya itu. Unsur sengaja membakar itu tidak kita temukan di lokasi,” ujar Kombes Pol Taufik Nurmandia pada Senin kemarin, 25 Agustus 2025.

Namun dia memastikan bahwa proses hukum tetap bakal berlanjut dengan permintaan keterangan dari ahli, hingga lanjut dengan gelar perkara untuk membuat terang dugaan tindak pidana tersebut dan menetapkan tersangkanya.

“Ahli bagian kerusakan lingkungan belum kita periksa. Nanti setelah ada hasil ahli, baru kita lanjut (gelar),” ujarnya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Tiga dari Tujuh Terdakwa Korupsi Samsat Bungo Ajukan Eksepsi, Katanya Dakwaan Tidak Jelas

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Tiga dari tujuh terdakwa perkara korupsi pajak kendaraan bermotor di UPTD Samsat Bungo yakni Asep Hadi Suganda, M Suhari, dan Marwanto mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Senin, 25 Agustus 2025.

Suhari dan Marwanto lewat penasihat hukumnya, Ihsan Hasibuan menilai ada kekeliruan dalam proses penanganan perkara tersebut oleh pihak Kejaksaan. Menurutnya, dugaan penyimpangan yang terjadi di Samsat Bungo pada 2019 itu harusnya diselesaikan dengan mekanisme hukum pajak, sehingga pengadilan Tipikor Jambi tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara.

“Bahwa perkara ini bukan perkara tindak pidana korupsi. Berdasarkan dakwaan yang diuraikan oleh jaksa penuntut umum, jelas bahwa perkara adalah mengenai pajak daerah,” ujar Ihsan Hasibuan, membacakan eksepsi.

Dalam beberapa regulasi yang ia uraikan, Ihsan juga menyatakan bahwa pihak yang berwenang melakukan penyidikan atas perkara ini adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada OPD tempat terdakwa bekerja bukan penyidik Kejari Bungo. Dakwaan JPU pun dinilai kabur dan tidak jelas.

Sementara dalam perkara terdakwa Marwanto Ihsan juga menyingung soal pengembalian kerugian senilai Rp 300 juta yang telah dibayarkan pada tahun 2020.

Penasihat Hukum Suhari dan Marwanto tersebut meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara agar mengabulkan nota keberatan dan menyatakan dakwaan gagal demi hukum dan tidak dapat diterima.

Penasehat hukum terdakwa Asep Hadi juga menyinggung soal ketidakjelasan motif serta ketidakpastian nilai kerugian keuangan negara sebagaimana dakwaan JPU atas kliennya.

Atas eksepsi ketiga terdakwa, sidang dengan agenda putusan sela bakal dilaksanakan pada Rabu 27 Agustus mendatang.

Sebelumnya ketiga terdakwa bersama 4 terdakwa lainnya yakni Irniyanti, Riki Saputra, M Sabirin, dan Hasanul Fahmi didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain setidak-tidaknya sejumlah kekurangan pembayaran kewajiban Pajak Kendaraan Bermotor dan/atau Denda Pajak Kendaraan Bermotor yang seharusnya disetorkan ke kas umum daerah Provinsi Jambi Tahun 2019 yang merugikan keuangan negara c.q Pemerintah Daerah Provinsi Jambi sebesar Rp 1.856.142.800.

Sebagaimana Laporan Hasil Audit Inspektorat Provinsi Jambi tentang penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan pajak kendaraan bermotor pada UPT Pengelolaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bungo pada BPKPD Provinsi Jambi Tahun 2019.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Kemas Ulang Beras SPHP ke Karung Polos, Pemilik RPK Ditangkap Polisi dan Dijerat Pasal Perlindungan Konsumen

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Rudi Setiawan (34) salah satu mitra Rumah Pangan Kita (RPK) Bulog Jambi ditangkap oleh personil Sub Dit 1 Indagsi Ditreskrimsus Polda Jambi lantaran memindahkan isi beras kemasan SPHP ke dalam karung polos tanpa merek ukuran 5 kg, 10 kg, hingga 20 kg tanpa izin.

Direktur Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia saat ungkap kasus di Polda Jambi menyampaikan bahwa pengungkapan terhadap Rudi berawal dari adanya informasi peredaran beras tanpa merek di daerah Mayang, Kota Jambi.

“Kemudian personel Sub Dit 1 melakukan pengecekan pada Minggu 24 Agustus, personel menemukan salah satu pekaku usaha dimana atas nama atas nama CV Gembira Maju yang melakukan penjualan beras yang masih dalam karung polos ini dengan berat 5 kg, 10 kg dan 20 kg,” kata Kombes Pol Taufik Nurmandia pada Senin, 25 Agustus 2025.

Adapun beras SPHP tanpa label tersebut diperoleh dari Rudi Setiawan, polisi pun melakukan pengembangan hingga ke rumah pelaku di Perumahan Bumi Citra Lestari, Pal Merah, Jambi. Hasilnya polisi menemukan 200 kg lebih beras SPHP dengan kemasan yang masih utuh disimpan oleh pelaku dalam rumahnya.

“Jadi ini kan RPK ini harusnya di warung. Ini beras kita temukan disimpan di rumah. Jadi modusnya dimana beras diganti karungnya, dan dijual ke warung-warung dengan berat tertentu,” ujarnya.

Pada polisi Rudi beralasan supaya beras cepat laku. Dia pun bisa menjual sekali banyak. Dari harga Rp 11.300/kg yang dibeli dari Bulog, Rudi kemudian menjual beras SPHP tanpa label dengan harga Rp 12.600. Kini, Rudi Setiawan ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 62 ayat 1 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara peling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

Sementara itu Kepala Kanwil Bulog Jambi, Ali Ahmad Najih menegaskan bahwa pihaknya sudah langsung menjatuhkan sanksi kepada RPK milik Rudi. Statusnya sebagai rekanan langsung dicabut dan masuk daftar hitam.

Ia menekankan bahwa terdapat perjanjian yang mengikat antara Bulog dengan para mitra atau RPK. Ketika terjadi pelanggaran maka berdampak pada aspek hukum.

“Kami akan terus berkoordinasi dan monitor dengan Satgas Pangan termasuk Dinas terkait. Agar penyaluran SPHP ini dapat berlangsung dengan baik, hingga menyentuh konsumen. Ini yang perlu kita antisipasi ke depan,” kata Aan.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs