Connect with us
Advertisement

PERKARA

Menyesal, Terdakwa Korupsi Pupuk Subsidi: Semua Pengecer di Batanghari Jual Pupuk Subsidi di Atas HET

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa perkara korupsi penyaluran pupuk subsidi tahun 2020–2022 Herianto bin Jabak, mengakui dan menyesali perbuatannya dalam sidang pemeriksaan terdakwa yang berlangsung pada Rabu, 20 Agustus 2025 di Pengadilan Tipikor Jambi.

Awalnya saat dicecar oleh penuntut umum, pengecer pupuk subsidi yang merupakan pemilik Toko Auliya Tani sebagaimana didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 2.445.472.492 itu banyak berkelit, dengan menyampaikan sejumlah klaim pembelaannya.

Berdasarkan keterangan Herianto, ketika ditanya soal prosedur penyaluran pupuk subsidi yang ia lakukan. Pada tahun 2020 kelompok tani biasanya langsung menghubungi dirinya. Dia pun menyampaikan bahwa kelompok tani harus menyiapkan surat permohonan dan dokumen RDKK. Selanjutnya pengajuan tersebut ia teruskan pada distributor.

“Jadi sebelum petani memesan pupuk, saya koordinasi dulu dengan PPL-nya. Nanti PPL menyusun RDKK, mereka koordinasi sama kelompok tani,” ujar Herianto.

Dia juga mengungkap soal borok penyaluran oleh distributor yakni CV Celsi Yance hingga pihak ekspedisi. Dimana, CV Yance juga memberlakukan harga pupuk subsidi diatas HET. Kemudian terdapat biaya-biaya yang harus digelontorkan oleh pengecer terhadap ekspedisi.

“Jadi tidak sesuai dengan SPJB yang tertera, belum lagi kami mengeluarkan biaya untuk injak gas sopir (ekspedisi),” katanya.

Lebih lanjut, dia juga mengakui soal sejumlah blanko atau nota penebusan oleh petani yang diisinya sendiri. Atau tak sesuai antara volume pada nota penebusan dengan nominal sebenarnya. Soal ini Herianto mengaku bahwa dirinya sudah menyerahkan dan meminta kelompok tani untuk mengisi nota penebusan, namun tak semua petani menindaklanjutinya.

“Saya yang tulis. Karna tanpa ini mereka tidak bisa dapat pupuk. Sudah saya serahkan berulangkali, tapi ini nama pun tidak mereka isi,” katanya.

Penuntut Umum lalu kembali mencecar soal penyaluran tidak sesuai SPJB pada distributor. Disini Herianto kembali menyebut bahwa CV Chelsi tidak menjual sebagaimana kesepakatan. Sementara 2 distributor lainnya yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Pertani menjual pupuk sebagaimana SPJB.

“Bahasa mereka, kalau kalian sanggup silahkan. Kalau tidak, ya tidak usah. Itu kata Darul (CV Celsi),” ucapnya.

Penuntut Umum lantas menekankan terdakwa, apakah memahami betul kewajibannya sebagai pengecer pupuk subsidi dan juga SPJB dengan para distributor? Herianto mengaku paham. Namun menurutnya kalkulasi bisnis pupuk subsidi tidak akan masuk jika mengacu pada HET yang ditentukan pemerintah.

Alasan dia, harga rata-rata yang dipatok pemerintah berkisar Rp 3000/sak. Sementara biaya bongkar muat saja sudah menelan biaya serupa. Belum lagi menurutnya, petani banyak melakukan pembelian pupuk dengan cara berjenjang atau nyicil. Hal itu juga diklaim olehnya sehingga penyaluran pupuk kepada petani dilakukan lewat perantara yakni Ketua Kelompok Tani.

Jaksa Penuntut Umum pun lanjut menekankan soal Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-Dag/Per/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi, yang pada salah satu poin menyebutkan: pengecer bertanggung jawab atas penyaluran Pupuk Bersubsidi kepada Petani/Kelompok Tani di lokasi kios pengecer. Bukan kepada Ketua Kelompok Tani sebagaimana yang diterapkan olehnya.

Herianto kembali berdalih soal pembayaran oleh banyak petani yang berjenjang atau nyicil, sehingga menyerahkan pada kelompok tani agar ada penanggungjawab. Hingga kemudian wabah pandemi Covid-19 yang membatasi pergerakannya hingga tidak dapat turun menemui langsung kelompok tani.

Ketika dicecar soal kerugian keuangan negara atas mark up dari harga HET, dan dipergunakan untuk apa duit-duit yang ia peroleh dari tindakan tersebut. Herianto ngaku lupa. Sementara Herianto ngaku lupa, JPU membacakan BAP-nya saat penyidikan. Dimana pada intinya terhadap dana kelebihan pembayaran yang ia terima, juga kembali berputar dalam pusaran bisnis pupuk subsidi tersebut.

Di antaranya, biaya bongkar pupuk (dari ekspedisi) sebesar Rp 200/sak, biaya injak gas supir sebesar Rp 100 ribu – 150 ribu, hingga biaya uang terima kasih pada Tim Verval sebesar Rp 250 ribu/penebusan pupuk subsidi.

“Sisanya ke mana? Selisih per sak Rp 30 – 35 ribu itu mana lagi sisanya, digunakan untuk apa?” ujar JPU.

“Sewa gudang, terus (untuk bisnis) ini kan saya pinjam di bank Pak, kan harus saya bayar. Sedangkan petani beli pupuk nyicil,” ujar Herianto menjawab.

Herianto pun menegaskan terkait penjualan pupuk diatas HET olehnya sebagaimana dakwaan penuntut umum. Menurutnya semua pengecer di Kabupaten Batanghari, melakukan hal yang serupa yakni menjual pupuk subsidi di atas HET.

Sementara itu Penasehat Hukum terdakwa, Aripari Notonegoro menyinggung soal legalitas gudang penyimpanan pupuk milik terdakwa. Hingga tim audit dari instansi lintas sektoral macam Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) hingga BPKP. Soal ini Herianto bilang bahwa proses audit berjenjang selalu berlangsung dan tokonya tidak pernah bermasalah.

“Pemeriksaan dari KP3 yang terdiri dari asisten 2 di kabupaten terus, dinas pertanian, perdagangan, kejaksaan, kepolisian. Itu pemeriksaan per 1 bulan 1 kali kalau enggak salah. Provinsi 3 bulan sekali, BPKP 6 bulan sekali dan BPK 1 tahun sekali. Selalu turun ke lapangan,” katanya.

Hakim Alfrety Marjohan Butar Butar kemudian menyoroti sifat terdakwa yang terkesan berbelit, serta menitik beratkan pada klaim pribadi soal untung rugi sehingga melakukan penjualan subsidi diatas HET, hingga penyaluran tidak sesuai peruntukan.

Hakim Alfrety pun menekankan kembali soal hak dan kewajibannya sebagai penyalur sebagaimana telah ditandatangani dalam surat perjanjian dan juga ketentuan yang terdapat dalam penyaluran pupuk subsidi.

Herianto pun akhirnya mengaku bersalah dan menyesal. Ia tak dapat berkelit lagi. “Saya mengaku menyesal yang mulia.Saya menyesal melakukan kesalahan sebagai pengecer, menjual diatas harga HET,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Advertisement Advertisement

PERKARA

Korupsi Samsat Bungo: PTT Divonis Paling Berat, Mantan Kepala Divonis 2 Tahun Penjara

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Samsat Bungo tahun 2019, Hasanul Fahmi, divonis hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta dalam perkara korupsi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Vonis tersebut dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jambi pada Senin, 22 Desember 2025.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasanul Fahmi dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 50 juta,” ujar Ketua Majelis Hakim membacakan amar putusan.

Selain Hasanul Fahmi, majelis hakim juga membacakan putusan terhadap enam terdakwa lainnya yang terlibat dalam perkara yang sama. Kasi Pelayanan Samsat Bungo tahun 2019, Irniyanti divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 50 juta. Vonis serupa juga dijatuhkan kepada Bendahara Penerimaan Samsat Bungo, Muhammad Sabirin yang dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

Sementara itu, hukuman lebih berat dijatuhkan kepada Pegawai Tidak Tetap (PTT) Badan Keuangan Daerah Samsat Bungo, Asep Hadi Suganda. Ia divonis pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 200 juta, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,2 miliar.

“Apabila tidak mampu membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa atau diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun,” kata hakim.

Terdakwa lainnya, pekerja harian lepas UPT Samsat Bungo, Riki Saputra dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 309.397.300, dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka harta benda disita atau diganti pidana penjara selama 6 bulan.

Petugas keamanan Jasa Raharja Samsat Bungo, Muhammad Suhari divonis pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta.

Sementara kasir Bank Jambi yang ditempatkan di Samsat Bungo, Marwanto dijatuhi hukuman pidana penjara 5 tahun 4 bulan dan denda Rp 100 juta. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 309.337.300 dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka harta bendanya disita atau diganti pidana penjara selama 6 bulan.

Adapun kasus korupsi Pajak Kendaraan Bermotor di UPTD Samsat Bungo tahun 2019 yang melibatkan tujuh terdakwa tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp 1,9 miliar.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Lima Bulan Usai Lahan Terbakar, Pemilik Lahan 189 Hektare di Gambut Jaya Ini Ditetapkan Tersangka

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Pemilik lahan sawit terdampak karhutla berinisial E di Desa Gambut Jaya, Kec Sungai Gelam, Kab Muarojambi akhirnya resmi berstatus tersangka setelah 5 bulan kasusnya bergulir di tangan polisi.

Sebelumnya tim gabungan berjibaku melakukan operasi pemadaman selama berhari-hari di lahan gambut yang baru ditanami sawit tersebut pada akhir Juli lalu.

Kini, Dir Krimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia mengungkap bahwa penyidik Sub Dit Tipidter Polda Jambi telah memeriksa sejumlah 23 saksi dan 4 ahli.

Penyidik, kata dia, juga telah melakukan gelar perkara berdasarkan hasil pemeriksaan saksi, ahli dan sejumlah barang bukti di TKP.

“Berdasarkan hasil gelar perkara, kita menetapkan tersangka pemilih lahan berinisial E,” ujar Kombes Pol Taufik Nurmandia pada Senin kemarin, 22 Desember 2025.

Berdasarkan perhitungan BPN, karhutla tersebut terjadi pada areal lahan dengan total luas mencapai 189 hektare. Perluasan lahan untuk perkebunan sawit dengan cara membakar diduga sebagai pemicu dari insiden karhutla.

Sosok pemilik lahan berinisial E, yang berasal dari daerah Medan, Sumatera Utara tersebut kini terancam dengan sanksi berat dari UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yakni ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Tangkap 2 Bandar Jaringan Medan, BNNP Jambi Musnahkan 61,785 Gram Sabu-sabu

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jambi memusnahkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu seberat 61,785 gram di Kantor BNN Provinsi Jambi pada Senin kemarin, 22 Desember 2025.

Sebelum dimusnahkan, petugas melakukan uji keaslian terhadap barang bukti. Hasil pemeriksaan memastikan sabu tersebut merupakan narkotika golongan I.

Kepala BNN Provinsi Jambi Kombes Pol Rachmad Resnova mengatakan, barang bukti sabu-sabu itu berasal dari dua laporan kasus model (LKM) yakni LKM 012 dan LKM 018.

“Hari ini kita lakukan pemusnahan sabu-sabu sebanyak 61,785 gram,” kata Kombes Pol Rachmad.

Dalam pengungkapan kasus tersebut, BNN Jambi mengamankan dua tersangka yakni Eko Listiono dan Zainal Arifin. Keduanya ditangkap di wilayah Mestong, Kabupaten Muaro Jambi.

Rachmad menyebut, kedua tersangka merupakan bandar narkotika yang berperan melakukan pengeceran sabu-sabu sebelum diedarkan.

“Mereka bandar, karena melakukan pengenceran,” ujarnya.

Lebih lanjut, kedua tersangka diketahui merupakan bagian dari jaringan narkotika asal Medan, Sumatera Utara. Saat ini BNN Jambi masih terus melakukan pengembangan untuk mengungkap jaringan lainnya.

“Kita akan terus kejar jaringannya,” katanya.

Dalam pemberantasan narkoba, BNN Jambi juga terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian serta melibatkan elemen masyarakat. Sebab menurut Kepala BNNP Jambi, masalah narkoba ini tidak bisa diselesaikan sendiri, melainkan harus melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs